Rabu, 20 Juli 2016

NABRAK MAKHLUK MANIS DI LAPANGAN (CERPEN-7)

Lucunya, aku mendadak mengingatmu. Setelah sekian tahun, dan sederet peristiwa terlewati. Tiba-tiba aku ingin mengingat senyum renyah, dan cekung lesung pipitmu. Juga dua bola mata sebulat kelereng, dan deretan gigi nan rapi di balik kawat gigi.

Menjelang malam, aku bertandang ke rumahmu. Berjalan kaki, menenteng raket bulutangkis, dan botol air minum. Kamu-dan adikmu yang sering menganggu itu-telah menantiku di teras rumah. Seperti biasa, ini malah kita, bukan?

Aku dan kamu melangkah memasuki lapangan. Ganda campuran, begitulah konsep kerja sama aku dan kamu. Di dunia kita, banyak ganda lawan yang sudah kita kalahkan, bukan? Tapi tanding antar teman begini, tak ada medalinya.

Aku selalu menantikan laga. Dan aku suka bisikanmu.  "Jangan biarkan mereka menang," katamu dengan muka serius, yang jujur saja, lebih terlihat jenakanya. "Kalau menang, aku pinjem buku ceritamu, ya," jawabku. Dia menyahut, "Beres.."

Lengan mungilmu keras mengayun. Langkah kakimu mengejar ke mana arah laju bola kok. Ah, aku suka mendengar lepas tawamu saat lawan tak sanggup mengembalikan bola. Dan aku suka melihat peluh deras berjatuhan dari dagumu.

Kadang, aku menunggu senyum kikukmu saat beradu pandang. Aku pun masih ingat bau keringatmu. Dan aku mengingat raut sebal wajahmu ketika bapakmu menjemput karena jam jarum telah menunjuk angka 12 malam.

Hei, kita beberapa kali bertabrakan gara-gara memburu laju bola. Cukup keras benturan itu, sampai membuat tubuh mungilmu terpelanting dan jatuh. Dan aku selalu mengulurkan tangan, membantumu bangkit. Pipimu pasti memerah saat itu.

Aku tertawa terbahak-bahak malam ini. Dua puluh tahun setelah kita memutuskan gantung raket, tanpa pernah melangkah bersama.Aku yakin kamu pun terbahak-bahak di sana.


BACA JUGA ARTIKEL LAIN :
THE AQUARIAN ?


Senin, 11 Juli 2016

HOMPIMPA ALAIUM GAMBRENG... UNYIL KUCING !!!

Anak-anak jaman dulu berhutang banyak dengan sosok ini. Drs Suyadi alias Pak Raden. Tanpa dia, tidak akan ada film boneka si Unyil, yang memaksa kita duduk manis setiap Minggu pukul 08.00 di depan TV.  Selama 30 menit, Unyil sebagai tokoh utama, bersama Ucrit, Melani, Cuplis, Usrok, bergantian mengisi kecerian di pagi hari.

Pak Raden, Pak Ogah dan tandem sejatinya yakni Pak Ableh, juga Bu Bariah, pun, tak ketinggalan muncul. Ada juga Kinoy, adiknya Unyil, serta Bun Bun, adiknya Melani. Mereka tinggal di Desa Sukamaju. Hidup berdampingan dengan damai, ceria, meski kadang ada kejadian. Komplet juga dengan hutan, dan para satwanya. Ah.

Pak Raden itu galak, tapi kami mencintainya. Pak Raden marah-marah ketika Unyil dan Ucrit sembunyi di pagar tanaman depan rumahnya. Unyil dan Ucrit diusir. Pak Raden juga malah “ngasih tahu” penjahat ke mana arah larinya Unyil dan Ucrit. Tapi Pak Raden nggak salah. Malah, Pak Raden itu sebenarnya orang baik.

Pak Raden, eh, Pak Suyadi lah yang mengkreasi film boneka yang ngetop di awal 80 itu. Dia secara “halus” menyematkan nilai toleransi, dan nilai positif lainnya, dalam kesederhanaan jalan cerita si Unyil. Coba simak salah satu judul film ini “Pengorbanan Seorang Ibu”, misalnya.

Adegan diawali dari Unyil yang tengah menunggu Ucrit yang sedang sembahyang di gereja. Ah di latar belakang sana, ada bangunan gereja. Mereka berdua hendak bermain. Agenda wajib anak-anak jaman dulu. Nggak ikut main, nggak keren,lah. 

(nb: ini gambar nyomot dari internet..)

Datanglah Usrok, yang lalu diajak Unyil. Usrok sih oke-oke saja. Namun Usrok yang sedang repot bawa belanjaan ini, mesti pulang ke rumah dulu. Unyil sontak meledek, katanya, “Kok kayak perempuan, pakai belanja,”. Usrok menjawab, “Ah ya enggak, ini kan bantu ibu,”.

Sampai segini, dasyat kan makna obrolan ringan itu. Lanjut ke cerita. Ucrit sudah pulang dari gereja, dan bersama Unyil nyampiri Usrok. Tapi Usrok lagi disuruh ibunya menyapu halaman sampai bersih. “Kebersihan itu untuk dirimu dan lingkungan. Rumah ini kita dapat dengan susah payah,” kata ibu Usrok. Secara sambalbawang "kenyang" ngontrak rumah, ini nasehat nan bijak. Setuju !

Nah, karena permainan harus ada Usrok agar seru, maka solusi yang diambil Unyil dan Ucrit adalah.....membantu Usrok menyapu agar cepat selesai. Muaranya, biar Usrok diizinkan ibunya untuk bermain. “Wah gawat ni, kalau begitu kita bantu nyapu,” ujar Unyil. Keren kan, solusinya. Apapun dilakukan demi bisa main bareng. Ini khas anak zaman dulu, hihi.

Ketika Usrok lagi kena jaga dalam permainan, Unyil dan Ucrit segera lari sembunyi. Celakanya mereka ini sembunyi (tapi ribut) di rerimbunan pagar tanaman rumah pak Raden, yang tentu saja langsung diusir si empunya rumah. “Apa ini rame-rame kayak pasar. Pergi,” hardik Pak Raden, yang lalu dijawab Unyil dan Ucrit sembari ketawa. “Mana tahaaan...”. 

Akhirnya ketemu juga rerimbunan ideal tempat ngumpet. Saat sembunyi itulah, seorang kakek lewat sembari bernyanyi “Walang Kekek”. Si kakek nggak nyadar dompetnya jatuh. Unyil spontan mengambil dan berseru kalau uangnya cukup banyak, bisa untuk jajan. Tapi Ucrit spontan mengingatkan, “Jangan, Nyil. Itu tidak baik. Kasian kakek.Siapa tahu uangnya untuk anak dan cucunya. Yuk kita kembalikan,”.

Di bagian lain, si kakek mulai panik lantaran dompetnya raib. “We lha, mati aku. Sing jenenge dompet ki endi parane (wah mati aku. Yang namanya dompet, di mana)” kata kakek. Untunglah dia lantas ketemu pak hansip, yang segera membantu mencarikan.

Sementara itu, di sudut kampung, Unyil dan Ucrit disergap seorang perampok yang ternyata juga melihat kala dompet kakek itu saat terjatuh. Ucrit yang apes, ketangkap, Sedangkan Unyil berhasil kabur tunggang langgang, dengan membawa dompet itu. Unyil akhirnya bersua pak hansip dan si kakek. Pak hansip pun sigap bertindak.

Adegan berikut, si kakek ingin memberi sedikit uang ke Unyil cs, karena nemukan dompetnya. Tapi Unyil menolak. Hebat, kan? Nah, singkat cerita, di hari lain, Unyil bersama Usrok dan Ucrit sengaja main ke rumah si kakek tersebut. Mereka disambut gembira. “Ini cucuku yang jujur, yang ngembalikan dompet,” kata kakek.

Tiga sekawan kecil ini lalu pamit, tapi ditahan. Si kakek menawarkan untuk mendongeng dan tentu saja itu tak bisa ditolak. Anak-anak gitu, lho. Dengar ada yang mau ndongeng, sakau, deh. Nah, sebelum si kakek mendongeng, dia masuk dulu rumah untuk mematikan kompor (yang tentu masih minyak tanah). Mau tahu celetukan si kakek gimana. Gini: “Sayang minyaknya. Penghematan energi,”. Kalau dipanjangkan, itu penghematan minyak tanah. Hihi. 

Lanjut. Tiga sekawan ini lalu ngobrol-ngobrol iseng, “Rupanya kakek sudah tidak punya nenek,”.. “Gampang, nenek yang tinggal di pinggir hutan, kita berikan saja ke kakek ini,”... “Hus ngawur...”. Mereka pun cekikikan. Untung saja, si kakek nggak denger.

Nah, balik lagi ke kakek itu. Dongeng pun dimulai, Kisahnya tentang seorang anak nakal, yang tinggal di tepi hutan bersama ibunya. Sang ayah sudah tiada. Si anak yang bernama Atu ini, hobi berburu, dan bangga setiap pulang menenteng buruannya. Demikian pula hari itu, ia menyumpit anak kera. Kelakuan Atu, bikin ibunya sedih.

Sementara itu, jauh di dalam hutan, induk rusa, induk kelinci dan induk kera tengah berkumpul dan ngobrol. Mereka membahas tabiat Atu yang sudah menghabisi nyawa anak-anak mereka. “Hutang garam bayar garam. Hutang jiwa bayar jiwa,” begitu kata induk kera. 

Lalu ketiga satwa ini bertemu ibunya Atu. Mereka menyampaikan hal itu. Ibunya Atu pun sedih. “Anakku jangan diapa-apakan. Sebagi gantinya, ambillah nyawaku sekarang juga,” kata si ibu yang turut larut dalam kesedihan para induk satwa.

Namun para induk satwa itu, tidak mau. Sesampainya di rumah, ibu menasehati Atu.. “Membunuh binatang adalah perbuatan sangat berdosa. Binatang itu memiliki perasaan seperti kita. Mereka akan bersedih bila anak mereka ada yang membunuh....” Busyet.. Daleeeem....

Ah, rasanya sekian dulu sekilas ceritanya. Versi lengkap silakan pemirsa cari sendiri di belantara youtube. Filmnya cepet kok, tidak sampai 20 menit. Tapi banyak makna tersurat dan tersirat... Hm. sambalbawang coba mendeskripsikan, jadi segini nih:.

- Hormat kepada ibu dan kakek
- Setia kawan
- Jujur
- Toleransi beragama
- Bertanggung jawab
- Sayang binatang
- Kepolosan anak-anak
- Yang jahat selalu kalah
- Penghematan energi
- Anak cowok tidak gengsi belanj ke pasar...

Kesimpulannya, terima kasih ya (alm) Pak Raden.. Kamu memang top se-top-top-nya..
Hompimpa, alaium gambreng... Unyil kucing !!!

Ehm.. sekadar catatan, "hompimpa, alaium gambreng" itu, setelah sambalbawang baca di sekian alamat, berarti: "Dari Tuhan kembali ke Tuhan, Mari kita bermain".
Buseet, kan.. Daleeeem....


BACA JUGA
BAHASA JAWA (1) BAHASA YANG (MUNGKIN) TERUMIT
GATOTKACA TAK HANYA OTOT KAWAT BALUNG WESI
LILAC SEPENGGAL CERITA TENTANG PASSION BERMUSIK
JURASSIC WORLD VS JURASSIC PARK
AKU DI BELAKANGMU, TIGER
MAMMA MIA HERE WE GO AGAIN, ABBA AGAIN
LEBIH BAIK NAIK VESPA