Jumat, 26 Juni 2015

BELUM ADA JUDUL

Belum ada judul,
Untuk menggambarkan perjalanan hidup ini.
Terlalu banyak peristiwa dan rasa yang terjadi.
Cukuplah sejenak berdiam, sesekali.
Kala lelah, marah, dan bosan menerpa.

Sedikit menengok mungkin akan baik.
Ke belakang, kiri, dan ke kanan.
Memahami seberapa lambat aku berlari.
Atau seberapa cepat aku tertinggal.

Bukan untuk menggali kenangan.
Bukan untuk menggerutu berkepanjangan.
Bukan untuk meratap.
Namun agar sempat merenung.

Bahwa hidup ini indah, apapun yang terjadi.
Di masa lalu, masa sekarang, dan masa depan..


BACA JUGA :
AGNETHA FALTSKOG vs ANNI-FRID "FRIDA" LYNGSTAD ABBA
MAMMA MIA HERE WE GO AGAIN, ABBA AGAIN

7 MOTOR BEBEK TERBAIK SEPANJANG MASA

      Sekarang, banyak orang suka mengurutkan sesuatu hal atau keadaan, yang diranking berdasarkan parameter-parameter tertentu. Tujuh yang ter...., atau sepuluh yang ter...., kira-kira demikian. Memang ini penilaian yang sangat subyektif. Tetapi, sah-sah saja.

      Sambalbawang pun penasaran. Setelah merenung, ditemani segelas teh, ide pun muncul. Topiknya adalah tentang motor. Sambalbawang mencoba memilih 7 motor bebek terbaik sepanjang masa. Aha.. Tapi ini penilaian yang subyektif, lho, sesuai selera. 

      Langsung saja kita mulai.. Di posisi juru kunci, sambalbawang milih bebek bernama Alfa IIR buatan tahun 1991. Cukup yakin ini masterpiece wek-wek dua langkah (tak) yang pernah dilahirkan Yamaha. Pertama kali Alfa nongol tahun 1988, tapi yang terkeren adalah Alfa keluaran 1991. Motor bermesin 100 CC ini sukses didesain sebagai motor handal, kencang, dan tahan lama. Tipikal motor keluarga, ya, bisa juga, sih. Ngebutnya sip. Top speed yang pernah sambalbawang bukukan dengan Alfa 110 km per jam, dalam posisi gas dipelintir maksimal. Sekadar catatan, Alfa adalah motor yang nggak suka rewel. Asal tertib menjenguk kondisi busi dan membersihkan, serta setel karbu, dan pilih oli samping yang berkualitas prima, Alfa bakal sukses ngacir. Penampakannya Alfa begini, sis and bro. Nyomot gambar dari internet.




    Naik ke peringkat ke-6, diisi Honda Astrea Star buatan tahun 1986. Varian pertama klan Star dengan tebeng putih, lampu depan kotak persegi, garpu depan lengan ayun, dan lampu belakang persegi-siku ini, dibekali mesin berkubikasi 90 CC. Mungil dan simpel, baik tampilan maupun ukurannya. Tapi jangan "tertipu" kapasitas dapur pacunya, karena Star ini "kecil-kecil cabe rawit". Handal untuk urusan durability dan oke diajak menanjak. Istimewanya pula, suara mesin si Bintang seakan "senyap", saking halus bunyinya. Sisi plus Star lainnya adalah bodi ramping, tampang yang elegan, irit bensin, dan perawatannya termasuk gampang. Bagi sambalbawang, Star 86 pionir kesuksesan keluarga Astrea Star yang terentang panjang hingga 1997/1998. Satu lagi, yang menarik, desain blok mesin Star 86 mengawali desain blok mesin khas pabrikan sayap kepak yang kelak diadopsi dengan sukses oleh seri Astrea Grand. Ini penampakan Star 86, gambar dari internet.



     Posisi kelima wajib disematkan ke Suzuki Shogun R lansiran tahun 2000. Inilah si-Suzi dari keluarga besar bebek yang desainnya terkeren sepanjang masa. Sumpaaah, deh. Rada pesimistis Suzi akan bikin desain seindah Shogun R lagi. Bahkan sampai sekarang sambalbawang belum menemukan desain bebek seseksi Shogun R. Sejak pertama kali muncul, doi yang menggembol mesin 115 cc sudah bikin terpesona. Untuk urusan mesin, pada jamannya dulu, dan di kelas dapur pacu selevel, Shogun R adalah yang paling bertenaga. Material penyusunnya, pun, oke. Handling dan suspensinya empuk dan asyik. Suzuki beneran serius kala menyiapkan bebek ini agar bisa "berenang" dengan baik, dan berhasil. Sayangnya Shogun ini tak sempat terbeli, hehe. Tetapi, ya, sudahlah, memang itu nasib sambalbawang. Namun yang menyedihkan, sayangnya, sekarang sulit menjumpai doi yang dalam kondisi tokcer, kinclong, dan semulus saat dia dikenalkan ke dunia 15 tahun silam. Btw, wujudnya kayak gini, nih. (masih nyomot dari internet).




    Lanjut ke peringkat ke-4. Di sini bertengger Honda Supra-X keluaran perdana, tahun 1997. Apa ya istimewanya ? Hm, perlu dicatat, inilah pertama kali Honda menyematkan rem cakram pada roda depan seri bebeknya. Juga mengawali langkah Honda memakai ban ukuran 2.50 dan 2.75, lebih besar setingkat dari ban lawas yang dipasang di seluruh bebek keluaran sebelum 1997. Pionir, nih, doi. Imbas dari pemasangan ban lebar, Supra-X lebih "memeluk" aspal. Supra-X juga memulai konsep Honda bahwa motor bebek, rantainya enggak lagi diselubungi ketengkas. Rantai memang jadi lebih suka dipeluk kotoran dan kerikil, namun tampilan keseluruhan Supra-X jadi tjakep ! Urusan power, lumayan. Hanya saja karena Supra-X membawa mesin 100 CC, tenaganya ya sama-lah dengan Grand. Namun untuk urusan kecepatan, Supra-X rasa-rasanya kok kalah ya sama Grand. Walau begitu, Supra-X menang handling dan kenyamanan berkendara jarak jauh. Tongkrongan yang lebih gede dan tinggi, berimbas ke hasil akhir penampilan Supra-X yang paling macho, dari semua kakak-kakak bebek yang pernah diciptakan Honda. Penasaran tampang Supra-X ini? Setelah selancaran di dunia maya, ini barangnya.




    Sementara itu, urutan ketiga motor terkeren direbut oleh Kawasaki Kaze keluaran perdana yang nongol tahun 1995. Mengusung dapur pacu 110 CC, Kaze mengawali era 110 CC bagi para bebek mesin yang saat itu masih berkutat di 100 CC. Kaze ini, sejauh yang sambalbawang coba, adalah bebak paling mantap untuk diajak berkendara. Kaze membuktikan tak lupa membawa DNA produk Kawasaki yang dikenal karena kestabilannya. Meski demikina, Kaze tidak melupakan urusan perwajahan. Nah, Kaze yang ini, beneran diciptakan sebagai makhluk bermesin yang nice and good looking. Tak sia-sia Kawasaki vakum keluyuran di Tanah Air selama 10 tahun sebelum memutuskan menyebar Kaze ke jalanan Indonesia. Si Kaze ini muncul dengan segepok hal baru. Misalnya, bebek pertama yang menyematkan piranti filter oli. Desain knalpot Kaze yang berwujud "corong bambu" juga terbilang fantastis dan "segar" pada saat itu. Maklum bebek lain, masih memasang knalpot jenis "pentungan" dan "cerutu". Untuk menggambarkan indahnya penampakan Kaze, nampaknya hanya bisa terjawab dengan melihat sendiri. Ini beneran motor serius, gan. Seserius apa? Mbah Google membantu ngasih gambarannnya.




    Lanjut. Untuk posisi runner up, sambalbawang memilih Astrea Grand tahun 1994. Varian yang ini adalah penyempurnaan yang terbilang sempurna dari Astrea Grand seri perdana-yang diluncurkan tiga tahun sebelumnya. Lampu belakang yang "susun dua" adalah ciri paten, sementara mesinnya masih sama-sama mengusung kapasitas 100 CC. Untuk ciri lainnya, Grand 94 sama plek dengan Grand 91-93. Di era Grand inilah, bebek Honda mulai menambahkan piranti kunci roda depan yang dipasang di garpu depannya. Juga memisahkan lengan untuk pijakan kaki pengendara, terpisah dari lengan ayun belakang, dan ini berdampak pada kaki yang tidak terlalu merasakan getaran mesin. Inovasi menarik yang menginspirasi para bebek lain, karena setelah itu, semuanya mengadopsi sistem itu. Aha. Tentang Grand ini, sambalbawang cukup yakin, bahwa inilah motor yang sukses menggabungkan performa, kualitas bahan, tampang, dan kesederhanaan sebuah motor. Bisa dibilang, Grand adalah varian tersukses Honda untuk bebek-bebeknya. Tapi, khusus untuk Grand 94, dia adalah juara di keluarga Grand yang diluncurkan sejak 1992 hingga 1999. Gimana sih sensasi mengendarainya? Mereka yang pernah mengendarai motor ini di masa jayanya dulu, pasti paham. Penasaran lihat tampangnya? Setelah mencari wajahnya di internet, ketemu deh si dia. 

    Akhirnya tibalah di posisi jawara, yang mau tidak mau harus diberikan ke Honda Astrea Prima 1991. Seri terakhir keluarga Prima yang cuma dibikin limited alias terbatas dan hanya tiga tahun (1988-1991) ini, meski berbobot ringan, tetapi terbukti top untuk urusan performa, tampang, durability (ketahanan), kualitas mesin, material, dan lain-lainnya. No double starter, no problemo bagi bebek spesial ini. Prima mengawali era suspensi teleskopik para bebek Honda-menggantikan suspensi lengan ayun yang lama banget dianut-sejak bebek Honda Unyil. Si Prima ini juga bikin sensasi karena menyematkan pengatur kekerasan shockbreaker belakang. Ada satu tuas untuk mengatur seberapa keras suspensi yang kita kehendaki. Motor mau dipakai sendiri, atau berboncengan, tinggal putar tuas itu. Luar biasa bukan pada jamannya? Pesona fisik Prima berlanjut ke soal performa yang menawan. Memelintir gas si Prima, bakal tak percaya doi cuma menggembol mesin 97 cc. Seorang kawan pernah menjajal performa Grand dan Prima, dan hasilnya si Prima lebih kencang dikit ketimbang Grand, namun raungan mesinnya lebih pelan. Sesuai namanya, Prima 91 yang dirakit di Jepang ini, memang prima. So, bagaimana cantik dan sekseeh-nya dik prima ini, begini jawabannya setelah berinternet-ria: 



    Mau sedikit bukti kalau Astrea Prima itu motor favorit yang termasuk most wanted bagi kolektor maupun penikmat bebek? Coba deh iseng tanya ke diler-diler motor bekas. Sangat-sangat sulit untuk menjumpai si Prima itu nangkring di sana. "Kalau saya dapat Prima, saya yang akan beli sendiri, Mas," ujar seorang karyawan diler di Yogyakarta kepada sambalbawang. Nah...

Baca juga : 

Zundapp, Lambretta, Jawa, dan CB200 Nongol di Pameran MACI Balikpapan
HONDA REVO 110 CC TIDAK POWERFUL TAPI NYAMAN
APA KABAR SUZUKI
SUZUKI NEX IRIT LINCAH MANTAP KALEM
SUPRA GTR 150 SI BEBEK RASA SPORT
MOTOR-MOTOR OKE YANG JEBLOK DI PASARAN
TENTANG HONDA (1) DARI PISPOT SAMPAI PITUNG
TENTANG HONDA (2) DARI ASTREA 700 KE ASTREA 800
TENTANG HONDA (3) INILAH KELUARGA HONDA STAR
Ford Laser Sonic - Balada Fordi 1
Ford Laser Sonic - Balada Fordi 2
BANYAK MOTOR SEDIKIT MEREK - SEDIKIT MOBIL BANYAK MEREK
Lebih Baik Naik Vespa
MOTOR APA YANG PALING NYAMAN?
LILAC, SEPENGGAL CERITA TENTANG PASSION BERMUSIK




Selasa, 23 Juni 2015

TENTANG SINETRON DAN SERIAL LEPAS TV KABEL

          Cukup sekali sambalbawang nonton serial lepas di saluran TV kabel, gegara penasaran melihat bojo yang selalu bilang kalau film bikinan luar negeri itu ceritanya cukup asyik. Enggak gembeng dan enggak menye-menye kayak sinetron sini.
    Jadi, akhirnya nonton. Judulnya.... lupa, tapi serial itu tentang kisah seorang cewek berumur 20-an. Lugu, berkulit putih, dan lumayan cakep tampangnya.
    Tapi, tunggu dulu, ternyata dia yang beberapa kali membunuh pria. Akhirnya ketahuan, sih, dan berhasil ditangkap. Sambalbawang enggak jadi mendaftar sebagai fans-nya. Kalau tiba-tiba dikapak, dan dibelah, gimana coba?
    Si cewek itu, kita panggil saja dengan nama “Y”. Nah, Y punya kisah hidup bak Cinderella. Sejak kecil sudah pisah sama ortu, dan dia milih ngikut bapaknya yang ternyata pengidap pedofil. Selepas bapaknya meninggal, Y sendirian.
    Hari-harinya terbungkus fantasi. Dia merasa bak Cinderella yang menanti seorang pangeran tampan menghampirinya suatu hari nanti, sembari membawa sebelah sepatu kacanya yang ketinggalan di pesta. Pangeran yang juga baik hati, kaya, memesona, dan tak hanya ingin mencicip tubuhnya.
    Sayangnya, pangeran yang kayak gitu, susah didapat di dunia nyata. Karena itu Cinderella, eh Y jual tampang untuk narik gebetan. Namun sekian kencan dan obrolan selanjutnya bareng beberapa cowok, enggak berakhir manis. 
    Jalan cerita bergulir dengan Y yang terus mencari gebetan, eh korban. Dan korban terakhir Y adalah pria ganteng, masih remaja, tajir melintir. Digebet waktu ajeb-ajeb di diskotek. 
    Habis dansa-dansa dan minum-minum, mereka berdua kabur menuju tempat sepi. Eng... ing... eng. Ceritanya sih mudah ditebak. Si cowok mau lebih jauh dari sebatas sun pipi kanan dan kiri. Karena Y menolak, marahlah si cowok, dan melempar Y ke luar mobil. 
    Tapi sebelum si cowok sempat memutar mobil untuk kabur, Y mendadak bangkit dan muncul dengan sebuah batu di tangan. Lalu, “bruuuk...” Batu dihantamkan keras ke kepala cowok remaja itu,  yang segera ambruk. Hidup si pemuda lalu dituntaskan dengan hentakan sepatu hak tinggi yang melubangi leher. Busyet. 
    Pak polisi yang awalnya bingung mencari sang pembunuh, akhirnya mulai melacak bukti demi bukti. Sementara Y, mulai mencari korban. Oh iya, Y ini karyawan usaha laundri. Tapi kerjaannya enggak beres. Beberapa baju pelanggan raib karena ditilep, sehingga dia dipecat. 
    Bosnya Y yang punya laundri punya anak cowok cakep, dan naksir Y. Maka, dia mencoba menarik perhatian Y dan tentu saja disambut. Semua seperti berjalan lancar sampai ketika Y minta diantar ke areal pemakaman. Si cowok dibohongi kalau itu makam bapaknya Y. 
    Si cowok nurut saja. Dia pun enggak minta "gituan" sama Y. Namun si cowok heran ketika makam yang mereka datangi, tidak mencantumkan nama bapaknya Y. Makam siapa itu coba? Di sinilah drama menjelang film berakhir.
    Merasa tersudut, Y malah ngotot, marah, lalu akhirnya menimpuk kepala si cowok yang sudah berbaik hati itu. Nah tepat sebelum nyawa si cowok melayang, pak polisi muncul. Tapi bukan tembakan yang menghentikan Y.
    Salah satu polisi cowok mencoba cara negosiasi yang unik karena sudah memetakan strategi Cinderella si Y ke para korban sebelumnya. Maka, dia pun coba menyakinkan Y bahwa dia pria yang tepat sebagai pendamping Y. 
    Polisi cowok--yang kebetulan juga cakep itu--mengulurkan sepatu yang hanya sebelah. Strateginya berhasil, dan Y lantas digelandang masuk mobil polisi. 
     Serial pun selesai, meninggalkan sambalbawang yang terbengong sendirian di depan TV. Ah, kisah Cinderella ternyata bisa dibelokkan alurnya. Menjadi kisah yang lumayan fresh, unik, cukup menghibur, dan yang terpenting, tidak seperti sinetron-sinetron murahan sini.
    Tentu saja kisah Cinderella di film ini agak susah dicari sisi edukasinya. Meski kalau dicari-cari ya nemu juga. Misalnya, film ini menyerukan pesan bahwa pendidikan anak itu penting sejak di keluarga. Menjadi apa anak saat dia gede nanti, tak lepas dari pola pengasuhan keluarga.
   Sambalbawang enggak melihat serial lepas di TV kabel itu sebagai tayangan yang berkualitas selevel konten Natgeo. Itu hanya serial biasa, film pendek, yang dibikin dengan biaya--yang sambalbawang yakin--enggak banyak. 
    Kembali ke negeri ini, ada banyak sinetron berbiaya produksi yang (nampaknya) murah. Tapi hanya menampilkan orang-orang emosi, mendelik, atau komat-kamit merapal (membatin) mantra, umpatan, dan harapan jahat. Belum lagi adegan mencak-mencak.
    Sinetron sini memang ada alurnya, meski ya kadang bikin ketawa terbahak saking ajaibnya. Tapi, jelas tak memiliki cukup kekuatan sebagai cerita utuh. Dangkal, tepatnya. 
    Ceritanya pun lambat, diisi adegan-adegan tidak logis, dan .... yap, menye-menye akut. Untunglah sinetron terakhir yang sambalbawang tonton adalah Si Doel Anak Sekolahan.
    Sambalbawang enggak paham jalan cerita sinetron sekarang, karena memang malas nonton. Sudah menghabiskan waktu, juga enggak bikin tambah pinter. Tambah emosi, sih, iya. 
    Kita mestinya belajar sedikit dari film-film pendek luar negeri. Harusnya bisa, sinetron sini dibikin cukup apik ditonton dan logis jalan ceritanya.
     Lupakan dulu bening wajah dan mulus kulit artis pemerannya, karena itu enggak berkorelasi dengan "kemulusan" dan "beningnya" kualitas. Di atas semua itu, mari selamatkan penduduk negeri ini dari tayangan tak berkualitas.

Minggu, 21 Juni 2015

MENGIRIM BERITA DARI BALIK BILIK WARTEL

        Suatu petang, di Klaten, Jawa Tengah, pada rentang waktu akhir 2004. Saya-masih kurus-terpaku menatap layar laptop, resah, merapal mantra demi mantra agar kalimat demi kalimat segera terselesaikan. Hari semakin gelap, beranjak malam. Hujan deras di luar seakan menambah kekalutan.
       Ponsel saya yang gedenya hampir sebesar senter ini, beberapa kali berdering. Ah, kantor menelepon. "Mas, beritanya sudah jadi?" suara di seberang. Kawan saya yang bertugas memastikan berita telah dikirim atau belum. "Belum, belum. Bentar lagi," kataku. "Cepet, ojo wengi-wengi," katanya.  
        Menjelang deadline adalah saat-saat genting bagi jurnalis, terlebih bagi mereka yang masih yunior dan gampang kalang-kabut, seperti saya. Kecemasan dobel kuadrat karena usai mengetik, masih ditambah harus mengirim berita. Belum ada modem. Satu-satunya cara untuk mengirim tulisan adalah ke wartel.
       Dan itu bukan pekerjaan mudah. Begitu selesai mengetik, laptop saya biarkan dalam posisi terbuka, saya “selimuti” plastik atau tas keresek. Langsung saya meloncat keluar kamar kos-kosan. Payung dikembangkan, dan langsung berlari menembus hujan, menuju wartel terdekat, 150-an meter jaraknya.
       Hati langsung ciut begitu melihat lebih dari lima orang mengantre di depan bilik telepon. Lima menit per orang, berarti minimal harus menunggu 25 menit. Tak ada waktu, saya meneruskan “pelarian” ke warnet terdekat yang berjarak 200-an meter.
       Akhirnya sampai jua. Agak lupa berapa menit harus mengantre, namun masih masuk kalkukasi toleransi. Masuk ke bilik, seketika mencabut kabel telepon, lalu menancapkannya ke leptop. Setelah lima menit-an persiapan, siap mengirim. Tapi, masalah tak berhenti di sini, karena mengirim foto adalah “sesuatu banget”.
      Problem muncul ketika foto tidak terkirim-kirim. Apa gerangan? Sampai akhirnya saya putuskan menelpon kawan di Kulon Progo. “Oi, kamu lagi ngirim foto,kah?” teriak saya. “Iya, tunggu, ini juga tidak masuk-masuk,” begitu suara di seberang.
      Yah, apa boleh buat. Mengirim foto-dan sepertinya juga berita-memakai pogram ini, 12 tahun silam, memang dituntut sabar. Dan lawan saya mengantre ada dua orang, satu di Kulon Progo, satunya di Gunung Kidul sonooo. Mengirim satu foto, jika lancar pun, bisa bermenit-menit. Modiaarr...
      Setelah 45-an menit, akhirnya saya bisa mengirim, dan lega pascamendengar bunyi cempreng “Eo !!” setiap file sukses terkirim. Rasa tenang mulai mengurai kepanikan yang sudah tercipta beberapa jam lalu. Namun, celakanya, langsung terusik dengan pandangan mata si penjaga wartel. Oh, saya mengerti.
      Segera teringat bahwa ini bukan wartel langganan. Dia belum paham apa yang saya lakukan di bilik telepon. Saya pasti dikiranya melakukan apa gitu. Teringat saran kawan, saya pun mempraktekkan. Sudah masuk bilik telpon, kok malah buka leptop, tidak menelpon, dan malah tercenung, gitu.
      Mainkan strategi. Gagang telepon saya angkat, dan mulai berbicara seperti orang gila. Tentu saja, kan kabelnya saya pindah ke laptop. Ngomong sama diri sendiri, asal komat-kamit sedapatnya. Sedikit ekspresi wajah, tentu saja. Jangan sampai lupa.
     Pandangan mata si penjaga wartel, mereda. Aman. Menjelaskan ke dia bahwa file bisa dikirim via telepon wartel yang kabelnya dicolok ke laptop, saya kira nggak bakalan menyelesaikan masalah. Malah bisa dikira mencuri pulsa dengan modus baru.
     Total jendral, lebih satu jam berada di bilik telepon. Sekitar 75 persen waktu adalah untuk menunggu giliran file masuk. Dan sekali keluar karena ada satu orang pengantre yang matanya melotot pertanda protes. “Ngapain di dalam bilik telepon cuma bengong sambil mantengin leptop?” mungkin itu pikirnya.
      Akhirnya selesai. Laptop segera masuk tas plastik, dan saya berjalan pelan menuju kos, masih menerabas hujan. Sampai di kos langsung terkapar. Menghirup nafas dalam-dalam, meredakan degup jantung. 
      Selesailah tugas hari ini.  Berharap tulisan berita saya baik-baik saja sehingga tidak perlu ditelepon redaktur. Sejam menanti, tiada yang menelepon. Artinya aman. Saatnya mencari warung makan dan menyeruput teh panas. 
     Merentang penjuru kota Klaten di malam hari, menjadi opsi memungkasi malam. Sejenak bercanda dengan penghuni kos lain, akan menyempurnakan hari. Dan tentu saja, semakin perfect tatkala menyambar gitar.

BACA JUGA :
AGNETHA FALTSKOG vs ANNI-FRID FRIDA ABBA
PETE YANG MENGHARUKAN
MAMMA MIA ! HERE WE GO AGAIN, ABBA AGAIN

Kamis, 18 Juni 2015

TENTANG LAGU JADUL

         Memburu lagu-lagu jadul itu susah-susah mudah. Lebih banyak susah, sebenarnya. Lagu-lagu itu tak banyak tersematkan ke rekaman CD maupun ditampilkan dalam acara tembang lawas di televisi. Situs gratisan pun jadi acuan, untuk mencarinya.
         Terlampau banyak lagu lawas yang tak sempat terekam di telinga sehingga menelusurinya (bertahun-tahun kemudian) menjadi urusan yang tidak gampang. Tapi satu demi satu lagi akhirnya terlacak, dan masuk menjadi koleksi music di ponsel.
         Beberapa tembang lawas yang terlacak, misalnya "Seputih Melati" yang dipopulerkan Dian Pramana Poetra di medio 80-an. Ada pula "Frustrasi" oleh Kembar Grup, lalu "Ada Kamu" oleh Hari Mukti. Kemudian "Cintaku Terkatung-katung" yang dinyanyikan Richie Ricardo, serta "Astaga" oleh Arie Wibowo.Wahyu OS juga akhirnya saya temukan dengan lagunya "Ingin Memiliki". Jamal Mirdad menyumbang "Hati Lebur Jadi Debu".
        Dari deretan lagu barat, misalnya "Body Rock" oleh Maria Vidal yang mengingatkan saya pada era keemasan breakdance di awal tahun 1980. Lalu theme song World Cup 1990 yakni "To Be Number One". Victor Wood yang mempopulerkan "Sweet Caroline" dan "Daddy Cool", tak ketinggalan melengkapi koleksi.
       Ada lagi lagu "Lost In Your Eyes"-nya Debbie Gibson, yang cukup lama sambalbawang lupa judulnya, akhirnya ketemu. Juga lagu bergenre rap-hiphop "Informer" oleh Snow-lagu yang saya kenal gara-gara seorang teman SMP nyanyi lagu itu terus tiap hari. Mbak Dolly Parton juga pernah nyanyi lho, judulnya "You Are". Aha.
        Secara tak sengaja pula menemukan lagu yang asyik-nyeleneh seperti "Malah Ngiwo" dari Genk Kobra, Atau theme song (instrumentalia) film (supersedih) Oshin dan theme song film Gaban, sang polisi luar angkasa (terharu...).
       Ada pula lagu yang dulu samar-samar sambalbawang kenal, tapi belakangan tahu apa lagunya, dan baru saja saya tulis sebagai status di fesbuk. Judulnya "Jaranan", dinyanyikan oleh No (mo) Koes. Lagu ini seingat saya, pernah dinyanyikan Joan Tanamal dalam versi yang tidak terlalu mirip. Tapi sambalbawang suka lagu ini dan tentu saja, sudah sambalbawang selesaikan gimana gitaran dan kentrungannya.
       Namun masih banyak lagu yang dulu suka bingits, tapi sekarang lupa judulnya, dan beberapa hanya ingat sepenggal liriknya. Seperti lagunya Gombloh, yang liriknya (kira-kira) gini: Dilidili dam booo, dilidili dam.... Lagu itu tak ada dalam dua CD Gombloh yang sambalbawang miliki, dan tak terlacak di Mbah Gugel ataupun situs lain.
      Tapi suatu saat nanti, sambalbawang pasti temukan lagu itu.. Janji !

BACA JUGA
PETE YANG MENGHARUKAN
MAMMA MIA HERE WE GO AGAIN, ABBA AGAIN
MENGAPA HARUS NGEBLOG

Rabu, 17 Juni 2015

JURASSIC WORLD vs JURASSIC PARK

      Sebuah film yang mencoba “memanggil” memori kesuksesan sekuel perdananya, sulit menjadi suksesor, seberapa pun usaha yang dilakukan. Itulah yang nampaknya menimpa film “Jurassic World” yang tayang sejak pekan lalu. Begitu laman dinanti, ternyata harapan cukup jauh dari kenyataan.
      Sebagai penikmat film perdananya yakni “Jurassic Park” yang dirilis 22 tahun silam, dan terkagum-kagum atas kualitas sinematografi film tersebut, terasa benar bahwa Jurassic World sulit mengimbangi. Bukan berarti Jurassic World gagal total, lho, tetapi memang sungguh beda greget.
     Entah kebetulan atau tidak-tapi saya yakin itu iya dan disengaja-Jurassic World memang mengesampingkan The Lost World dan Jurassic Park III, yang merupakan sekuel lanjutan Jurassic Park. Ini sebenarnya pilihan yang cerdik mengingat sekuel kedua dan ketiga itu menuai kritikan.
     Namun karena (sepertinya) terbawa semangat Jurassic Park, maka Jurassic World rada “terjebak” dalam alur cerita Jurassic Park. Kelengahan petugas kebun binatang (kebun dinosaurus) membuat sang predator, T-Rex berkeliaran di Jurassic Park. Sedangkan di film Jurassic World, peran itu diambil oleh Indominus Rex.
     Jika pada Jurassic Park, ada dua orang anak-cucu pemilik kebun dinosaurus-yang diuber oleh T-rex, maka pada Jurassic World, juga ada dua anak: Gray dan Zach. Mereka diburu oleh Indominus Rex. By the way, Indominus Rex ini digambarkan sebagai T-rex hibrida, T-rex yang DNA-nya dari beberapa satwa.
     Jurassic World meneruskan euforia taman Jurassic Park. Taman yang sudah tutup, ternyata dibuka lagi. Orang-orang pun lupa bagaimana chaos-nya kejadian di taman itu dulu. Jurassic World memilih mengenyahkan soal recovery taman para satwa zaman prasejarah ini. Hmm.. jadi inget, di bagian akhir film Jurassic Park, John Hammod-usai meninggalkan taman yang porak-poranda, berkata bahwa hewan-hewan purba ini butuh ketidakhadiran manusia. 
      Enggak diberi ruang untuk flashback, Colin Trevorrow, sang sutradara Jurassic Worl langsung meloncat dengan cerita bahwa taman purba (edisi kedua) menuai kesuksesan. Pengunjung berjubel seperti cendol. Tapi di balik itu ada kecemasan kalau tren penunjung turun, karena bosan melihat satwa gede cuma itu dan itu lagi. 
       Demi menjaga hasrat penonton yang demen akan satwa buas, pembaruan mutlak dilakukan. Pada satu waktu nanti, T-rex sudah dianggap satwa biasa, serem-nya ya sudah biasa. Pengunjung dan pengelola butuh satwa baru yang lebih gede, lebih ganas,lebih kenceng larinya, lebih banyak gigi, dan (diharapkan) lebih pinter dikitan ketimbang T-rex. Intinya, lebih menakutkan daripada si T-rex yang selama ini jadi satwa terkeji di situ.
     Maka, dibikinlah Indominus Rex di laboratorium, secara rahasia, yang formulanya diramu oleh tim ilmuwan dengan cara menyintesa DNA dari sekian binatang purba. Sejak bayi sampai umur 10 tahun, Indominus Rex ini, dipingit alias “disembunyikan”. Sampai saatnya tiba, untuk dimunculkan.
     Nah, doi sekarang sudah gede, tinggi, giginya pun dah tumbuh (banyak dan tajam). Juga sudah pinter, pada akhirnya bikin gara-gara yang bikin pengelola Jurassic World panas-dingin. Indominus Rex ini lantas mengelabuhi petugas lapas, eh, petugas taman purba. Jadilah si T-rex modifikasi ini urung show perdana, karena segera menghadirkan hari buruk. Seberapa buruknya polah-tingkah satwa blasteran ini, silahkan disimak sendiri, ya.
     Membahas lainnnya saja. Nah, untuk urusan tokoh pemeran, tidak ada yang spesial dari film ini. Karakter si jahat, ada. Karakter si baik, ada. Owen Grady, yang diperankan Chris Pratt, menjadi pria maskulin berbadan atletis yang membereskan kekacauan. Owen ini adalah karyawan yang diserahi tugas melatih empat velociraptor-sejak mereka dilahirkan di laboratorium.
      Namanya juga film barat, bumbu asmara tak lupa diangkut, dengan keberadaan Mbak Claire, tante-nya Gray dan Zach itu. Awalnya Claire (yang kayaknya pernah deketan ama Owen-pada suatu masa yang entah kapan) mencuekin Owen. Tapi Claire-mudah ditebak-lalu luluh melihat Owen. 
     Dalam film berdurasi 1,5 jam-an ini, Claire setahu saya hanya sekali kissing sama mas Owen (saat situasi lagi chaos). Sempat-sempatnya. Untung cepet ketahuan, sehingga mereka cuma gituan beberapa detik. Tapi sebagai penikmat film yang sebel dengan adegan ciuman-apalagi di tengah kepanikan-adegan mereka cipokan itu, adalah penggal terjelek dari keseluruhan film.
     Menyoal sutradara, Trevorrow, saya yakin jelas menyimak habis (berkali-kali) film Jurassic Park sebelum memutuskan gimana plot cerita Jurrasic World, dan mau dibawa ke mana alurnya. Dia pasti mikir agar alur cerita Jurassic World dengan Jurassic World jangan sama persis, tapi juga jangan beda jauh.
     Karena itu pula, saya pun semakin yakin Trevorrow malah jadi kesulitan menghadirkan kehebatan jalan cerita Jurassic World. Beberapa penggal nampak terlalu biasa untuk ukuran film yang mestinya luar biasa. Kelihatan, Jurassic Park-yang disutradarai Steven Spielberg, belum tertandingi kekuatan ceritanya. 
     Untunglah, teknologi yang disentuhkan sangat menolong kelemahan (kekurangkuatan) alur cerita Jurassic World. Teknologi membuat adegan demi adegan memancing ucapan “wah”, takjub, dan penasaran. Seperti ketika Mosasaurus melompat dari kolam untuk melahap hiu putih yang dipasang sebagai umpan.
      Sayangnya, banyak hal detil Jurassic World tak terancang dengan baik. Mas sutradara rada kurang sukses dalam setia pada idenya sendiri. Itu, misalnya, terlihat ketika Owen berhati-hati masuk ke kandang velociraptor-yang dipelihara sejak kecil. Begitu selesai menyelamatkan karyawan baru yang "kecemplung" kandang, Owen terjun ke kandang, aba-aba dikit sama piaraannya itu, lalu (ujung-ujungnya) terbirit keluar juga.  
    Meski peliharaan, kata Owen, mereka tetap punya insting membunuh sebagai warisan sifat. Tetapi di adegan selanjutnya, Owen (tanpa takut), naik motor cowok-trail, menerobos semak belukar hutan, memimpin empat raptor itu memburu Indominus Rex. Dan empat velociraptor itu pun mendadak nurut sama si-Owen.
      Jika diukur dari tensi ketegangan, tingkat horor yang ditimbulkan tokoh (satwa) utama yakni Indominus Rex tidak maksimal. Dari namanya saja, sudah gagal. Nama "Indominus Rex" kesannya kurang seram, kurang gahar. Kalau boleh usul, sambalbawang ajukan alternatif nama, yaitu X-Rex. Atau Trevor-Rex. Lebih gahar, dikit, kan.
      Kegagalan kedua, ternyata Indominus bukan yang bikin teror ke 20-an ribu pengunjung taman. Peran mengobrak-abrik kerumunan pengunjung yang panik dan histeris, malah diserahkan ke puluhan burung Pteranodon.  
     Ketegangan yang tercipta lebih pada adegan kejar-kejaran empat tokoh di atas versus Indominus Rex. Sang sutradara menambah porsi ketegangan dengan menghadirkan T-rex ras murni--penghuni lama taman--yang dilepaskan oleh Claire dari kandang. Untuk melawan si Indominus itu.
     Sayangnya, sutradara kembali lupa karakter satwa. Waktu berhadapan dengan empat Velociraptor, misalnya, si Indominus bisa berkomunikasi, karena di tubuhnya punya DNA Velociraptor. Keempat Velociraptor itu pun urung melawan Indominus, bahkan sempat berbalik mengancam Owen.
      Tapi saat duel melawan T-rex ras murni, si Indominus agaknya lupa untuk berkomunikasi dengan T-rex itu. Jadilah mereka saling gigit dan banting. Padahal lebih seru jika si T-rex bisa dipengaruhi si Indominus, dan mereka tandem mengobrak-abrik taman. 
      Sambalbawang lalu mengira-ira siapa yang paling tidak suka Jurassic World. Dan cukup yakin kalau arkeolog--yang pernah nonton Jurassic Park--kurang suka. Sebabnya ya karena kemunculan Indominus tadi, hehe.
     Para arkeolog--penggemar film Jurassic--sepertinya akan membandingkan kedua film tersebut. Jurassic Park akan dilihat lebih memberi sentuhan edukasi, setidaknya anak-anak bisa mengenal macam-macam dinosaurus secara benar.
     Sambalbawang maklum karena Jurassic Park sukses membentuk isi benak anak-anak dan para remaja, gimana keluarga besar si dino. Ya bentuknya, ya makanannya, dan bagaimana sifat alaminya. Sambalbawang, saat Jurrasic Park dirilis, masih SMP, dan jadi lebih antusias baca buku dinosaurus. Oh ya satu lagi, ngefans triceratops.
      Kembali ke film Jurassic World. Film ini sengaja melenceng jauh dari fakta ilmiah. Sebenarnya ya sah-sah saja, namanya juga film fiksi. Namun terlepas dari setumpuk kritis, Jurassic World cukup sukses jadi pengobat rindu bagi para penggemar film dinosaurus, terutama Jurassic Park, yang lama menanti sekuelnya muncul.
     Pada akhirnya Jurassic World tak lebih sebatas film yang hanya mengedepankan aspek hiburan khas Hollywood, yang adegan demi adegannya ditunjang efek komputer yang keren.  Semuanya bermuara pada tayangan yang cukup bikin terkesima. Kalau sudah begini, plot cerita tak lagi jadi hal utama. Nikmati saja ini sebatas film.

LUAR BIASA, BEGITU BANYAK FILM DOKUMENTER PERANG DUNIA II

Sabtu, 13 Juni 2015

PERTAMA ( cerpen - 1 )

        Pada sebuah siang hari, di penghujung Desember, 18 tahun silam. Di tepi jalan, tersiram terik mentari, menunggu sekian manusia yang masuk satu per satu ke dalam bilik kaca. Hampir 30 menit, akhirnya giliranku. Sekeping uang logam kukeluarkan, dengan tergesa kumasukkan ke mesin berbentuk kotak yang berwarna biru ini.
        "Halo?" suara di seberang, terdengar pelan. "Halo, ini siapa?" ulangnya. "Hai....ini aku, Setya" sahutku, tak kalah pelan, beberapa saat kemudian. "Oh kamu, toh. Ada apa, ya?" katanya. Nada bicaranya masih datar, seakan tidak bersemangat. Membuatku ragu untuk mengawali obrolan. Sebuah ajakan, tepatnya.         "Apa kabar?" balasku. Dan, ah, baru kusadari itu adalah sapaan terkonyol sedunia, karena baru tadi pagi kami betemu di kampus. Kodok pun tahu itu. "Baik, lah. Lha kita kan tadi ketemu," ujarnya seketika. Nah, kan, sudah ketebak jawabannya.
         Masih ketus nada bicaranya. Gagang telepon kugenggam dengan erat. Kotak bernama boks telepon umum ini kuketuk-ketuk, Mencoba mencari inspirasi kata-kata yang ampuh untuk menyambung obrolan yang mulai menuju garing. "Iya, tadi kan ketemu. Hehe," aku menjawab sekenanya.
        "Oke. Lalu?" suara di seberang melanjutkan pertanyaan. Aku yakin dia paham ini adalah obrolan nan tandus laksana gurun sahara. Tapi, untunglah, dia sudah mulai paham ke mana arah pembicaraanku. Setidaknya, nada suaranya mulai sedikit ramah. "Ada apa?"..
       "Mmmm, bolehkah aku mengajakmu mengikuti misa di gereja, Sabtu besok?" kataku sembari terbata-bata. Disusul keringat mengucur di sekujur badan serta kepala. Beberapa detik berlalu, suasana hening. Orang di luar bilik kaca ini mulai serius memehatikanku. Agaknya, dari luar, aku terlihat seperti patung yang tengah menelepon.
        "Baiklah. Kamu jemput aku, ya," terdengar suaranya. Akhirnya. Lega. Disepakati, kami akan bersama-sama mengikuti misa Sabtu malam. Tempatnya di sebuah gereja. Bukan gereja tempatnya misa mingguan, juga bukan gereja yang biasa kudatangi.
      "Malu kalau ketemu teman," begitu alasanya. Sama seperti alasanku. Ini adalah acara pertamaku mengajak seorang perempuan. Apakah ini kencan? Ah, tidak juga. Atau dia yang sungkan menolak ajakanku? Aku tidak tahu. Ah, untuk apa memikirkan itu.
       Yang penting aku bisa mengajaknya. Mungkin menapak tahapan selanjutnya yang orang-orang sebut dengan kencan. Aha, kencan. "Kencan, kencan.. Kencan, kencan..." suara itu terus teringang di telingaku hingga 24 jam ke depan.

.....

       Sabtu sore. Cuaca cerah. Dunia merestuiku. Asyik. Kupacu pelan motorku, si bebek dua tak yang umurnya lebih tua empat tahun dari tahun kelahiranku. Butuh 30 menit menuju rumahnya. Sepanjang perjalanan, tak henti-henti aku merapal "mantra" agar rencana tidak berantakan.
     Akhirnya sampai juga aku di depan rumahnya. Rumah yang sederhana, sesederhana perempuan yang sebentar lagi kuajak pergi. Pintu kuketuk, dan dia sendiri yang membuka. Seorang gadis manis ada di depanku. Dengan senyum terpasang indah di wajahnya yang mungil.
     Ah, ada sang kakak di belakang si dia. Menatap dengan penuh selidik siapa gerangan lelaki yang berani mengajak adiknya pergi. Jurus basa-basi harus segera diluncurkan untuk mendapat tiket kencan. Ah, kencan lagi yang otak ini pikirkan. 
      Singkat cerita, tiket mengajak dia untuk keluar rumah, kudapat. Dengan catatan harus pulang lagi kerumah sebelum pukul 21.00. Ah itu soal gampang. Aku pasti mengembalikan ke rumah gadis bermata mungil ini. Orkestra detak jantung mulai bergemuruh, seiring motor kustrarter. Yes ! Hari bersejarah ini harus kucatat. 22 Desember. Catat !   
     Setumpuk kata melintas di kepala sepanjang perjalanan. Barangkali kamu pun demikian. Andaikan aku bisa melihat raut wajahmu saat itu. Kalau saja aku boleh berandai-andai, aku ingin kamu memelukku. Melingkatkan tanganmu ke pinggangku. Andai. Tapi, aku bisa merasakan posisi dudukmu jauh di sisi belakang jok. Dan ada tas di antara kita.
     "Mungkin, aku pria kesekian yang mengajakmu ke gereja. Tetapi kamulah wanita pertama di semesta ini yang kuajak ke gereja," satu sisi pikiranku berbicara padaku. Ah. Entahlah. "Mungkin dia wanitamu kelak. Ambillah hatinya, miliki dia," sisi lain pikiranku menimpali.
      Di tengah silang imajinasi itu, kami melaju berdua, membelah ruas-ruas jalan. Ah, 15 menit rasanya terlalu cepat sampai ke gereja. Kami bahkan belum sempat bercakap-cakap. Dua-tiga perempatan terlampaui tanpa berhenti karena lampu lalu lintas menyala hijau.
     Akhirnya, sampailah kami di gereja itu. Kami duduk di salah satu sudut. Misa pun dimulai, lagu demi lagu dinyanyikan. Sungguh, aku ingin mendengar suaramu. Merdukah suaramu saat bernyanyi. Seindah apa suaramu? Namun nampaknya kamu hanya membuka mulut, tanpa disertai suara.
       Satu setengah jam aku duduk bersebelahan dengannya. Tanpa satu kata pun yang terlontar. Sepertinya aku ingin berteriak agar seisi gereja ini mendengar. Inilah perempuan yang menyita malam dan siangku. Inilah perempuan yang tatapannya meremukkan rongga dada dan mencekat nafasku.
       Tiga atau empat kali aku mencoba mencuri pandang. Tapi, sialnya, selalu ketahuan. Dan berakhir dengan kepalanya yang langsung menunduk. Sungguh, aku malu dan tersipu. Tapi karena aku lelaki, aku tidak boleh terlihat malu, kan? Aku mencoba menyelami pikirannya. Mungkin dua merasa malu jika ketahuan teman. Karena itu, sikap tubuhnya pasif.
     Begitulah.... Aku tidak pernah menyangka bahwa itulah kali pertama dan juga kali terakhir dia mau kuajak pergi berdua. Begitulah. Tidak ada yang salah bukan? Hanya ada yang keliru. Sebab, sampai hari ini, setiap mengikuti misa di gereja itu, aku selalu duduk di kursi tempat kita duduk, dahulu..

BACA JUGA ARTIKEL LAIN :
PELUKAN (CERPEN)
BASA WALIKAN

Kamis, 11 Juni 2015

KRETEEEEK, KRETEEEEK,.... NIKMATNYA

    Entah sejak kapan sambalbawang punya kebiasaan melakukan cracking atau membunyikan tulang-tulang dan sendi demi sebuah sensasi kelegaan sesaat tatkala mendengar bunyi “kreeek” atau "kleteek".
     Serentetan bunyi yang ritmis dan melodis. Juga terkadang hanya bersuara lirih “tik..” atau "tak" yang bersumber dari relung-relung tulang kaki, tangan, punggung, dan leher. Atau kadang malah bersuara "kraaaak" seperti dahan patah terinjak. Tidak bisa dibilang merdu, tapi sedap terasa.
    Mungkin sejak duduk di bangku TK, sambalbawang rutin melakukan cracking secara tidak sengaja, untuk sekedar membunyikan jari-jemari yang pegal karena capek main kelereng. Namun kebiasaan ini semakin menjadi-jadi kala remaja dan dewasa, bahkan sampai sekarang belum sembuh. Ada sejumput kelegaan terpancar begitu selesai melantunkan “orkestra” tulang ini.
    Setiap hari, mungkin malah tiap jam jika tidak dalam kondisi tidur, sambalbawang melakukan cracking. Sengaja maupun enggak. Dari sekadar merentang ruas tulang jari tangan dan kaki, hingga memutar pinggang. Dari menekan punggung kaki, mendonggakkan kepala, hingga “mematahkan” leher. Ketika menunduk mencari pulpen jatuh, pun, juga kadang merasa perlu lencari cara untuk memunculkan bunyi “tik-klutuk-ctak,” dari punggung.
    Keahlian craking makin bertambah ketika kuliah. Diajari oleh sohib saya bernama Pay a.k.a Fahruddin, yang kini menjadi pegawai negeri sipil di ibu kota. Dulu, sembari mendengarkan lagu Iwan Fals di kos-nya, Pay menurunkan "ajiannya" ke saya. Adegan selanjutnya, gantian tulang-tulang dia yang saya remukkan. Haha. 
    Memang, skill untuk urusan gini, tidak penting. Namun, jujur aja, cracking memang mengasyikkan. Di kemudian hari, "ajian" itu saya tularkan ke sohib sambalbawang lainnya. Meski, ya tetap belum ada yang level ilmnya setingkat sambalbawang. Hihi.
   Balik ke belakang, cara mengkretek si-Pay itu, sebenarnya menganut falsafah yang kalem. Korban, eh, yang dipijit, tinggal telungkup, tangan diletakkan disamping, bukan di depan dada. Posisi badan rilek, kepala "lempar" ke kiri/kanan.  
   Sementara itu, posisi "pelaku" nangkring di atas punggung "korban". Tempatkan tapak tangan di kedua sisi punggung korban, tapi awas jangan mengenai tulang belakang. Lalu, mencari titik terbaik, untuk merasakan susunan pertulangan. Nah ini yang butuh jam terbang. Kalau sudah cocik, tekan dengan kekuatan sedang. 
   Kreeeek. kreteeek... Suara seperti tulang yang diremuk, atau kadang mirip tulang yang patah, pun, terdengar. Seiring dengan itu, lenguhan kenikmatan pun terlagukan. "Ini hari apa? Aku siapa, kamu siapa," begitu kata seorang teman menggambarkan sensasi betapa kretekan ini sungguh nikmat. 
    Cracking memang cihui. Seakan-akan sanggup melonggarkan otot dan sendi yang pegal dan kaku. Tulang yang penat seperti ditarik ceria, dan dibikin lega. Namun ternyata cracking tidaklah seindah rasanya, jika ditengok dari sisi kesehatan.
    Suara "kreteek" itu sebetulnya apa? Dari sejumlah literatur disebutkan persendian manusia mempunyai cairan dan gas yang jika ditekan/didorong akan mengeluarkan suara “kretek-kretek”. Kok bisa ya suaranya gitu, entah.
    Cracking tidak berbahaya jika tidak sering dilakukan, tapi jangan jadi kebiasaan. Sayangnya inilah yang terjadi pada saya yang fana ini. padahal, dampaknya, bisa saja terjadi trauma ringan pada tulang dan pergeseran jaringan ikat. Haduhlala...
    Cracking pada leher disebut-sebut yang paling berbahaya. Area leher, mestinya tak dibengkok-bengkokkan gitu. Namun celakanya itu kok yang paling aduhai rasanya. Sebagai jalan tengah solusi, ya memang kudu dilakukan hati-hati. 
    Tapi sekali lagi, itu kok ya sulit. Sejenak melihat rekaman video di youtube, ternyata banyak orang yang cara meng-cracking leher-nya lebih “ganas” ketimbang saya. Asal puntir, bahkan sampai ada yang berbunyi "klak". Ngerinya.
   Beberapa waktu terakhir, sambalbawang mencoba lebih kalem dalam mengkretek diri, tapi kadang bablas juga, mesti tak sengeri tayanya di youtube. Setidaknya, satu tangan masih menopang dagu ketika tangan lain "mengekseskusi" batang leher.
    Ketika leher terasa pegal, maka otomatis mesti ditarik perlahan ke samping. Karena tidak bunyi-bunyi juga, nariknya dikuatin. Lho, mana bunyi itu? Kok masih enggak bunyi juga nih leher, maka level dorongan ditambah. Akhirnya satu sentakan menuntaskan sekian hentakan yang gagal tadi. 
   Terdengarlah bunyi “kreek” disertai efek “dueeeng” yang membuat kepala ini sedikit “berdentang”. Selama 1-2 detik berikutnya, seakan hilang sehelai kesadaran dan mata ini hanya bisa ketap-ketip. Sejumput penyesalan pun datang belakangan, karena takut leher patah. 
    Namun segera kenikmatan menerpa, menyelubungi jiwa. Kelegaan melingkupi, seperti terlepas dari beban berat. Kecemasan tadi, mendadak lalu tertutup kenekatan sesaat demi meraih sensasi aneh yang ngeri-ngeri sedap ini.
   Berulang kali, sambalbawang mencoba menghentikan kebiasan cracking ini. Memang sudah berkurang jauh, mengingat usia sudah menuju uzur dan tulang tak seleastis dulu. Namun tetap saja tiap hari tulang ini harus diremukin. Setidaknya jemari tangan, kaki, punggung kaki, pinggang, dan leher. Lho kok semua?
   Sungguh tidak mudah menghentikan kebiasaan ini. Hanya sebatas mengurangi dan membatasi, yang sepertinya paling logis bisa sambalbawang lakukan. Sambil menulis ini pun, sudah dua kali tulang-tulang jari "bernyanyi". Kreteeeek.... Nikmatnya.



Rabu, 10 Juni 2015

TENTANG HONDA (3) INILAH STAR'S FAMILY

     Kemunculan varian Astrea Star, motor mungil berkapasitas mesin 90 cc bikinan Honda, di tahun 1986, menjadi tonggak penting cikal bakal desain mesin bebek pabrikan itu. Saat era Astrea Star inilah Honda juga sukses mendesain bodi yang ramping. Unjuk kerja mesin pun mumpuni. 
     Mari sejenak menengok penampakan keluarga Star ini. Batok lampu yang persegi dan tidak kebesaran, knalpot ramping yang tidak lagi serupa cerutu (astrea 800), stang dan spion mungil, jok yang tipis namun nyaman. Blok mesin berwarna putih dan masih distempel “Made in Japan”.
    Tebeng plastik ala Astrea 800 masih dipertahankan, namun jauh lebih kecil ukurannya. Namun lengan ayun depan, masih mengadopsi Astrea 800, tetapi dengan level "bantingan" yang jauh lebih lembut. 
    Secara tampang, Star proporsional jika membandingkan ukuran dan kapasitas mesin. Beda dengan varian Astrea 800 yang rasa-rasanya masih keberatan di bagian kepala dan agak janggal di bagian ekor. 
     Star membawa perubahan besar dari desain-desain Honda bebek. Juga dari sisi kenyamanan. Untuk pertama kali, ruang indikator pada kepala bebek Honda, desainnya indah. Masih berwujud kotak (mengotak) namun yang tidak kegedean.
    Kemunculan Astrea Star langsung bikin jatuh hati banyak orang. Diler-diler langsung dipenuhi motor itu. Namun yang bikin orang sulit melupakan Star adalah performanya. Mesinnya sih hanya 90 cc namun sanggup menyemburkan tenaga cukup gahar, dengan suara yang merdu. Ini dia penampilan Star seri tahun-tahun perdananya, yang sambalbawang ambil dari internet.


    Dengan cepat Star menjelma menjadi primadona motor bebek. Para bebek lain seangkatannya, sulit mengejar. Di rentang tahun 1986-1998, Star diproduksi. Periode keemasan Star agak terganggu ketika Grand muncul tahun 1991-1999. Generasi Star pun "tertekan" sejenak tatkala Astrea Prima terbit di tahun 1988-1991.
    Saat krisis ekonomi melanda, tahun 1997 lalu, daya beli masyarakat akan motor anjlok. Astrea Grand maupun Supra yang lagi merintis naik, rada susah terjangkau kantong. Di era ini, Star edisi terakhir muncul, yakni tahun 1997/1998, dengan warna strip yang cukup ngejreng, dan blok mesinnya berwarna hitam.
    Era keemasan Star, yang menurut sambalbawang ada di rentang tahun 1986-1990, sulit dikejar para bebek lain. Inilah permulaan motor Honda merajai jalanan. Suzuki yang meluncurkan seri perdana RC dua tak, maupun Alfa yang baru merenda varian pertamanya, tak bisa mengimbangi Star. 
    Astrea Star memang diciptakan untuk menjadi “Star” pada era-nya. Irit BBM, handling mudah, nyaman dikendarai, desain bodi yang mutakhir (kala itu), belum bisa diimbangi bebek-bebek lansiran pabrikan lain. Bebek Suzuki dan Yamaha pun belum melirik pasar empat tak.
    Sambalbawang pernah merasakan beberapa varian Star, meski itu motor teman alias meminjam, hehehe. Beruntung pula, motor-motor pinjaman ini kondisinya terawat. Performa Star memang luar biasa, dan ini pengalaman Sambalbawang sendiri. Menuju Kaliurang, ziarah ke Sendangsono, hingga naik ke Gunung Kidul, enteng saja, meski berboncengan.
    Di paruh kedua Astrea Star meluncur, ketika Grand dan Supra ditelurkan Honda, Star mulai ditempatkan pada level bawah. Supra yang teratas, disusul Grand, barulah Star. Namun itu tidak mereduksi kehandalan Star, yang meski sempat diragukan--terutama Star varian edisi terakhir (96-98). Edisi akhir Star, seperti ini, yang juga diambil dari internet.


  Pada varian Star inilah, generasi Honda berkubikasi 90 CC terakhir tercipta. Era selanjutnya adalah era bebek 100 CC. Astrea Star menjadi generasi terakhir Honda yang mengadopsi suspensi depan lengan ayun. Satu lagi, Star mengawali era mesin 4 percepatan motor bebek. "Kegalauan" kala menggeber mesin Astrea 800, seakan dituntaskan oleh mesin Star.
  Seorang kawan mengatakan, suara mesin Star bahkan lebih halus suaranya dan getarannya daripada Grand. Sambalbawang sih cukup setuju. Lebih setuju lagi jika ada seseorang menjual Star-nya. Aha.


BACA JUGA : 

SUPRA GTR 150 SI BEBEK (RASA) SPORT
MOTOR-MOTOR OKE YANG JEBLOK DI PASARAN
TENTANG HONDA (1) DARI HONDA PISPOT SAMPAI UNYIL
TENTANG HONDA (2) DARI ASTREA 700 SAMPAI ASTREA 800
SUZUKI NEX - LINCAH DAN IRIT
AVANZA VS WULING VS XPANDER
7 MOTOR BEBEK TERBAIK SEPANJANG MASA
LEBIH BAIK NAIK VESPA

TENTANG HONDA TIGER
JURASSIC WORLD VS JURASSIC PARK

*semua foto diambil dari internet (istimewa)