Minggu, 29 Maret 2015

BANYAK MOTOR SEDIKIT MEREK, SEDIKIT MOBIL BANYAK MEREK

Tema tulisan kali ini enggak penting-penting amat, cuma rada mengusik. Bikin gatal dan gemes jika tidak digaruk, ibaratnya begitu, kalau enggak diungkap. Jadi gini, Sambalbawang heran mengapa jumlah merek mobil yang beredar di jalanan Indonesia, lebih banyak ketimbang merek motor. 


Padahal, janin pun paham bahwa mayoritas orang Indonesia adalah pengguna motor. Iya,kan? Lantas, apa yang terjadi dan mengapa demikian? Sebelum menganalisis, sambalbawang coba detilkan dulu apa saja merek kendaraan yang beredar, yaks. 

Untuk kategori mobil, kita sudah hapal merek yang banyak bertebaran, yakni tiga sekawan asal Jepang: Toyota, Daihatsu, dan Honda. Tapi, negeri Sakura juga punya merek lain semisal Suzuki, Mitsubishi, Isuzu, Nissan, dan Mazda. Setahun terakhir--sejak 2014--muncul merek Datsun yang "lahir kembali" setelah absen 30-an tahun. Sedikit catatan, Datsun era baru ini nebeng Nissan.
    
Sementara, dari daratan Benua Eropa, diisi merek-merek terkemuka yang sudah mapan, antara lain, BMW, Mercedes-Benz, Volkswagen (VW), Opel, Peugeot, Citroen, Volvo, Renault, hingga Fiat, yang sebagian besar berjenis sedan. Negeri Paman Sam--Amerika Serikat--hanya menyumbang merek Ford serta Chevrolet. 
    
Korea Selatan ikut berebut "kue" meski telat datang, melalui duo KIA dan Hyundai. Kesuksesan negeri ginseng bikin gadget dan piranti elektronik, nampaknya melecut Korsel untuk menyempurnakan jajaran mobil-mobilnya. KIA dan Hyundai, di era 2000-an ibarat belum terdengar. Tapi sekarang? Lihat saja di jalan.
     
By the way, kalau ngobrolin merek KIA, sambalbawang jadi inget sama mobil Timor (Kia Sephia) yang mengaspal tahun 1997 lalu saat masih hangat-hangatnya krisis moneter (krismon). Sejumlah mobil Timor bahkan sampai sekarang masih terlihat mengaspal dan mayoritas sudah dipermak.
    
Bagaimana dengan negara sebelah? Bisa dibilang begitu meski belum full penetrasi. Malaysia sudah unjuk gigi melalui Proton. Tapi yang nongol di Indonesia masih terhitung seiprit, kebanyakan berwujud sedan, yang sebagiannya dijadikan armada taksi.
    
Okey, mari coba kita hitung berapa jumlah merek mobil yang sambalbawang sebutkan di atas. Ada 22 merek ! Itu pun belum memasukkan merek yang jarang berseliweran, yang biasanya kelas premium alias mewah. Misalnya Jaguar, Jeep, Mini, Audi, Subaru, dan Land Rover.
   
Belum pula merek lain seperti Tata asal India, Cherry asal Tiongkok, dan Holden dari Australia. Jika yang tiga terakhir ini digabung, totalnya jadi 32 merek. Wah.
    
Ayo coba bandingkan dengan merek-merek motor di Tanah Air yang hanya tiga terbesar diisi Honda, Yamaha, dan Suzuki. Mereka bertahun-tahun anteng tak tergoyahkan, dengan Honda di posisi teratas. Di belakang mereka hanya Kawasaki dan Vespa. Merek negeri pizza itu empat tahun terakhir mulai mencoba gencar menggeber varian-varian barunya (yang matik). 
   
Masih dari Asia, jangan lupakan India yang ikut mengeluarkan beberapa merek. Ada juga motor antik, sport kelas menengah ke atas, dan moge, mohon maaf, tidak saya sertakan dalam tulisan ini. Bukan apa-apa sih, cuma sebagai penyeimbang suasana saja.
    
Jadi, total jendral, hanya ada lima merek motor yang mengisi nyaris setiap jengkal jalanan kita. Di sini sambalbawang belum memasukkan merek lain seperti Viar, TVS, dan KTM, karena nyaris enggak nampak memenuhi jalanan.  Untuk motor angkutan--yang dipasangi bak--tidak saya kalkukasi ya.
    
Singkat kata, setidaknya hanya ada lima merek motor yang berseliweran di jalanan Negeri ini. Rada-rada ajaib, bukan? Mengapa itu terjadi? Bagaimana bisa pengguna motor yang berlimpah ini, tak disediakan opsi merek yang banyak?
    
Kalau toh itu tetap bagian opsi, sepertinya hanya sebatas varian yang ditawarkan. Dari ranah motor, ada tipe bebek (cub), matik, hingga motor sport/cowok. Varian itu pun masih "terbelah" terutama di segmen bebek dan matik, khususnya menyangkut volume dapur pacu mesin, utamanya di 100 CC dan 125 CC.

Memang, pilihan warna pada motor lumayan bisa meluaskan lagi pilihan merek yang ditebus dari dealer. Namun, secara prinsip, sami mawon, sama saja. Enggak nemu keasyikannya. Banyak orang, termasuk sambalbawang yang rindu pada varian-varian unik. 
    
Ingatan pun terbang ke Kawasaki Kaze.. (maaf nih terpaksa menyebut merek sama variannya). Berharap masih ada tipe bebek, seperti tertera di brosur yang sambalbawang dapat. 
      
Namun terpaksa deh gigit jari. Kawasaki, pabrikan motor yang dulu di era Perang Dunia II kondang sebagai pembuat mesin kapal dan pesawat itu, ternyata memang tak mengeluarkan lagi tipe bebek sejak dua tahun silam. Sedihnya.
    
Kawasaki realistis menyempitkan pangsa pasar sesuai kondisi. Pilihan terbaiknya hanya menelurkan tipe sport, dan itulah yang dilakukan. Dari seluruh tipe yang dipajang, termurah adalah Bajaj Pulsar. Namun dia kan tetap bukan Kawasaki.
    
Mencoba melongok ke Vespa, kondisinya rada setara dengan Kawasaki. Vespa tak bisa bermain di harga murah---dulu pun Vespa tidak dikenal sebagai motor murah. Namun banderol harga yang di atas rata-rata mau tak mau berujung pada menciutnya nyali. 
    
Mereka yang ingin nostalgia sama Vespa dan berharap menemukan skuter kekinian, ya harus mengubur dalam-dalam harapannya. Semua Vespa baru bertransmisi matik. Enggak salah juga Vespa bertransformasi mengikuti tren zaman.
    
Dua tipe matiknya sudah sambalbawang jajal. Namun, sebagai skuteris penyemplak endog 61 dan sprint 77, sambalbawang memang belum sanggup “mengoper” jiwa dan sensasi-perasaan unik berkendara Vespa dari jenis jadul ke modern. 
    
Mengingat sudah ada tujuh seri Honda pernah singgah di rumah, mulai dari Supercub hingga Revo yang sekarang sambalbawang pakai, nampaknya motor baru dengan merek Honda, bukan opsi menarik. Butuh kuda besi merek lainnya. 
    
Karena belum punya motor matik dan dipicu rasa penasaran, sambalbawang akhirnya memutuskan membeli matik. Karena sudah banyak yang memelihara matik Yamaha, dan selera istri yang suka motor mungil, dipilihlah merek Suzuki.
   
Sesimpel itu ternyata, urusan memilih motor (dan mereknya). Namun sambalbawang masih belum puas dengan kenyataan bahwa hanya tersedia lima merek motor yang tersedia. Ingin ada motor bebek merek keluaran Eropa. Kalau bisa yang bermerek BMW. Ngarep...
   
Tapi rasanya itu mustahil karena di luar negeri, tepatnya di negara pembuatnya sono nooo, motor tidak terlalu dipikirkan. Lagipula paling hanya Asia Tenggara dan Afrika yang penduduknya suka (ngefans) montoran.


Pabrikan otomotif di benua sana lebih suka bikin mobil ketimbang motor yang sebiji mesti dijual di Indonesia dengan batasan harga Rp 13 juta-Rp 20 juta. Bisa-bisa pabrikan Eropa dan Amrik downgrade, kalau ngikut harga segitu.     
   
Harga Vespa matik saat ini, bisa jadi sekilas gambaran sahih kisaran harga motor bikinan Eropa. Bisa jadi, jika ada pabrikan asal Eropa bikin motor bebek, harganya bakal minimal Rp 30 juta. By the way, kalau motor bebek yang harga segitu? Tutup mata, dah.
   
Lagipula, kalangan menengah, konon katanya mulai tumbuh di hampir setiap negara. Bahasa gampangnya, lebih banyak orang yang kuat dan ingin beli mobil. Konsumen motor naik pesat, tapi pembeli mobil juga naik jumlahnya. "Kue" otomotif tetap tersaji.
   
Produsen mobil pun paham bahwa pemilik mobil lebih bisa dikuras uangnya untuk biaya servis, perawatan, dan pembelian suku cadang. Bukankah nyaris setiap mobil adalah "peserta" rutin bengkel? Ini beda jika dibandingkan dengan "dunia motor".
    
Sekadar gambaran kecil, motor yang kurang terawat, dan bahkan tak ada aki-nya, masih bisa jalan. Asal hidup mesinnya. Lampu dan sein dibiarkan mati, spion minus kaca, jok robek, pijakan kaki raib, bahkan sampai karburator yang "banjir", bukan masalah.
   
Beda kondisinya dengan mobil. Rada mustahil membayangkan orang menyetir tanpa lampu depan menyala di malam hari. Apalagi aki-nya bermasalah. Jika motor macet, gampang penanganannya, karena tinggal dituntun ke tepi. 
     
Tapi kalau mobil ngadat, urusan mendorongnya butuh minimal dua orang (Satu ndorong satu nyetir). Serangkaian fakor itu, menurut analisis sederhana sambalbawang, bermuara pada kesimpulan yang sudah terjadi: pabrikan motor yang sanggup eksis ya hanya itu-itu saja. 
     
L4, alias lu lagi lu lagi. Sampai kapan pun, ya begono. Merek mobil ya akan itu-itu saja. Merek motor, apalagi, ya bakalan gitu-gitu doang. Keluh..