Sabtu, 24 Juni 2017

BALIKPAPAN JADOEL - NOSTALGIA SEBENTAR SAMA BARANG LAWASAN

Semakin ke sini, generasi 90 semakin menunjukkan ke-eksis-annya, kejadulannya. Jaman memang sudah berubah bahkan berlari, tetapi generasi era ini masih bercita-cita merasakan lagi nostalgia. Istilah kekiniannya, susah move on.

Sambalbawang termasuk bagian generasi 90. Makanya tidak heran, ketika dikasih tahu ada pameran bertopik serba jadul, langsung saja girang hati dan bodi. Segera tancap gas ke lokasi pameran bertitel “Sound of Ramadhan” di Pentacity Mall Balikpapan, 17 Juni lalu, bersama sodara Bojo yang juga pecinta lawasan.


Om Yudi, salah satu kolektor barang lawasan di Kota Minyak, lagi jaga stan malam itu. Mengawal sederet “harta karun” yang terhampar, bikin mata-berkunang-kunang karena kepengen. Pakai banget, lagi. 

Masuk ke pameran, mata langsung “ditampar” beberapa walkman jadul. Ada Sanyo M-G31 yang masih “sarungan” kulit. Kata Om Yudi, nih walkman bikinan tahun 1979. Ini mah tahun sambalbawang lahir.

Mendengarkan "Chiquitita", tembang lawas ABBA, pakai walkman itu, saat itu, pasti mengasyikan. Anti mainstream. Karena yang mainstream adalah tape compo dan tape deck yang kagak bisa dijinjing, apalagi dicantolkan pinggang.

Balik lagi ke pameran. Merek lain di jajaran walkman, diwakili oleh Sony dan JVC, dua brand asal Jepang. Oke. Oh iya, barangkali masih ada yang penasaran, mengapa walkman begitu legendaris? Untuk menjawab, kita mesti balik arah dulu ke era sambalbawang masih duduk di bangku SD dan SMP.

Siapa yang bawa walkman, bisa dipastikan akan terkenal. Khazanah musiknya di atas rata-rata, juga isi kantongnya. Sedikit banyak juga menggambarkan gimana “strata” sosial. 

Sambalbawang punya walkman pertama kali ketika duduk di kelas 2 SMP. Mereknya Sunny, bahannya plastik. Harganya, yah kira-kira seperlima walkman merek Jepang yang termurah. Dibeli di supermarket setelah menabung beberapa minggu. 

Di pameran yang langka ini, ada juga real tape portabel merek National, bikinan tahun 1960-an. Kata om Yudi, isi di dalamnya adalah rekaman suara Titiek Puspa saat nyanyi dan sedang siaran. Ini piranti wajib radio-radio kala itu, ya.

Ada pula tape compo bermerek Telesonic. Wah, ini satu lagi merek asal negeri sakura, yang (dulu) amat terkenal, tapi tak lagi berlanjut. Ada pula tape merek Sanyo MS400K dobel speaker, yang sayangnya tidak berfungsi. Selain merek-merek di atas, dipajang tape dek merek Nakamichi. 

Gramaphone engkol juga ditaruh sebagai penanda ini adalah zona jadul "garis keras". Saudara bojo tak henti-henti menatap alat itu. Kayaknya rada takjub menyadari bahwa kita pernah hidup di masa ketika pemutar musik hanya bisa dilakukan memakai gramaphone. Duh, susah banget ya menikmati musik, kayaknya. 

Dan satu hal lain yang juga asyik, adalah ratusan kaset terhampar. Rapi jali berderet di susun di rak kayu dan di atas meja kayu. Ada beberapa kaset grup legenda semisal Gigi, Nugie, GNR, Metallica, Green Day, Sheila on7, Dewa, Jamrud, sampai Karakatau. Kaset Hari Moekti, Vina, dan Crisye, juga ada.

Kaset-kaset Nirvana, White Lion, Muse, Scorpions, Halloween, Santana, dan Bon Jovi, ada. Oscar Harris pun, ada. Dan yang mengharukan, ada satu kaset Sanggar Cerita. Jadi kepengen nanyi “Slamat berjumpa dengan sanggar cerita, dalam kisah lagu dan cerita, lalala. Mari kita dengarkan, mari kita nikmati..”

Di tengah stan pameran, ada satu kotak terlihat, dan isinya ternyata sejumlah piringan hitam (vynil). Mendadak jadi inget turntable sambalbawang yang sudah 4 bulan ini koit, tidak bunyi. Hm, sebagian kaset dan vynil ini boleh dibeli pengunjung. Namun mayoritas kaset, tidak untuk dijual. Hiks.

Om Yudi juga menjual satu box set The Beatles. Nyaris pingsan melihatnya. Ada 14 album ditambah buku tebal berisi foto-foto empat musisi asal Liverpool itu. Secara sambalbawang termasuk die hard-nya Beatles sejak SD, it’s amazing.

“Yang satu box set ini saya jual murah,” kata om Yudi, yang di instagram bernama “babetopbs” ini. Nah siapa berminat? Murah lho. Tinggal telpon saja si-om Yudi. Mau nanya seputar servis barang lawasan, bisa ngontak dia juga.

Pameran seperti ini penting bagi Balikpapan agar terus terjaga kejadulan warganya, terutama para generasi 90-an. Jadul itu keren, dan ketje bukan? Enggak jadul, enggak seru. Enggak jadul, ke laut aje. Enggak jadul, ketinggalan zaman. Enggak jadul, cape dech.

Semakin keren dan wawawa, karena sambalbawang bisa menebus dan membawa pulang satu kaset Metallica yang black album. yang kovernya item memplak itu loh. Ini adalah kaset ketiga black album milik sambalbawang, setelah dua sebelumnya sudah pensiun. Nggak usah tanya mengapa kaset-kaset bisa pensiun.

Begitulah, jreng.





Baca Juga  :  THE BEATLES FOREVER
Baca Juga  :  KILAUMU BAGAIKAN MUTIARA
Baca Juga  :  SARADAN





Sabtu, 10 Juni 2017

KISAH NASI GORENG DAN BRIGHT GAS MUNGIL


Dari sekian banyak masakan yang pernah sambalbawang bikin, nasi goreng termasuk amat sangat jarang. Meski kalau ditanya, ya suka-suka saja sama nasgor. Untuk urusan nasgor, lebih banyak hasil masakan sang belahan jiwa.  

Nah ternyata pada suatu ketika di bulan ramadhan ini, ada pengumuman lomba memasak nasi goreng. Journalist Cooking Competition, begitu judulnya. Tempat kejadian perkaranya ada di halaman kantor Pertamina Balikpapan, Sabtu 10 Juni 2017 sore. Dari judulnya sudah ketahuan siapa saja peserta lomba hore ini.

Lomba memasak, sebenarnya sudah banyak bertebaran. Tapi yang cukup unik kali ini, event-nya juga untuk mempopulerkan Bright Gas tabung 5,5 kg. Si Pinky mungil yang nongol di bumi etam sejak Februari 2016 ini termasuk elpiji nonsubsidi sekuel bright gas 12 kg.

Barangkali, gegara asyik mantengin pinky kecil yang masih mulus catnya, hati jadi adem. Hahaha. Imbasnya, sambalbawang mengikuti lomba dengan tenang, kalem, dan ceria. Sementara peserta lainnya “ngebut” dengan kecepatan 80-90 km per jam. Sambawalbawang tetap woles.

Batas waktu 30 menit, sebenarnya kan cukup. Dan terbukti tiga menit sebelum waktu habis, sajian nasgor sudah selesai. Lho kok mepet? Lha wong, 15 menit setelah peluit wasit berbunyi, sambalbawang baru mulai menggoreng.

Sesuai konsep awal, nasi goreng pun tampil sederhana. Meniadakan saus yang merah, menepikan lada, juga menyingkirkan terasi. Vetsin di-skip, sementara kecap hanya dituang tiga tetes. Nasgor nampak kalem, hanya berwarna putih-kekuningan. Beda jauh dengan 12 tim peserta lain yang nasgornya sampai berwarna merah membara.

Tapi jangan salah, ini bukan sembarang nasgor. Ini nasgor spesial. Coba sampeyan dekatkan hidung, dan cium aromanya. Full bawang putih, bukan? Ya iya, lah, kan memakai 7 siung. Bawang putih ini juga untuk menjauhkan arena lomba dari serbuan drakula, hehe.

Tak hanya bawang putih, namun juga disertakan 8 cabai rawit, sebagai penegas bahwa nasgor tetaplah berkarakter. Vitamin C nan pedas memenuhi menu ini. Nggak pedes, nggak rame. Nggak pedes, kelar hidup loe. Gitu sodara,

Panitia memberikan dua butir telur ayam. Cocok. Satu telur difomat ceplok dan dibikin seayu mungkin, lalu ditidurkan di puncak gunung nasgor. Satu butir telur lainnya melebur dalam hamparan butir-butir nasi. Irisan tomat dan timun, cukup beberapa, dan disematkan di akhir penyajian.

Tandem masak, om Riyadi, pemuda yang masa mudanya dulu aktif di eskul pramuka ini, bekerja optimal sampai sempat tergores sedikit jarinya karena pisau panitia superduper tajam. Sekadar info, kami tergabung di tim “Solar”.  Cukup ngeri juga pilihan nama tim yang diacak panitia.

Tapi oke-oke saja. Setidaknya "Solar" masih ada kesan garang dan laki banget. Sesuai karakter mesin diesel berbahan solar, hasil akhir masakan memang sederhana. Solar untuk mesin diesel yang kuat di tanjakan dan tidak rewelan. Dan seperti itulah karakter nasgor “Solar” .

Tantangan berat lomba adalah, nasgor-nya enggak boleh dicicipin karena belum waktunya berbuka. Jadilah, selama lomba, semua peserta akhirnya "meraba-raba" bagaimana rasa masakannya. Kurang garam enggak ya, atau kurang pedes.

Panitia juga menggariskan, peserta enggak boleh bawa bahan dari rumah, Jika diperbolehkan, sambalbawang sih sudah menumpuk kerupuk "memagari" nasgor. Bukankah hakekat nasgor adalah juga berpadu harmonis dengan suara "kriuk" ?

Dan begitulah, kisah lomba memasak nasgor yang sudah kedua kali sambalbawang ikuti. Lomba pertama tahun 2013 lalu di Pasar Segar Balikpapan. Saat itu sambalbawang berduet dengan belahan jiwa, memasak nasgor jamur.

Tidak ada piala dan piagam dari dua lomba itu. Tapi tidak mengapa, karena ini kan hanya lomba. Hanya celemek yang dibawa pulang, hati sudah cukup gembira kok. Hal terpenting adalah menikmati lomba itu sendiri. Jarang lho ngikut lomba kayak gini.

Barangkali, dua lomba ini akan membuka kesempatan untuk semakin memikirkan peluang membuka warung nasgor. Jika pakai si pinky, barangkali bakal jadi warung nasgor pertama di Indonesia yang memakai bright gas 5,5 kg. Cukup mengharukan, bukan?

Tetapi keinginan yang mendadak terlintas di benak tersebut, segera hilang, karena lebih kuat dorongan untuk membuka warung gudeg. Hahaha. Begitulah.

Baca Juga :  AKHIRNYA MENEMUKAN GUDEG
Baca Juga :  TEH NASGITEL - PET
Baca Juga :  ANGKRINGAN OH ANGKRINGAN
Baca Juga :  PENGEMIS BBM SUBSIDI
Baca Juga :  TEH VS KOPI
Baca Juga :  JAHIKAN KAINMU KE MODISTE SAMANTHA BALIKPAPAN
Baca Juga :  DI RELUNG KAMARKU (CERPEN)