Sabtu, 10 Juni 2017

KISAH NASI GORENG DAN BRIGHT GAS MUNGIL


Dari sekian banyak masakan yang pernah sambalbawang bikin, nasi goreng termasuk amat sangat jarang. Meski kalau ditanya, ya suka-suka saja sama nasgor. Untuk urusan nasgor, lebih banyak hasil masakan sang belahan jiwa.  

Nah ternyata pada suatu ketika di bulan ramadhan ini, ada pengumuman lomba memasak nasi goreng. Journalist Cooking Competition, begitu judulnya. Tempat kejadian perkaranya ada di halaman kantor Pertamina Balikpapan, Sabtu 10 Juni 2017 sore. Dari judulnya sudah ketahuan siapa saja peserta lomba hore ini.

Lomba memasak, sebenarnya sudah banyak bertebaran. Tapi yang cukup unik kali ini, event-nya juga untuk mempopulerkan Bright Gas tabung 5,5 kg. Si Pinky mungil yang nongol di bumi etam sejak Februari 2016 ini termasuk elpiji nonsubsidi sekuel bright gas 12 kg.

Barangkali, gegara asyik mantengin pinky kecil yang masih mulus catnya, hati jadi adem. Hahaha. Imbasnya, sambalbawang mengikuti lomba dengan tenang, kalem, dan ceria. Sementara peserta lainnya “ngebut” dengan kecepatan 80-90 km per jam. Sambawalbawang tetap woles.

Batas waktu 30 menit, sebenarnya kan cukup. Dan terbukti tiga menit sebelum waktu habis, sajian nasgor sudah selesai. Lho kok mepet? Lha wong, 15 menit setelah peluit wasit berbunyi, sambalbawang baru mulai menggoreng.

Sesuai konsep awal, nasi goreng pun tampil sederhana. Meniadakan saus yang merah, menepikan lada, juga menyingkirkan terasi. Vetsin di-skip, sementara kecap hanya dituang tiga tetes. Nasgor nampak kalem, hanya berwarna putih-kekuningan. Beda jauh dengan 12 tim peserta lain yang nasgornya sampai berwarna merah membara.

Tapi jangan salah, ini bukan sembarang nasgor. Ini nasgor spesial. Coba sampeyan dekatkan hidung, dan cium aromanya. Full bawang putih, bukan? Ya iya, lah, kan memakai 7 siung. Bawang putih ini juga untuk menjauhkan arena lomba dari serbuan drakula, hehe.

Tak hanya bawang putih, namun juga disertakan 8 cabai rawit, sebagai penegas bahwa nasgor tetaplah berkarakter. Vitamin C nan pedas memenuhi menu ini. Nggak pedes, nggak rame. Nggak pedes, kelar hidup loe. Gitu sodara,

Panitia memberikan dua butir telur ayam. Cocok. Satu telur difomat ceplok dan dibikin seayu mungkin, lalu ditidurkan di puncak gunung nasgor. Satu butir telur lainnya melebur dalam hamparan butir-butir nasi. Irisan tomat dan timun, cukup beberapa, dan disematkan di akhir penyajian.

Tandem masak, om Riyadi, pemuda yang masa mudanya dulu aktif di eskul pramuka ini, bekerja optimal sampai sempat tergores sedikit jarinya karena pisau panitia superduper tajam. Sekadar info, kami tergabung di tim “Solar”.  Cukup ngeri juga pilihan nama tim yang diacak panitia.

Tapi oke-oke saja. Setidaknya "Solar" masih ada kesan garang dan laki banget. Sesuai karakter mesin diesel berbahan solar, hasil akhir masakan memang sederhana. Solar untuk mesin diesel yang kuat di tanjakan dan tidak rewelan. Dan seperti itulah karakter nasgor “Solar” .

Tantangan berat lomba adalah, nasgor-nya enggak boleh dicicipin karena belum waktunya berbuka. Jadilah, selama lomba, semua peserta akhirnya "meraba-raba" bagaimana rasa masakannya. Kurang garam enggak ya, atau kurang pedes.

Panitia juga menggariskan, peserta enggak boleh bawa bahan dari rumah, Jika diperbolehkan, sambalbawang sih sudah menumpuk kerupuk "memagari" nasgor. Bukankah hakekat nasgor adalah juga berpadu harmonis dengan suara "kriuk" ?

Dan begitulah, kisah lomba memasak nasgor yang sudah kedua kali sambalbawang ikuti. Lomba pertama tahun 2013 lalu di Pasar Segar Balikpapan. Saat itu sambalbawang berduet dengan belahan jiwa, memasak nasgor jamur.

Tidak ada piala dan piagam dari dua lomba itu. Tapi tidak mengapa, karena ini kan hanya lomba. Hanya celemek yang dibawa pulang, hati sudah cukup gembira kok. Hal terpenting adalah menikmati lomba itu sendiri. Jarang lho ngikut lomba kayak gini.

Barangkali, dua lomba ini akan membuka kesempatan untuk semakin memikirkan peluang membuka warung nasgor. Jika pakai si pinky, barangkali bakal jadi warung nasgor pertama di Indonesia yang memakai bright gas 5,5 kg. Cukup mengharukan, bukan?

Tetapi keinginan yang mendadak terlintas di benak tersebut, segera hilang, karena lebih kuat dorongan untuk membuka warung gudeg. Hahaha. Begitulah.

Baca Juga :  AKHIRNYA MENEMUKAN GUDEG
Baca Juga :  TEH NASGITEL - PET
Baca Juga :  ANGKRINGAN OH ANGKRINGAN
Baca Juga :  PENGEMIS BBM SUBSIDI
Baca Juga :  TEH VS KOPI
Baca Juga :  JAHIKAN KAINMU KE MODISTE SAMANTHA BALIKPAPAN
Baca Juga :  DI RELUNG KAMARKU (CERPEN)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar