Minggu, 30 Oktober 2016

HONDA REVO 110 CC, ENGGAK POWERFUL, TETAPI NYAMAN DAN KEREN

Dari sekian varian yang dilahirkan Honda di Indonesia, Revo adalah bebek terakhir yang  mengusung kubikasi 100 cc. Pertama muncul tahun 2008, Revo sebenarnya sudah “kalah” dengan bebek pabrikan sebelah yang duluan menganut mesin 110 cc.

Revo tertolong karena desain yang keren. Bisa dibilang, Revo pionir dalam hal desain yang menganut “runcing” dan lekukan bodi yang tajam. Bahkan, sepertinya Revo adalah bebek 100 CC dengan desain terbaik.

Bodi depan yang “tegas”, headlamp depan yang “menukik”, lampu belakang yang runcing, tampilan samping yang mungil-sporty, dan penampakan buritan secara keseluruhan yang proporsional, menjadi nilai plus Revo. Begini tampang Revo:




Knalpot ala racing dengan bunyi dentumannya yang khas tetapi tidak memekakkan telingan, ditambah sudut kemiringan yang pas, menjadi milik Revo. Bebek-bebek lain, mah, sepertinya “lewat” dalam segi desain knalpot. Juga soal pelek racing, Revo adalah terobosan awal bebek Honda yang sukses.

Bagian panel yang berisi spedometer, odometer, indikator bahan bakar, hingga lampu sein, terbungkus dalam wadah yang pas. Tidak kebesaran. Desain mesin, bahkan pijakan kaki, dan bentuk jok, Revo yang hanya diproduksi tahun 2007-2010 ini, good looking.

Sambalbawang memelihara Revo keluaran 2008, sampai sekarang. Dirawat secara benar dan hanya diperkenankan meminum pertalite dan sesekali pertamax. Sebelumnya, Revo sambalbawang minum oplosan bensin dan pertamax.

Sedikit banyak paham, bagaimana karakter motor satu ini yang akan dikupas satu demi satu. Oke mari kita mulai dari tampilan. Secara umum, bagus. Jika desain motor terbagus dinilai 10, bolehlah Revo ini saya beri angka 8,5.

Untuk mesin, Revo terbilang standar. Kubikasi 100 cc kelewat kecil. Bore x stroke (diamter silinder dan jarak piston bergerak maju mundur) adalah 50 mm x 49,5 mm yang berarti torsi dan power merata di setiap putaran. Sudah terbaca bahwa akselerasinya lambat.

Torsi adalah gaya rotasi (tenaga) untuk memutar roda yang didapat dari ledakan di dapur pacu mesin. Torsi hanya berperan di putaran bawah, saat roda menggelinding dari posisi diam. Ketika motor mulai melesat, barulah kita ngomong power (tenaga). Gampangnya gini, torsi berperan di akselerasi awal, sementara power berkaitan dengan kekuatan mesin meraih kecepatan puncak (top speed).

Kembali ke Revo,  akselerasi lambat ini memang jadi kelemahan. Karakter mesinnya yang lambat panas, juga menyebabkan Revo ini nggak galak saat mesin masih dingin. Jangan berharap Revo bisa dipancal ngebut jika mesinnya hanya dipanasin semenit.

Tapi kalau sudah panas mesinnya, Revo cukup garang saat dibawa lari di atas 60 km per jam. Kalau ngomong top speed, sambalbawang pernah membukukan hingga 90 km per jam di trek lurus yang rada turun dikit. Namun sesungguhnya, mencapai top speed 80 km per jam pun, sudah cukup susah.

Namun, memang itulah Revo. Dicipta bukan untuk ngebut, tapi untuk digeber santai. Agar yang lain denger suara knalpotnya yang cukup merdu. Agar yang lain lihat bodi Revo yang ramping, seramping pramugari.  Juga agar orang lihat setangnya yang runcing rada-rada berasa racing, hehe.

Bodi yang ramping-kurus-membuat Revo saat ngebut, agak mudah “tertiup” saat berpapasan dengan kendaraan gede. Ini mungkin juga pengaruh suspensi yang rada kelewat empuk. Tapi empuknya suspensi ini yang bikin jalanan tidak rata, masih cukup nyaman dilibas.

Ground clearance Revo sebenarnya cukup tinggi, tapi karena suspensi yang terlalu empuk tadi, maka polisi tidur yang dilintasi mendadak, tetap bisa jadi sedikit “bencana”. Mesin bagian bawah pasti ngesun aspal.

Urusan handling, Revo 2007-2009 termasuk lumayan. Perpindahan gigi, sambalbawang rasa cukup, tidak istimewa. Oper ke gigi 1, mungkin agak nyendal, tapi selebihnya oke-oke saja. Lanjut ke kualitas pengereman, cukup baik, meski dengan catatan rem belakang yang sudah tipis kanvasnya, akan memberi efek nggak enak.

Dari sisi ergonomis, Revo lumayan. Tidak terlalu pegal jika menempuh jarak jauh. Posisi boncenger juga “manusiawi” meski rada melorot.  Secara garis besar, Revo adalah tipikal motor bebek untuk rute yang bisa dekat bisa jauh.

Menimbang konsumsi BBM, Revo termasuk boros meski masih borosan Supra Fit 100 cc keluaran 2005-2008. Sambalbawang nggak pernah ngitung sih, tapi jelas, satu liter (pertalite) hanya sanggup membawa kendaraan sejauh 30-35 km. Semoga itungan ini cukup sahih. Kalau salah, ya maaf. Hehe.

Kalau menyoal kelemahan, kekuatan mesin memang jadi nilai minus. Supra Fit pun masih lebih gahar tenaganya ketimbang Revo generasi awal ini. Material plastik Revo, sepertinya juga lebih mudah “berisik” jika tidak tersekrup sempurna.

Namun dari semua itu, yang mengganggu adalah tebeng Revo yang menganggu saat harus mengganti busi. Dengan pengait di bawah mesin, yang menyatu dengan tebeng, urusan ganti busi bisa rumut dan menjengkelkan.

Kaitan bawah ini mesti dicopot agar tebeng bisa cukup diangkat, supaya tangan leluasa meletakkan dan memutar kunci busi. Saking repotnya, sambalbawang akhirnya memutuskan untuk melepas kaitan bawah ini. Gantinya, diiket pakai tali rafia.

Satu hal yang unik, tapi tidak penting adalah, Revo ini termasuk sangat sangat jarang mejeng di showroom motor bekas. Setidaknya itu tergambar di Balikpapan. Belum ada penjelasan ilmiah tentang ini. Tapi sebagai pemilik Revo, sambalbawang merasa agak berat melepas kuda besi satu ini.

Terlepas dari sejarahnya, sebagai motor pertama yang dibeli secara kredit oleh saudara bojo, Revo ini juga tak pernah berulah. Paling hanya ganti busi jika mesin susah dinyalakan. Tapi kalau ada yang nawar harga tinggi, mungkin Revo ini akan sambalbawang lego. Hahahahaha.
BACA JUGA :  TENTANG HONDA (3) INILAH STAR'S FAMILY

Minggu, 23 Oktober 2016

"SUAP" NANGKA DARI MAMA

Nangka selalu menjadi buah favorit sambalbawang. Namun agak jarang melirik, mengingat di pasar sini berjubel aneka buah yang enak-seperti nanas, pisang, hingga duren. Dalam setahun, bisa dihitung jari membeli nangka.

Siang itu, rasanya tidak bisa menolak pesona si nangka. Seorang nenek yang bersimpuh di depan pintu Pasar Klandasan, Balikpapan, dengan beberapa kantong plastik berisi nangka. Ada yang berwarna kuning, ada yang agak oranye.

"Coba dulu," begitu tawaran si nenek ini. Telanjur mampir melihat lapaknya, satu nangka pun sambalbawang ambil dan dicicip. Ah. Manis. Oke bungkus, tapi satu saja. Si nenek menerima dengan riang uang Rp 15.000.

Hanya sehari nangkanya habis. Pada potongan terakhir, mendadak teringat kisah masa lalu. Saat masih duduk di bangku TK. Masa di mana nangka menjadi alat suap bagi sambalbawang agar nurut nemenin mamah ke pasar.

Karena kakak bersekolah di SD, dan mamah bertugas antarjemput memakai kaki, maka posisi sambalbawang serba "terjepit". Nggak mungkin lah mamah menjemput sambalbawang, lalu balik ke rumah, dan kembali ke sekolah kakak.

Imbasnya, mamah menjemput sambalbawang dulu, dan menghabiskan sekian puluh menit menemani mamah ke pasar atau urusan macam-macam. Dan mamah tahu persis bagaimana anaknya ini ditaklukkan. Dengan apa? Nangka.

Untuk membujuk sambalbawang agar berangkat ke sekolah (TK) memang harus dengan teh kotak dan Chiki. Maka untuk membuat sambalbawang tidak rewel setelah sekolah, nangka yang paling efektif. Entah mengapa, memang demikian.

Jadilah suap nangka ini terjadi hampir tiap hari. Sambalbawang ingat punya dua penjual nangka favorit di Pasar Ngasem, Yogyakarta. Yang satu di dalam pasar, satunya lagi mangkal di tangga pasar. Satu bungkus nangka, kalau tidak salah Rp 200.

Kalau sudah ketemal-ketemil makan nangka, berjalan seberapa jauh pun, tak masalah. Namanya saja masih kecil, sambalbawang tidak pernah tahu betapa harga nangka segitu, sebenarnya sudah cukup berat bagi kondisi keuangan keluarga kami.

Selepas motor satu-satunya dijual demi biaya sekolah kakak-kakak, maka mamah yang jadi "ojek" kaki bagi anak-anak. Dalam sehari mamah berjalan cukup jauh, mungkin bisa 5 km. Mengantar saya dan kakak ke sekolah yang berbeda, menunggu, dan menjemput.  

Sejak TK sampai SD kelas sekian, lah, aktivitas itu. Maksudnya jajan nangka ini.  Tapi sepertinya, bagi mamah, membelikan sebungkus nangka untuk sambalbawang adalah pilihan terbaik. Daripada anak bungsunya ini rewel sepanjang hari dan bikin onar di rumah.

Dan, sebetulnya, cukup murah tuh, suap nangka ini. Meski kadang di sore hari ada es dung-dung lewat, ya diembat. Hehe. Tapi terlepas dari fakta murahnya nangka ini, ternyata ada hal positif. Apa itu? Sambalbawang tidak canggung masuk pasar untuk belanja.

Hari ini sambalbawang menelepon mamah, dua kali. "Ada apa ya," kata mamah. "Oh nggak, mah. nggak ada apa-apa. Hanya kangen," sahut sambalbawang. "Mah, Adi minta uang," kata sambalbawang. Dijawab dengan ketawa di seberang.

"Adi minta doa restu saja ya, mah"
"Pasti. Mama setiap hari berdoa untukmu.."



BACA JUGA ARTIKEL LAINNYA :
THE AQUARIAN ?






Jumat, 21 Oktober 2016

TEH vs KOPI

Tidak bisa. Sungguh. Minuman teh, bagi sambalbawang, tidak bisa ditandingkan dengan kopi. Penggemar kopi tidak berhak menyebut teh adalah minuman kelas dua. Penikmat teh juga tidak berhak menuding kopi bukan minuman enak. Teh dan kopi, keduanya sama kasta.

Teh adalah minuman terenak di muka bumi. Dedaunan dan batang-batang teh melebur dalam air yang akhirnya menjadikannya berwarna coklat bening. Ditambah harum melati, terciptalah teh enak nan eksotis. Ada rasa mantap, kental, dan sepet di sana. Soal gula adalah selera personal. Meski teh nasgitel adalah yang tersahih bagi sebagian orang.

Kopi juga minuman terenak di muka bumi. Biji kopi yang sudah dihaluskan, kala dituang air panas, akan menguarkan aroma dan rasa pahit yang bakal bikin ketagihan. Bolehlah ditambah gula atau susu kental manis untuk "melembutkan". Atau biarkan saja kopi tersaji pahit, bahkan benar-benar pahit, karena itulah kegarangan dari kopi.

Kopi memang terasa nikmat diseruput tiap hari. Sambalbawang sebenarnya lebih terbiasa menyeruput teh ketimbang kopi, karena itulah kebiasaan sejak kecil. Namun juga menyukai kopi. Dan kala sekian hari menyeduh teh, kecintaan akan kopi tidak berkurang. Sambalbawang yang lahir dari keluarga peminum teh, kini. atau tepatnya sejak tahun 2013, juga menjadi penikmat kopi. Kopi yang "serius" tentunya. Bukan kopi sachet.

Dan tentunya lagi, hanya teh "serius" yang juga memberi kegembiraaan bagi sambalbawang. Teh dan kopi memang tercipta untuk menggembirakan manusia, meleburkan sekat-sekat kala mereka terhidang di atas meja. Sebagai bahasa pergaulan? Mungkin saja...

Jika ada perbedaan antara kopi dan teh, barangkali hanya soal harga dan bagaimana disajikan. Ada kopi yang harganya mihil bingits. Namun ada juga teh yang juga muahaal. Ada kopi sasetan disajikan warung pinggir jalan seharga Rp 5.000 dan tidak enak. Ada teh di kafe besar yang juga hanya teh celup.

Jadi, jangan bandingkan kedua minuman favorit sambalbawang ini. Keduanya minuman istimewa.

baca juga :
TEH NASGITEL PET
KOKORO NO TOMO
1O BREGADA KERATON YOGYAKARTA YANG KEREN
BASA WALIKAN
MAMMA MIA ! HERE WE GO AGAIN, ABBA AGAIN
MENGAPA HARUS NGEBLOG

Rabu, 05 Oktober 2016

KOKORO NO TOMO

" Anata kara kurushi mi o ubaeta sono toki
Watashi nimo ikite yuku, yuki nga wa ite kuru
Anata to de au made wa kodoku nasasurati bito
Sono te no nukumori o kanji sasete

Ai wa itsumo rarabai, tabi ni tsukareta toki
Tada kokoro no tomo to watashi o yonde

Shinjiau kokoro sae doko ka ni wasurete
Hito wa naze sungita hi no shiawase oikakeru
Shizuka ni mabuta tojite kokoto no doa o hiraki
Watashi o tsukandara namida fuite

Ai wa itsumo rarabai, anata ga yowai toki
Tada kokoro no tomo to watashi o yonde

Ai wa itsumo rarabai, tabi ni tsukareta toki
Tada kokoro no tomo to watashi o yonde "


Lirik di atas--yang sambalbawang comot dari internet karena enggak faham-adalah lagu Jepang yang barangkali paling populer di Indonesia sampai saat ini. "Kokoro no tomo", judulnya, menjadi hits di era 80-an. Dinyanyikan oleh Mayumi Itsuwa.

Si mbak ini juga yang melantunkan "Amayadori", yang kepopulerannya satu strip di bawah Kokoro no tomo-semoga bener nulisnya. Gegara nemukan kaset berisi kompilasi lagu hits era itu, dan ada lagu ini, sambalbawang jadi hapal. Sejak SMP, malah.

Enggak sempat dipilih Warkop sebagai lagu yang diplesetkan-lantaran milihnya Sukiyaki menjadi Nyanyian Kode- Kokoro no tomo,justru yang paling berkesan. Enggak tahu artinya, pokoknya suka.

Baru beberapa tahun lalu, sambalbawang iseng mencari arti lirik lagu ini. Meminta bantuan mbah Gugel, dan ketemulah.Ternyata memang tidak jauh-jauh amat dengan penggalan sebuah kisah di masa lalu. Ah.

Skip-skip. Enggak usah ditanya juga berapa lama menghapal liriknya. Intinya, lagu ini, syahdu. Mau dibilang melow, boleh. Mau dikategorikan romantis, ya boleh. Kokoro no tomo artinya teman hati (semoga bener). Nah, bener, kan, melow. 

Namun, bukan masa lalu yang menyeret sambalbawang menggandrungi lagu ini. Namun karena inilah lagu Jepang pertama yang sambalbawang kenal dan syukurlah, hapal. Padahal zaman berganti, dan lagu Jepang makin banyak.

Tapi entah mengapa, ini lagu tetap terasa asyik, meski sudah berumur 30 tahun lebih. Coba saja ndengerin. Tambah menarik kalau tahu arti liriknya, dan inilah dia :

" Saat itu mampu kulepaskan kepedihan dari hatimu
Semangatku pun bergelora menapaki jalan hidup ini
Sebelum berjumpa denganmu, kesepian aku berkelana
Biar kurasakan hangatnya jemarimu
Cinta senantiasa meninabobokan
Tatkala lelah dalam perjalanan
Ingatlah diriku sebagai teman hati
Bahkan hati yang saling percaya terlupa entah di mana
Mengapa orang-orang mengejar kebahagiaan yang telah berlalu
Pejamkan matamu perlahan dan singkapkan jendela hatimu
Raih tanganku dan usap air matamu
Cinta senantiasa meninabobokan
Ketika lelah dalam perjalanan
Ingatlah diriku sebagai teman hati
Cinta senantiasa meninabobokan
Tatkala lelah dalam perjalanan
Ingatlah diriku sebagai teman hati "


HOMPIMPA ALAIUM GAMBRENG UNYIL KUCING
HANACARAKA AKSARA JAWA YANG INDAH
TEH NASGITEL PET
BASA WALIKAN
KILAUMU BAGAIKAN MUTIARA
MENGAPA HARUS NGEBLOG
BLOGER BALIKPAPAN RAYAKAN HARI BLOGER NASIONAL 2019