Dua tahun lalu (2014), sambalbawang alias saya hehe, terbesit ingin mengoleksi motor matik di garasi. Pilihan yang rada sulit,
mengingat saat itu sudah berjejalan aneka makhluk matik di pasaran. Meredupakan pamor motor bebek (underbone), sekarang memang era matik. Orang kalau berkendara tidak lagi mau repot.
Persiapan dan suvei ala-ala dimulai beberapa tahun
sebelumnya, untuk memantapkan buruan. Jika dihitung, barangkali sudah 10 lebih skutik milik teman pernah
saya jajal. Sejak matik pertama pabrikan Jepang mbrojol hingga matik keluaran negeri
asal pizza. Sambalbawang juga pernah punya skutik Korea lansiran tahun 2000 yang bodinya gambot dan berkubikasi 150 cc.
Banyak mencicip aneka skutik malah bikin bingung menentukan, sampai kemudian terlintas keinginan
menebus Suzuki Nex saja.Lha kok jadinya malah Nex? Sebelum lanjut, yuk lihat dulu tampang Nex saya.
Kembali ke mengapa beli Nex? Ya enggak apa-apa kan. Penasaran kan boleh. Sambalbawang setidaknya pernah mencicip Nex versi
karbu punya kawan. Sepertinya asyik. Maka berangkatlah ke diler Suzuki di Balikpapan. Eh kok mas-mas di diler bilang Nex karbu sudah mau paripurna, lantaran muncul Nex versi Fuel Injection (FI). Ah, ya sudah, boyong saja yang versi kekinian. Era karbu, sepertinya juga masa lalu. Btw, kenapa meminang Nex, alasannya karena
(masih) penasaran dengan produk pabrikan berlogo huruf “S” ini.
Yeah, penasaran karena
sambalbawang tahu, Suz.. (saya panggil lagi dengan sapaan ini ya), terkenal
karena kualitas produknya. Hanya saja, kok gaungnya makin ke sini
makin senyap. Suz Nex apalagi, gemanya sayup-sayup sampai, terhempas
promosi matik tetangga sebelah dan tetangga depan rumah, baik yang sekelas kubikasi mesinnya, maupun setingkat di
atasnya. Apa mau dikata, pabrikan lain terlihat lebih gigih dan masif menelurkan telur-telur skutiknya.
Memelihara Suz Nex selama dua tahun, apa yang terjadi? Tanpa masalah, sih, bahkan lumayan puas dengan performanya. Sambalbawang jadi penasaran untuk mengulas sedikit tentang Nex ini. Biar jadi sedikit gambaran untuk bro and sis yang barangkali minat mau mengangkut motor ini dari diler terdekat.
Sambalbawang tidak akan membahas
keunggulan Suz Nex yang dikabarkan punya banyak sensor semisal Throttle Position
Sensor (TPS), Intake Air Pressure Sensor (IAPS), hingga Oxygen Sensor (02S).
Terlalu rumit, dan sambalbawang pun ndak paham-paham amat. Maklum rakyat biasa--yang hanya seneng berkendara.
Jadi, mendingan membeberkan apa kesan dan
pesan selama memelihara Nex saja, yes. Dimulai dari kelebihan Suz Nex FI, kesan pertama terlintas adalah
bentuknya yang beneran imut. Bodi cuman punya dimensi panjang 1,85 meter, lebar 0,66
meter, dan tinggi hanya 1,04 meter. Ini matik terkecil. Matik terimut, begitu kata bini. Jelas cocok untuk kaum
hawa. Tapi kaum adam juga bisa berdendang tatkala mengendarai.
Posisi tubuh sambalbawang yang tingginya
171 cm dan berat 72 kg, baru bisa nyaman setelah duduk agak mundur dikit ke
tengah areal jok. Barulah siku bisa dilurusin dan rasanya lega. Jok yang penampangnya
kecil, tidak terlalu masalah. Jika merasa masih kurang nyaman, tinggal geser lagi ke
belakang.
Sambalbawang lumayan kaget ketika handel gas Nex
FI mulai dipelintir. Mesin 113 CC yang tertanam di bodi mungil ini ternyata
cukup dasyat menyemburkan power. Tak usah mikir berapa torsi atau rasio
kompresi, nikmati saja letupan mesinnya. Kawasan perbukitan di Balikpapan jadi saksi power-nya Suz Nex. Lekuk gang demi gang yang cukup curam, masih dilibas. Mesin SOHC-nya memang
meraung keras waktu dipaksa naik-naik ke puncak gunung, namun bukan raungan pilu yang berakhir dengan ogah nanjak.
Seorang teman yang punya tunggangan matik
pabrikan sebelah, ikut terkejut dan mengakui kemampuan Suz Nex mendaki. Berboncengan
sama sambalbawang, tuh, Suz Nex bisa naik-naik ke puncak gunung. Saat digeber
kecepatan tinggi, di jalan datar, kalau tidak salah 70 km/jam, dia berujar, bahwa Suz Nex masih anteng. Akselerasi, oke.
Sambalbawang sendiri hanya pernah sekali memacu
hingga 85 km/jam--di jalan agak menurun. Bukaan gas sepertinya belum mentok, atau dikiiiit lagi mentok, tapi detak jantung tak mengizinkan. Nah,
kalau untuk berboncengan, maksimal membukukan 70-an km/jam. Mungkin gas masih bisa dipelintir, tapi sambalbawang memilih tidak. Berkendara yang santai saja, lebih hore.
Untuk urusan dibawa lari-lari, motor ini bisa
melaju ringan, juga lincah bermanuver, dan menikung-nikung asyik. Selap-selip bisa kedap-kedip meski
berboncengan yang muatannya dua manusia seberat total 130-an kg. Urusan
handling, Suz Nex bisa dipercaya.
Saat mendaki tanjakan, sendirian tapi,
pernah sambalbawang merasa tanjakan itu tidak bakal tergapai. Tetapi Suz Nex masih bisa melahap pelan walau
tetap meraung. Tapi erangannya tidak berlebihan. Coba saja ke Balikpapan jika
masbro mbakbro penasaran menjajal gimana tanjakan-tanjakan dalam kampung.
Menyoal mesin, teriakan Nex cukup anteng,
meski pencetan tombol starter-nya bersuara menyentak keras. Sepertinya suara
merdu Nex ikut disebabkan karena pertamax adalah minumannya. Hari gini motor
injeksi ditenggakin premium? Pertamax-lah.
Yang bikin terkesima adalah, starter kaki
Suz Nex enteng dipancal. Sambalbawang punya kebiasaan pada pagi hari menendang
Suz, eh menendang kick starter. Baru sesudahnya starter listrik yang dipencet.
Kombinasi ini jos, untuk memperpanjang usia aki.
Untuk menilai suspensi motor, sambalbawang akui, Suz Nex cukup mumpuni. Boncengan maupun sendiri, lumayan
mantap. Pernah berboncengan di jalan tanah berkerikil-berbatu, Suz Nex anteng
saja. Bukan berarti suspensinya sempurna, namun tidak bikin uring-uringan.
Masih bisa senyum.
Menyoal ke pengereman, Suz Nex masuk kategori cukup. Rem belakang tidak terlalu pakem,
tapi rem cakram depan pakem. Saling melengkapi, berimbas pada pengereman yang
aman. Asal jaga jarak, tentunya. Turun bukit, juga nyaman. Melibas hujan deras
yang sangat deras, pernah sambalbawang mengalami, dan ternyata Suz Nex aman
tanpa masalah. Tetap menderu cuek, bahkan menyalip para bebek mesin yang susah
payah berenang.
Melongok tangki BBM, ternyata Nex hanya
sanggup terisi 2,75-3 liter. Namun ini dikompensasi dengan keiritan.
Sambalbawang tidak mau membandingkan dengan barisan matik dari merek lain. Katanya sih, Nex paling
irit dibanding teman-teman sekelas dan seangkatan. Namun satu liter pertamax yang diminum
Suz Nex milik sambalbawang, dalam kondisi berboncengan, sepertinya melahap rute
lebih dari 50 km. Itu aja cukup sebagai gambaran gimana konsumsi Suz Nex.
Beranjak ke urusan tampang dan
kelengkapan, Suz Nex masuk (lagi) kategori cukup. Ruang di bawah jok, cukup
untuk membawa satu potong mantel hujan ukuran dobel. Plus satu botol air ukuran
kecil 300 ml. Bagasi bawah setang, dua buah, kanan-kiri. Cukup untuk nyimpen
teh kotak plus ponsel, dan satunya lagi payung kecil.
Bagaimana dengan lampu? Ohohoho. Lampu “bego-nya”
sudah menganut LED (eh bener ya), terang benderang seperti lampu Philips. Spion juga cukup
akurat, dan pas posisinya, untuk mengabarkan suasana di belakang punggung. Tuas-tuas semisal sein dan lampu jauh-dekat cukup nyaman digapai
pakai jempol.
Meloncat ke bagian panel, fitur komplet,
minus pembaca RPM-tentu saja. Material plastik bening pelindungnya, nampak
cukup sip. Dari sudut pandang pengendara, good looking. Setang bagian atas
nampak kecil, simpel. Tidak terkesan mewah, namun juga tidak murahan. Teriakan
klaksonnya juga cukup merdu, untuk ukuran klakson.
Mengelilingi bodi Nex, dari depan,
samping, belakang, atas, semua nampak kompak. Sama-sama mungil. Desain knalpot
yang kalem, menambah imej kalau matik spesies ini memang tidak neko-neko. Ban
depan-belakang yang ukurannya 70/90 dan 80/90 memang imut, namun karena Suz Nex
dilahirkan imut, ya cocik, lah.
Sapuan cat dan stiker, untunglah, tidak terkesan
norak. Menyoal berat, Suz Nex hanya 87 kg, berat kosong tanpa isi bensin dan
mantel. Ini matik paling ringan, bro sis. Juga matik paling kecil dan paling
ramping. Mudah diangkat jika terjebak di parkiran padat. Ngeliat celah parkir
dikit, Suz Nex bisa langsung disumpelin ke situ.
Dari sisi kemudahan, satu hal yang segera
kita tahu adalah gampangnya "kasih turun" standar tengah. Enteng, semudah ganti
sepatu. Tinggi jok yang dipatok 735 mm, dan ground clearance 130-135 mm, memang
rada rendah. Namun karena suspensi Suz Nex tergolong tidak mudah ambles, maka
masih aman-aman saja melibas poldur. Kalau dirasa poldur ketinggian, ya tinggal
angkat pantat sat melewatinya.
Nah dengan setumpuk kelebihan Suz Nex,
rasanya tidak adil kalau tidak membahas kelemahannya. Apa saja itu? Kita urutkan saja.
Yang
pertama, adalah kenyamanan boncenger. Kalau boncenger bertubuh mungil dengan tinggi badan kurang 160 cm dan beratnya kagak sampai 50 kg, Suz Nex masih enak disemplak. Tapi
kalau boncenger tingginya udah di atas 165 cm dan (termasuk) endut, ini dia masalahnya. Sebab jok Nex mungil ukurannya. Berkendara 25 km saja, dan meski cuman melahap jalan aspal doang,
kaki dan punggung boncenger akan pegal.
Kelemahan kedua, adalah hanya tersaji
satu indikator lampu sein. Jadi, mau belok kanan, kek, atau belok kiri, nek, ya
satu lampu itu aja yang nyala. Bisa gagal paham, dan lupa, lho. Juga bikin lumayan bingug. Ini mungkin sepele, tapi
bagi sambalbawang yang terbiasa juga memakai motor tetangga sebelah, terasa
menganggu. Heran juga mengapa Suz tidak ngasih lagi satu lampu indikator. Kan
murah.
Kelemahan ketiga, matik ini jelas tidak
cocok untuk bikers yang endut-nya di atas rata-rata. Memang, motor jelas masih
bisa jalan. Namun apa ndak malah seperti beruang sirkus naik sepeda anak
seperti film Madagaskar. Satu lagi, matik kurang berjiwa muda. Dengan mudah
anak muda berpaling ke merek sebelah yang konsep matiknya
futuristik-meruncing-bersudut tajam. Suz Nex kelewat kalem untuk matik yang
lahir setelah tahun 2010.
Kelemahan keempat, sambalbawang yakin
adalah promosi yang kurang dari pihak diler dan pabrikan. Nyaris tidak
terdengar, bukan, promosinya. Padahal dengan setumpuk keasyikan yang ada, mulai
dari power, suspensi, sampai suara mesin, Nex sebetulnya punya amunisi untuk
bertarung sama tetangga sebelah yang berisik. Mbok coba Suz Nex dihidupkan
lagi, disempurnakan-tapi tidak dibikin gambot-dan menggarap iklan dengan menggaet
bintang terkenal, seperti Lionel Messi. Atau dik Citra Skolastika, atau dik
Isyana Saraswati.
Kelemahan kelima adalah urusan melahap
lubang. Ban ukuran kecil memang enteng bin asyik. Melibas jalan tanah hingga
aspal, nikung cepet, masih anteng. Namun kena batunya ketika menghajar lubang yang gede. Ban
kecil langsung terbenam cukup dalam, menimbulkan efek kejut yang bisa menganggu
keseimbangan--termasuk hentakannya ke badan. Hiks. Satu-satunya yang melegakan, suspensi Suz Nex cukup meredam
guncangan.
Kelemahan keenam, adalah jaminan
tersedianya sparepart. Ketika mendengar Suz Nex disuntik mati, maka Suz
mengulang “kesalahan”. Gimana publik bisa ngefans kalau pabrikannya saja malah
ndak pede dengan desain sendiri. Masa harus pemilik Suz yang njelasin asyiknya
motor Suz. Orang Indonesia itu pengennya motor simpel, mudah suku cadang, harga
bersahabat, servis mudah dan cepat.
Kelemahan ketujuh, adalah harga jual.
Hebat kan, orang Indonesia. Mau beli motor saja sudah mikir harga jualnya. Tapi
itulah Indonesia. Pabrikan sebelah butuh puluhan tahun untuk membangun imej “harga
jual tinggi”, namun mereka mengimbangi dengan membangun tempat servis, promosi
gencar, dan kemudahan suku cadang. Muaranya ya harga jual. Memang ada anggapan
bahwa kalau beli Suzuki berarti untuk dipakai jangka panjang, bukan untuk
dijual. Atau siap jual dengan harga banting. Itu benar, tapi masa musti
mengamini pendapat tersebut sampai abad mendatang?
Kelemahan kedelapan, tampang Suz Nex tidak
terlihat gahar. Ini hasil permenungan sambalbawang. Jadi, ada sedikit
kesimpulan, orang zaman sekarang tidak mau desain yang kalem. Maunya cari yang
gahar. Celakanya Suz Nex bertampang imut seperti gadis pujaan hati sambalbawang
tatkala bersekolah di SMP deket rumah sakit Sardjito, Yogyakarta. Suz Nex ini,
mau dipandang dari sudut mana saja, ya kalem.
Nah sampailah pada kesimpulan. Nex adalah
matik imut, yang sebetulnya cocok untuk para cewek imut atau cowok kalem yang
tidak butuh motor sebagai wujud eksistensi. Motor ya alat transportasi, yang
syaratnya handal dan tidak rewel-an. Ini matik paling murah, hanya Rp 13 jutaan
(dua tahun lalu).. jadi paling bisa dijangkau isi kantong yang pas-pasan.
Apalahi seken-nya, kayaknya bisa terpangkas harga 50 persen.
Kalau ingin punya matik yang tidak sering
lihat mengaspal, ya Suz Nex ini bisa jadi jawaban. Kesampingkan saja kecemasan
akan kabar keterbatasan suku cadang, dan kendarai saja Suz Nex-mu. Pelintir
gas-nya, selap-selip-lah, ajak nikung-nikung dikit, dan jangan lupa cuci jika kotor
bodinya.