Rabu, 21 Januari 2015

MENANG

MENANG

Sekian detak waktu yang silam
Kuhampiri dia dalam keheningannya
Mencoba menyapa, di suatu senja yang patah
Mengais sejumput senyum nan manis

Sekian hari berlalu cepat tanpa terhitung
Entah berapa sering mimpi terentang
Dan selalu mendapat senyum yang manis
Namun senantiasa terasa pahit menyentak

Tidak ada yang berawal, tidak ada yang selesai
Begitu katamu, dalam suatu percakapan yang garing
Seketika membuatku terdiam
Mencari jawabannya di sela-sela waktu yang memburu
Berharap menemukan pembenaran sesaat

Ini adalah tentang aku, begitu katamu
Tak ada yang bisa mengubah, tak ada yang berubah
Dan tak ada yang salah dan disalahkan
Karenanya, tak ada yang mesti berbenah
Katamu lagi, jangan juga waktu dipatri sebagai alasan

Aku tertawa, kamu pun terbahak
Kamu memberiku senyum yang manis nan pahit
Kuberikan padamu tatapan pahit yang manis
Aku mengangkat koperku, pulang
Aku yang menang 

  

BACA JUGA ARTIKEL LAIN
LILAC, SEPENGGAL CERITA TENTANG PASSION BERMUSIK
BLOGER BALIKPAPAN RAYAKAN HARI BLOGER NASIONAL 2019

Minggu, 18 Januari 2015

WHERE ARE YOU ?

         Ternyata, tidak gampang menumbuhkan nada. Bahkan memunculkan sepenggal lirik, pun, seakan tak kuasa. Berjam-jam sambalbawang memeluk gitar, dan menggumam ratusan kali suara yang diinginkan menjadi nada. Ah, tidak pernah jadi.
        Merentang sekian kemungkinan bunyi, siapa tahu mengerucut menjadi alunan lagu, setidaknya satu bait. Mengais imajinasi, berharap menjumpai secercah irama yang bisa membuatku berseru : Aha. Namun itu belum kunjung tiba.
       Berganti ke ukulele yang mungil, tetap sama. Hanya meluncurkan beberapa tembang yang kemudian berujung memarkir kembali benda itu. Kembali beranjak meraih gitar, menyentak senar demi senar, penggal demi penggal.
      Tapi entah, lidah tetap kelu, angan masih buntu. Jemari masih tertahan pada enam dawai ini. Terlalu sulit mencipta lagu sekarang, sementara lagu-lagu lama, terbuang tanpa sempat terekam dalam kertas maupun pita. 
      Betapa mengasyikkan mencipta lagu, seperti saat-saat dahulu. Ketika masih merentang asa dan mimpi. Seperti bermain judi, tanpa tahu apakah itu kan terwujud. Beberapa mimpi dan asa itu kini telah terbeli, tetapi aku masih ingin bermimpi.
     Masih juga ingin menggantung asa kembali. Seperti dahulu, lelaki kecil berbadan kurus yang memegang erat gitarnya sembari menatap langit di kala malam. Yang bisa menertawai siang dan sore, tapi tergetar menjelang senja.
      Lelaki kecil yang sudah tidak lagi kecil itu, kini masih memeluk gitarnya. Berjuang menguras energi dengan jemari tangannya di atas dawai. Nada itu pasti bisa dicari. Nada itu pasti nanti menghampiri, dan tertangkap.
      Begitulah...
     
BACA JUGA ARTIKEL LAINNYA :

Rabu, 07 Januari 2015

THIS BOY

That boy took my love away,
Oh, he'll regret it someday,
But this boy wants you back again.
That boy isn't good for you.
Though he may want you too.
This boy wants you back again.
Oh, and this boy would be happy.
Just to love you, but oh my.
That boy won't be happy.
Till he's seen you cry.
This boy wouldn't mind the pain.
Would always feel the same.
If this boy gets you back again.

      Sambalbawang menyanyikan lagu ini di depan teman-teman SD, lebih 25 tahun silam. Memberanikan diri melantangkan lagu itu, padahal belum paham cara melafalkan, apalagi arti liriknya.

     This Boy, judul lagu ini, penyanyi aslinya The Beatles, grup yang melegenda di era 60-70an. Entah mengapa, atau sengaja maupun tidak, itulah lagu Beatles pertama yang sambalbawang hapalkan liriknya.

      Kenangan akan lagu itu tiba-tiba muncul ketika beberapa waktu lalu sebuah televisi menayangkan cuplikan lagunya. 


       This Boy, menepikan sejenak lagu-lagu Beatles lain yang abadi. Seperti Hey Jude, Yesterday, She Loves You, Please-Please Me, Obladi-Oblada, The Ballad of John and Yoko, dan Something.
     
       Demikian juga Oh Darling, Help, Strawberry Fields Forever, I Saw Her Standing There, Come Together, Across The Universe, hingga A Hard Days Night. Semua lagu itu tak lekang dimakan waktu.

       Namun This Boy-lah yang pertama bisa sambalbawang cerna dan nyanyikan. Bersamaan dengan euforia mendengarkan lagu-lagu Iwan Fals. Memantengin radio seakan itu harta karun.

        Menyimak liriknya, This Boy dapat diartikan lagu yang bercerita tentang seorang anak laki-laki. Dia cinta dengan seorang perempuan yang merupakan pacar anak laki-laki lain.

      Sedih, ya. Emang. Tapi percayalah bukan semangat kesedihan itu yang saya sertakan ketika menyanyikan This Boy, dulu. Malah sambalbawang menyanyikan dengan mantap.

      Dan, malam ini, saya mau nyanyi lagu itu dulu. Mencoba mengingat kira-kira dulu saya nyanyinya bagaimana. Siap-siap dulu. Mana gitar, mana gitaaar? 


BACA JUGA ARTIKEL LAIN :
THE BEATLES FOREVER 
 



Jumat, 02 Januari 2015

RESOLUSI TAHUN 2015

Saat akhir tahun, banyak orang mematok resolusi untuk tahun depan. Begitu juga sambalbawang di akhir tahun 2014, merentang resolusi alias keinginan untuk tahun 2015.

Keinginan pertama adalah "memelihara" Harmankardon, audio yang konon ciamik. Yang penampakannya di toko dibanderol minimal 3-4 juta. Alkisah, suara si doi, melenting, jernih, merdu, dan gandem. Cocok buat nyetel lagu-lagu jadul agar semakin “hanyut”.

Yang kedua, travelling sama istri ke Bali dan ke Jepang. Sumpah saya belum pernah berwisata ke pulau dewata. Cuma sempat sekali menapak, ketika pesawat transit ke Bandara Ngurah Rai sebelum lanjut ke NTT. Itu pun sambalbawang mendekam di pesawat.

Kalau ke Jepang, hm ini motivasi terselubung. Kalkulasi dan kalkulatornya mesti canggih dan presisi agar uang tidak tekor. Pengen salaman sama Ninja, dan anjangsana ke museumnya. Dan syukur-syukur jika bisa berpapasan sama pengarang komik Doraemon, dan juga artis Maria Ozawa. Aha.. (sluurp)

Keinginan ketiga, ingin ada makluk baru terbuat dari besi di garasi yang bernama Glpro. Doi motor idaman di era 90-an yang tak sempat terbeli, tepatnya, tidak kuat terbeli. Sekarang harganya si GL ini berkisar Rp 5-6 juta. Kalau toh duit sudah ada, tetapi mau dapat di mana coba tuh kendaraan?

Karenanya, jika bisa mengembat Glpro ya syukur, apalagi kalau kondisinya terawat. Tapi kalau tak dapat, ya tetap syukur. Mungkin level obsesi diturunkan ke Yamaha V75. Untuk mengenang kisah-kasih selama kuliahan, yang lebih banyak pahitnya sih, hahahaha.

Resolusi keempat, merestorasi Fordi. Gerobak satu ini udah uzur, sudah hampir berusia seperempat abad. Sudah mulai agak rewelan dan walau tidak mogok total. Sudah mulai harus ganti sejumlah onderdil. Awal tahun fordi rencananya, operasi perut dulu, karena oli mesin-transmisi merembes. 

Sesudahnya, mengaktifkan musik di kabin fordi. Spiker-nya sih masih komplet. Mungkin tape player Clarion yang masih nempel, harus dievakuasi, untuk diganti CD player. Pernah tanya ke toko varasi, harganya Rp 1,5 juta termasuk ongkos pasang. Duh...

Resolusi kelima, membeli sepeda gunung untuk nemenin mas Polygon di rumah. Agar bisa naik-naik ke puncak gunung sama bini. Dengan kenyataan 70 persen wilayah Balikpapan berupa perbukitan, rasa-rasanya sepeda MTB paling cocik.

Meski memang, sepeda onthel ya bukan berarti tidak cocok. Campuran besi-baja bikinan 60-80 th silam, memang nyaman dipancal, tetapi rada kurang safety jika jalanan naik turun tidak karuan.

Resolusi keenam adalah “membangun” Vespa Sprint 77. Doi sudah cukup sip, tapi masih kurang sip. Perbaikan di tangki dan kaki-kaki nampaknya bisa lebih membuatnya nyaman dan mantap digeber. Ah, sayangnya harus pelan-pelan. 

Resolusi ketujuh, mengumpulkan semua VCD orisinal dokumenter tentang perang dunia kedua. Butuh kerja ekstra keras, karena masih jauh dari selesai. Baru terkumpul 3-4 CD. Obsesi: menebus kumpulan VCD Word War II di Gramedia yang total jendral 12 CD dibanderol Rp 750.000. Melihat rekening tabungan, nyali jadi ciut.

Resolusi kedelapan, mempunyai tanaman cabai yang tumbuh subur. Sebenarnya udah pernah punya tiga tanaman cabai di rumah Balikpapan, dan sudah panenan beberapa kali. Tapi entah mengapa ketiganya lalu layu, karena dicabut si kucing garong. Kucignya jahat..

Resolusi kesembilan, memiliki gitar listrik, satu saja. Dulu pernah punya gitar listrik tapi ada kawan yang menelikung dari belakang. Sebel, tapi mau bagaimana lagi. Cukup sudah jadi sinterklas bagi orang lain, bukan?

Pokoknya akan beli, walau tidak tahun ini, pun tahun depan. Someday, lah, pasti teraih. Untuk membawa pulang gitar listrik ini dari toko, mesti menyiapkan tunai Rp 5 juta. Itu estimasi termurah untuk gitar listrik, ditambah amplifier, pencetan kaki, dan perkabelan. 

Resolusi yang terakhir, cukup syerem, yaitu memelihara ular. Yang ini paling mustahil terealisasi karena sejumlah alasan. Pertama, istri bisa pingsan, mengingat binatang melata ini termasuk urutan pertama satwa yang bagi dia "nggilani".

Padahal hanya pengen melihara ular kobra, koq, satu ekor saja, cukup. Lengkap dengan kurungan yang 100 persen aman sehingga si kobra tidak bisa lolos keluar. Kalau kobra nggak boleh, mungkin yang tidak berbisa semacam sanca. 

“Tidak!” kata istri sambalbawang, dengan galaknya... (keluh)..

BACA JUGA ARTIKEL LAIN :
BLOGER BALIKPAPAN RAYAKAN HARI BLOGER NASIONAL 2019
BASA WALIKAN