Yang pertama adalah Honda Kirana. Lahir di tahun 2002,
motor bebek 125 cc ini tak banyak terdengar kiprahnya. Malah langsung disuntik mati dua tahun kemudian.
Digadang-gadang “membantu” publik yang agak belum ngeh dengan kehadiran
Legenda, Kirana malah jeblok. Penasaran dengan Kirana? Berseluncur internet, ketemu deh tampang Kirana.
Penulis merasa Kirana muncul di saat yang rada nggak
tepat. Nongolnya Honda Kharisma, yang meski bentuknya rada wagu dan gambot,
segera mengganggu pasar Kirana. Honda terus berbenah. Desain
lanjutan Kharisma, yang dikasih nama Kharisma-X, yang tampilannya lebih asyik, langsung
mengoreksi kelemahan Kharisma.
Sementara Supra-X 125 yang hadir dengan bodi “kekinian”
di zamannya, secara tidak langsung ikut “menumpas” Kirana. Supra-X 125 yang
lahir 2004, awalnya dikonsep untuk kalangan lebih berduit. Namun pasar
merespons.
Ketika era motor sudah bergerak menuju desain yang tidak
lagi ramping, menuju futuristik, dan berlekuk sudut tajam, semua spesifikasi kuda
besi segera terkoreksi. Ban motor misalnya, ukuran depan dan belakang sudah
2.50-17/2.75-17. Ukuran ban motor lama yang mungil, 2.25-17/2.50-17, untuk menyangga tubuh mungil motor, sudah lewat.
Celakanya, Kirana malah muncul dengan ukuran ban yang
kecil tadi. Tatkala yang lain mulai melirik rem cakram, Kirana masih saja mengadopsi
tromol. Ditambah desain tampang dan perawakan yang seperti melorot, maka mesin berkubikasi lumayan-125 CC-pun, tak
sanggup menolong Kirana.
Banyak yang menyebut DNA Honda Grand gagal dititiskan ke
Kirana. Ada benarnya, sih. Namun penulis, alias saya ini, melihat Kirana sebagai merek transisi
Honda yang ingin segera beralih ke desain yang meninggalkan aura Grand, menuju
lebih sporty, tapi rada ragu.
Maka jadilah si-Kirana itu. Tapi bagaimana dengan
performanya? Penulis pernah beberapa kali minjem Kirana dari seorang kawan di
Klaten. Tarikannya enteng, larinya ngibrit ringan seperti tidak punya beban
utang. Motor ini asli, nyaman, dan menyenangkan. Pernah dibujuk untuk beli,
tapi penulis masih setia menyemplak Grand Impressa. Hihi.
##
Lanjut ke motor kedua adalah Yamaha Sigma. Doi muncul
sekitar tahun 94-98. Berkubikasi mesin 102 cc dan berjenis dua tak. Ingin
melanjutkan era keemasan Yamaha Alfa, pabrikan berlogo garputala ini agak lupa
bahwa dua tak sudah memasuki zaman senja di dunia perbebekan motor.
Kesampingkan dulu kompetitor. Di jajaran dua tak, Yamaha
punya jagoan lain, F1Z yang masih laris manis. F1Z berhasil sebagai suksesor
Force 1. Sementara di sebelah, ada
Suzuki Tornado yang berkubikasi 110 CC-dan ternyata menjadi raja dua tak yang terakhir
kali di belantika bebek kopling otomatis.
Yamaha memang cepat menyadari perubahan zaman, ketika
kemudian meluncurkan Yamaha Crypton, bebek 4 tak. Crypton nggak terlalu sukses,
tapi sukses “menidurkan” Sigma, yang notabene satu pabrikan. Tetangga sebelah,
Honda, juga mulai menemukan formula ampuh, di tubuh Supra. Cerita Sigma pun
tamat.
Sungguh sulit menemukan Sigma yang masih mengaspal.
Setahu penulis, saat Sigma kudunya jaya, era 96-98, juga satu kawan yang
menyemplaknya ke kampus. Apa mau dikata, Sigma gagal sebagai suksesor Alfa.
Mereka yang pernah merasakan kedasyatan Alfa, sepertinya bakal sepakat dengan
penulis.Penasaran pengen lihat kayak apa Sigma. Mbah google menemukannya, makasih yang mengupload foto ini:
Apakah Sigma produk gagal, penulis tidak bisa mengatakan
demikian. Perkara agak memble di tanjakan, Sigma iya. Desain kurang yaksip, yoi. Namun secara kenyamanan
berkendara dan tarikan awal yang responsif, Sigma tidak buruk. Letupan suara
knalpotnya pun lebih merdu dan kalem ketimbang bebek dua tak Yamaha sebelumnya.
Penulis pernah menjajal Sigma beberapa kali. Bukan milik
sendiri, tapi milik temen cewek yang raut wajahnya manis, berambut panjang,
berlesung pipit, dan tertawanya renyah. Sudah, ah, skip...skip, bikin teringat
masa lalu saja. Yang pasti Sigma adik ini, terawat bener, jadi saya bisa
menggambarkan kalau Sigma masih mewarisi kekhasan Alfa, meski urusan speed,
harus angkat tangan. Menangnya di suspensi doank dan konsumsi BBM.
###
Motor yang ketiga, hehe, dari paguyuban genk ijo.
Kawasaki memang jago bikin motor sport tetapi kurang jeli menggarap para bebek.
ZX-130 adalah buktinya. Kehadirannya tahun 2005 lalu sebetulnya mengundang
decak kagum. Desainnya swear beda dari bebek lain, tetapi para bebek, eh,
publik, malah dibikin kaget, ketimbang kagum. Ini dia profilnya, masih mencomot dari internet.
Mesin 130 CC menjadikan Kawak (Kawasaki) ini unggul atas bebek lain yang baru bermain di kolam berdimensi 125 CC. Kawak ini tanki besinnya di depan, jadi tidak perlu turun jok ketika mampir di SPBU. Bener-bener di depan. Kalau mau buka tutup tangki, maka sepenggal tedeng plastik di bawah lampu, akan turun. Karena plat nomer depan nempek di tedeng sepengal ini, maka plat pun ikut melorot turun. Bensin pun ditengak dari “kerongkongan” langsung. Fitur menarik, tapi tidak penting-penting amat. Malah jadi kagok.
Menyoal bentuk dari samping, sebetulnya tidak fatal. Namun ketika
duduk di atas jok, baru terasa fatalnya. Panel-panel terlalu ramai, seperti
lampu indikator penunjuk posisi persneling. Tiga bagian bundar di panel,
penanda kecepatan, stok bensin, dan RPM, dibikin nyaris sama gede, sehingga
mengokupasi ruang. Bagian anjungan, daerah tebeng hingga leher belakang, terasa
gambot, sebagai kompensasi untuk tangki.
Ketika Kawak ini muncul, seingat saya-semoga betul-Suzuki
masih punya jagoan Shogun. Jangan lupakan pula Supra-X dan Jupiter MX, yang
desainnya sangat kawula muda. Supra-X menyempurnakan Supra, Jupiter MX menemani
Jupiter Z dan memberi opsi. Kawak ZX-130 pun terkapar. Entah mengapa. Tapi saya
inget, Kawak ini dulu tidak kencang promosinya. Mungkin itu juga penyebab.
Mungkin.
Nah, kalau ditanya performa, ZX-130 sebenarnya tidak
terlalu mengecewakan. Penulis pernah nyicip ni motor beberapa kali. Nyaman, antep, anteng khas Kawasaki. Namun urusan
tenaga, sepertinya penulis lebih memilih Supra-X. Overall,
secara desain, Kawak yang ini tidak masuk dalam selera mayoritas bikers Tanah
Air.
###
Nah, yang terakhir, adalah dari pabrikan Suzi Suzuki.
Dari beberapa produk yang jeblok di pasaran, penulis memilih Arashi. Ini juga
bebek yang tidak bisa berenang, tapi larinya asyik. Tapi sayang kesalip mulu sama
tetangga sebelah. Nah, apa itu Arashi? Teringkat celetukan seorang teman
beberapa tahun silam. Nah.
Penulis ngefans berat sama Shogun’s family yang seksi. Kemunculan
New Shogun 110 dan New Shogun 125, pun, masih oke. Namun mendadak, para bebek Shogun
di nina-bobok-kan, seiring Arashi dilahirkan tahun 2006. Beberapa orang bilang
Arashi hanya ganti baju, karena masih mencomot mesin New Shogun 125.
Desain mas Arashi sebenarnya futuristik. Namun nampaknya
saat itu publik malah terkaget-kaget. Rada persis kondisinya ketika Kawak
melempar ZX-130, meski Arashi masih rada “diterima”. Setidaknya Arashi tidak
menggendong tangki bensin di depan. Desainnya pun tajam, dengan knalpot “tabung
silinder” dipasang miring ke belakang-atas. Ah mengingatkan pada Revo yang
diluncurkan dua tahun kemudian. Dari internet, dapet deh, wajah Arashi.
Arashi muncul dalam dua tampang, Arashi 125 dan Arashi
125 R. Yang satu standar berkopling otomatis, satunya lagi berkopling manual. Keren,
bukan? Arashi memang mencomot basis mesin Shogun, tapi penulis merasa tarikan
gas Arashi lebih ringan. Enak buat balapan-pemula. Oh ya sekadar catatan, penulis
baru sekali mencicip bebek sport ini. Rada lupa kesan yang tertangkap, namun
masih agak teringat gasnya mudah dipelintir, dan suspensinya empuk. Khas
suzi-lah.
Arashi dipensiunkan 2009, tanpa sempat mengecap kue
penjualan yang manis. Setumpuk bebek yang berlompatan di era hidup Arashi,
tidak memberi ruang. Desain yang futuristik meski tidak mengadopsi banyak sisi
tajam-tegas, malah kurang mendapat sambutan. Arashi sebenarnya dicipta sebagai
bebek yang setingkat di atas Shogun, tapi apa daya, publik terlancur cinte
matek sama Shogun. Terutama model lawasnya.
Sejauh ini, khususnya di Balikpapan, penulis sangat jarang
melihat Arashi berseliweran.Sedikit kesimpulan, Arashi secara performa cukup
oke, namun entah mengapa gagal di pasaran. Apakah itu tentang promosi dan after
sales? Ah biarkan para petinggi Suzuki yang menjawabnya. Ssst jangan salah,
penulis pun termasuk fans Suzuki, karena terbukti memilih untuk memelihara Nex.
Khusus terakhir ini, ntar penulis bahas di tulisan selanjutnya.
Kembali ke topik, apakah hanya empat motor ini yang terhitung jeblok di pasaran padahal oke, sepertinya tidak. Masih ada beberapa jenis bebek yang juga kurang cihui, namun empat dulu yang penulis paparkan.
Kembali ke topik, apakah hanya empat motor ini yang terhitung jeblok di pasaran padahal oke, sepertinya tidak. Masih ada beberapa jenis bebek yang juga kurang cihui, namun empat dulu yang penulis paparkan.
BACA JUGA
APA KABAR SUZUKI
SUZUKI NEX LINCAH DAN IRIT
ZUNDAPP LAMBRETTA JAWA CB200 NONGOL DI PAMERAN MACI BALIKPAPAN
FORD LASER SONIC - BALADA FORDI 1
BANYAK MOTOR SEDIKIT MEREK, SEDIKIT MOBIL BANYAK MEREK
7 MOTOR BEBEK TERBAIK SEPANJANG MASA
HOMPIMPA ALAIUM GAMBRENG UNYIL KUCING
AKU DI BELAKANGMU, TIGER WONG
LILAC, SEPENGGAL CERITA TENTANG PASSION BERMUSIK
Suzuki Arashi motor keren tuh
BalasHapusdulu pernah "punya" yang versi kopling. rasanya agak aneh karena velgnya jari kayak motor murahan tapi body depan udah keren. Eh sekitaran 2008 keluar versi velg racing yang rasa kerennya baru kelihatan... sayang telat, orang udah terlanjur mencap arashi motor jelek. makanya nggak laku...
Yamaha sigma sebenarnya motor yg nyaman. Kayak menampilkan versi akhir alfa scr smooth. Cuman ya speed sigma gak segahar alfa
BalasHapus