Minggu, 28 Mei 2017

MAMMA MIA ! FILM MUSIKAL FULL LAGU ABBA

Mamma Mia. Supergrup asal Swedia, ABBA, merilis lagu berjudul itu tahun 1976, dua tahun setelah mereka dikenal dunia karena memenangkan Eurovision Song Contest.  Mamma Mia diadopsi dari bahasa Italia, yang berarti “ibu saya”. Tapi definisi lebih fleksibelnya, Mamma Mia berarti “aduh mak”.



Mamma Mia hanya satu dari banyak lagu ABBA yang membukukan hits. Garis besar lirik lagu ini tentang seorang cewek yang patah hati, berpisah sama yayangnya. Namun dalam lubuk hati masih merindu. Ada kesalahan pada si cowok, tapi si cewek merasa ikut andil salah. Dan ketika si cowok (agaknya) datang lagi, si cewek tak kuasa menolak.

ABBA meracik lirik dan judul secara jenius dalam Mamma Mia. Dengan nada riang-menggelitik, Mamma Mia cepat menarik perhatian. ABBA memang sudah bubar tahun 1982, namun tidak dengan lagu-lagunya. Dan begitulah film Mamma Mia ! lahir, jelas dari mereka-mereka para fans grup yang berjaya di tahun 1974-1982 ini.

Film Mamma Mia ! dirilis tahun 2008, atau 32 tahun setelah hits Mamma Mia tercipta. Rentang waktu yang panjang. Film itu pun sebenarnya terinspirasi dari pertunjukan drama musikal berjudul sama, Mamma Mia, yang dipentaskan tahun 1999. Dihitung sekarang, berarti film Mamma Mia ! sudah 9 tahun silam.

Rada telat untuk membahas film itu, tapi enggak apa-apa. Sebagai fans berat ABBA saya pun merasa wajib untuk mengungkit film asal Amrik itu. Di samping itu, tahun depan kabarnya dirilis sekuel film ini. Betapa.... Jadi, mari kita kulak-kulik dikit nih film. Sebagai kata pembuka, perlu dicatat bahwa genre film ini musikal, berbalut komedi. Tidak banyak yang berani bikin film genre musikal, dan tidak semua sukses.

Di sinilah letak keberhasilan gambling semua “arsitek” film ini. Jika belum pernah nonton film ini, segeralah nonton. Sungguh. Ini film bagus, tak hanya sekadar menggali memori akan ABBA. Satu hal yang jelas terbaca dalam film ini adalah alur cerita yang sederhana, tapi kuat dalam penyajian.

Didukung pula oleh beberapa nama tenar, seperti Meryl Streep, Pierce Brosnan, Christine Baranski, Julie Walters, Colin Firth, Stellan Skarsgard, dan Amanda Seyfried.  Menyadari ini film juga menampilkan keromantisan, latar belakang film pun dipilih yang pas: Skopelos, sebuah kepulauan kecil di Yunani.

Donna Sheridan (Meryl) tinggal bersama putri semata wayangnya, Sophie Sheridan (Amanda) di sana. Mengelola sebuah penginapan lawas. Meryl yang tumbuh dewasa sebagai gadis cantik, hendak menikah dengan Sky (Dominic). Cerita mulai bergulir dari rasa penasaran Sophie akan siapa ayahnya.

Donna tidak pernah cerita. Entah bagaimana Sophie suatu kali menemukan buku diari ibunya dan menemukan tiga nama pria yang dalam diari itu dikisahkan menjalin hubungan romantis dengan ibunya. Mungkin juga pernah titik titik titik (tahu sendiri lah). Itu pun tertuang di diari.

Sophie yang merindu sosok ayah, berniat mengundang mereka bertiga menghadiri resepsi pernikahannya. Sam Carmichael (Pierce), Harry Bright (Colin), dan Bill Anderson (Stellan). Sophie yakin bingits segera tahu siapa ayahnya begitu melihat wajah mereka.

Donna jelas tidak tahu rencana itu. Di sisi lain, Donna pun mengundang dua sohib karibnya yang dulu sama-sama gokil. Ketiga cewek paruh baya ini yang nantinya kebagian nyanyi banyak lagu ABBA di film tersebut. Sophie juga mengundang dua karibnya, yang juga kebagian nyanyi-nyanyi.

Bisa ditebak, kekacauan apa yang silih berganti bermunculan. Sam, Harry, dan Bill yang tidak saling kenal, diminta Sophie untuk mendampingi saat pernikahan. Ketiganya memang pernah deket sama Donna di waktu muda, dan gokilnya lagi, mereka semua mengira masing-masing adalah ayahnya Sophie.

Donna jelas gelagapan ketika pada akhirnya tahu ketiga pria itu ada di depan mata. Lha wong dia sampai tidak yakin siapa ayah anaknya. Dan selama ini menyimpan rapat selama 20 tahun semua kenangan itu. Tapi, kini malah berantakan. Pierce, eh Sam, sepertinya yang paling membekas di hatinya dulu. Celakanya lagi, atau untungnya, Sam kini berstatus duda, dan mengaku (di tengah film) bahwa pernikahannya kurang bahagia.

Akhir film cukup asyik. Sophie menunda pernikahannya karena ingin jalan-jalan dulu keliling dunia. Yang menikah justru Donna dengan Sam. Dua karib Donna juga lalu pedekate dengan Bill dan Harry. Susah-susah gampang kan ditebak alur cerita film ini.

Lagu-lagu ABBA, berseliweran sepanjang durasi film. Ada 22 lagu, antara lain Dancing Queen, The Winner Takes It All, Super Trouper, SOS, Take A Chance, I Have A Dream, Chiquitita, Slipping Through My Fingers, Lay All Your Love On Me, Thank You For The Music, Honey Honey,  I Do I Do I Do, Money Money Money, Does Your Mother Know, Waterloo, Voulez-Vous, The Name of The Game, Our Last Summer, When All Is Said And Done, dan tentu saja Mamma Mia. Gimme Gimme Gimme, yang intronya melegenda ini, ditampilkan beberapa kali.

Menariknya film ini, tak bisa dimungkiri karena Meryl Streep, aktris kawakan penyabet Oscar beberapa kali. Meryl bisa memerankan sosok ibu separuh baya umur 45-50 yang bertransformasi. Dari “liar” sewaktu muda (termasuk dalam hal pacaran), menjadi seorang ibu yang tenang dan menenangkan. Namun menyisakan juga sisi tomboy dan kikuk.

Dalam Mamma Mia !, setiap lagu dicarikan penggal film yang cocok. Ketika tiga pria masa lalunya muncul, Donna dimotivasi dua karibnya, diingatkan bahwa Donna muda adalah gadis yang penuh gairah. Dengan kata lain, hadapilah fakta kehadiran tiga pria itu. Maka, lagu Dancing Queen-lah yang keluar. Lalu, saat Donna menangis, dua sohibnya duet melantunkan Chiquitita. Oh iya, Chiquitita ini artinya gadis kecil dalam bahasa Spanyol. 

Di saat Donna tersudutkan pada (kekewaan) situasi masa lalu yang terbawa sampai tua, ia menyanyikan lagi The Winner Takes It All. Dalam cinta segitiga waktu mudanya, Donna merasa sebagai pihak yang kalah. Ketika Sam berlutut melamar Donna, dan meminta jawaban, keluarlah lagu I Do I Do I Do yang dinyanyikan rame-rame oleh para tamu undangan. 

Ketika Sophie membaca diari ibunya, Sophie menyanyikan Honey Honey. Ini satu hal menarik, jika tahu dan hapal lagu itu. "And now I know what they mean, you're a love machine. Oh you make me dizzy..." Hoho, ternyata Donna muda adalah seorang perempuan yang "membara".  

Dalam adegan lain, kala salah satu karib (cewek) nya Donna merasa ada peluang pedekate sama dua pria masa lalunya itu, lagunya Take A Chance. "If you're all alone, when the pretty birds have flown, Honey I'm still free, take a chance on me. Gonna do my very best, and it ain't no lie, if you put me to the test, if you let me try". Sambar aku, mas, sambar aku.. Gitu mungkin, maksud si cewek. 

Di bagian awal dan menjelang akhir film, muncul lagu I Have A Dream, yang melukiskan perasaan Donna. Impiannya. Saat Sophie meyakinkan cintanya ke calon suami, ia bernyanyi Lay All Your Love On Me. Lalu, ketika salah satu sahabat Donna malah (sialnya) didekati seorang cowok muda, anak pantai, coba tebak apa lagu ABBA yang muncul? Yup, Does Your Mother Know. 

Bagi penggemar musik ABBA, seperti saya, film Mamma Mia ! cukup memberi hiburan. Memang ada beberapa adegan slapstik seperti ketika Donna jatuh dari atap ke bawah, gegara ngintip kamar (loteng sebuah bangunan) yang ditempati Sam, Bill, dan Harry. Jatuhnya pas jerami, pula. Tapi tak mengapa, karena tidak mengganggu jalinan cerita.Toh ini juga film rasa komedi.

Membahas keasyikan film ini, tentu tidak sah jika tidak nyentil kekurangannya. Ada beberapa hal yang jadi nilai minus, Salah satunya, adalah, lagu-lagu ABBA tidak terdengar cukup merdu. Sebab, yang nyanyi ya semua aktor dan aktris. Padahal kita semua, seisi dunia, bahkan janin pun tahu, gimana seksi dan kece badainya suara Agnetha dan Frida (duo vokalis ABBA). 

Memang tidak berharap banyak, di film ini, para aktor dan aktris menyamai suara mereka berdua-juga berempat (dua anggota ABBA lainnya kan cowok). Jadi sebelum nonton film harus bersiap dengan kenyataan itu.Tapi okelah, lumayan suara Meryl. Tetapi, vokal pakde Pierce, haduh... Sementara kualitas vokal Sophie, meski cukup centil, tapi ya rada pas-pas-an.

Kalau tentang kualitas berakting, sih, aman-aman saja. Enggak buruk, meski juga tidak istimewa. Namun, Meryl kiranya menjadi pembeda yang akhirnya “menutup” keseluruhan penampilan. Dari segi kesesuaian lagu dan cerita, cukup bagus, tidak bikin kecewa. Lirik lagu yang sesekali diubah-menyesuaikan kondisi-tidak bertabrakan atau tidak terkesan dipaksakan nyambung dengan cerita. Nampak di pas-pas-kan, tapi tidak maksa. Gitu deh.

Kekurangan lainnya film ini, yakni, ada hal yang rada-rada enggak logis. Misalnya, mengapa Donna memilih tidak menikah. Meski tidak tahu persis siapa yang menghamili, setidaknya kan ada tiga pilihan pria. Toh mereka juga pernah (di masa itu) menyandang predikat sebabagi boyfriend-nya Donna. Bener, enggak? Tapi,, baiklah, tak jadi soal. 

Mereka yang berharap mendengar lagu ABBA setidaknya terlantun cukup merdu, jelas bakal kecewa. Tapi ini kan film musikal beraroma komedi, jadi ya masih dalam batas kewajaran. Hal yang menarik, menurut saya, film ini cocok buat mereka yang kenal lagu-lagu ABBA tapi tidak terlalu ngefans, juga mereka yang awam ABBA. Sekadar informasi, terjemahan lirik lagu ABBA, ternyata cukup puitis.

Kita diajak bernyanyi di sepanjang film yang juga cukup full dansa ini, sehingga tak terasa 1,5 jam berlalu begitu cepat. Mamma Mia besutan sutradara Phyllida Lloyd ini sukses besar dan dikabarkan meraup pendapatan hingga 609,8 dollar AS.  Pemilihan Mamma Mia sebagai lagu utama di film ini, terbukti tepat dan "menjual".

Sebagai penikmat film, yang belum bisa disebut kritikus film, saya menganggap film ini lumayan asyik dan pil mujarab nan wajib bagi para fans ABBA. Hanya saja, ada beberapa adegan dewasa yang terlalu berlebih diumbar. Menurut saya sih, dihilangkan atau direm “kadar” adegan itu, tidak menghilangkan substansi.

Tapi karena bukan saya yang bikin film Mamma Mia ini, ya terserah kehendak sutradara bagaimana jalan ceritanya. Tapi bolehlah kita mengritik sedikit sebagai fans ABBA. Sebagai penutup, jika film ini harus diberi skor dalam rentang 0-10, maka saya beri nilai 7. Enggak boleh protes ya. 



Sabtu, 27 Mei 2017

ZUNDAPP, LAMBRETTA, JAWA, DAN CB200, NONGOL DI PAMERAN MACI BALIKPAPAN

                     lambretta, zundapp, jawa

Yang namanya motor klasik, memang selalu menggoda. Lupakan dahulu soal resiko macet dan tipisnya sandal gegara kebanyakan mancal kickstarter. Lupakan ribetnya tidak ada lampu sein dan spion. Nikmati saja lekuk bodi motor lawasan ini. Elus-elus batok lampunya, dan ketak-ketuk sekujur badannya. Bayangkan betapa motor ini pernah ada, pernah jadi idola, dan masih cukup utuh sampai sekarang.

Itu tidak mudah, mengingat tahun 1970-1990an agaknya menjadi rentang waktu mereka, para jawara tua ini, seakan menghilang setelah meraja 30-an tahun. Dalam arti ada yang memang raib dijual, maupun teronggok di sudut garasi dengan kondisi termakan karat akibat tidak terawat. Seiring sang pemilik yang mulai senja, juga keengganan penghuni rumah untuk mengganti posisinya sebagai perawat motor tua. Begitulah, kira-kira. 

Sehingga ketika masih ada motor-motor klasik yang bisa kita lihat, itu jelas sejumput anugerah. Dalam kondisi hasil restorasi, cukup ori, maupun masih menyerupai kondisi naturalnya, tetap masih bisa menghadirkan sensasi yang sulit dilukiskan kata. Apalagi bagi mereka yang pernah punya kenangan.

Pekan lalu, 25 motor klasik terpampang di salah satu sudut teras mal Balikpapan Plaza. Plus satu mobil VW kodok. Berjejer rapi, bersih, kondisi cukup mulus, dan semuanya hidup, pertanda dirawat dan cukup rutin dipakai. Perayaan Hari Jadi ke 15 Tahun Dark Angel, Motor Antique Club Indonesia (MACI) Balikpapan, begitu judul pamerannya.

Ada Harley Davidson WLA tahun 1941 yang bermesin 750 cc dan termasuk moge langka. Ada BSA M21 dua biji, berkubikasi 650 CC dan 500 CC. Kawasaki KZ200 dan Matchless G3/L tahun 1954 juga ada. Honda CB200 tahun 1974 yang sudah dua silinder dan dua knalpot, ada. Jawa, Lambretta dan Zundapp Combinette tahun 1962, ikut dipajang. Ada pula Kawasaki KZ100P yang dikenal sebagai motor polisi, buatan tahun 1982. Ikut nemenin mereka, AJS lansiran 1954, dan beberapa lainnya. 

Sambalbawang tidak hendak mengorek bagaimana detil performa motor-motor bangkotan ini. Selain bukan pakar, juga tidak paham. Hehe. Hanya bisa nyempil-nyempil coba menganalisis, atau tepatnya komentar-komentar dikit seiring suara hati. Dari beberapa motor, ada yang terkesan, beberapa.

Yang pertama adalah Lambretta. Mungkin masih banyak yang mengira motor ini adalah Vespa, karena bentuknya rada mirip. Padahal beda. Meski sama-sama termasuk tipe skuter dan dari Italia, tapi Vespa dan Lambretta adalah dua merek berbeda. Kadar bedanya, ya cukup jauh, kalau mau dicari-cari. 

Lambretta terinspirasi dari "Lambrate" yang merupakan nama sebuah kawasan di Milan, Italia. Skuter pertama Lambretta keluar tahun 1947, selang setahun setelah Piaggio merilis Vespa. Melihat bentuknya, Lambretta yang rada rampingan dikit ketimbang Vespa-dalam periode yang sama-menggambarkan konsumennya memang menyasar juga ke kaum hawa.

Lambretta, meski berekspansi ke sejumlah negara, tidak banyak diproduksi. Sedikit pula yang sampai ke Indonesia. Sedangkan keluarga skuter, dosisnya, eh, jumlahnya melimpah. Keroyokan, pula, hehe. Namun, by the way, Lambretta pernah dijadikan moda transportasi helicak. Lumayan seru, kan. Tak heran Lambretta masuk radar incaran kolektor.

Jawa, ini motor antik yang mungkin bikin kita rada bingung. Ya karena nama "Jawa" itu. Sebenarnya nama Jawa ini tidak ada sangkut pautnya dengan Jawa (pulau Jawa, orang Jawa). Lha wong ini motor asal Cekoslowakia (yang sekarang bernama Republik Ceko). Jawa diambil dari dua nama pendirinya, Frantisek Janesek dan Wanderer. Nah. Wanderer sendiri adalah pabrikan otomotif asal Jerman. Karena terpuruk, diakuisisi sama Janesek. 

Jawa adalah produk yang cukup sukses, dan barangkali satu-satunya produk motor Ceko paling terkenal. Sejauh sambalbawang lihat, Jawa di Indonesia mengusung mesin 250 CC meski kabarnya ada yang bermesin 500 CC. Ini termasuk kategori motor yang powernya cukup melimpah. 

Keistimewaan si-Jawa ini, dari beberapa orang yang pernah sambalbawang tanya, yakni, mesinnya simpel. Karena bertipe dua tak, bengkel bisa lebih mudah ngakali jika mesin si Jawa ini lagi suka rewel. Jawa, agaknya sedikit menampakkan anomali pada “keluarga moge” yang mengagungkan mesin empat tak. 

Secara tampang, Jawa sejatinya tidak terlalu good looking. Salah satunya karena terlalu “penuh di bagian belakang” jika motor dipelototin dari samping. Barangkali karena itu pula, harga Jawa keluaran tahun 50-60an ini paling terjangkau di antara deretan motor lawasan ber-CC besar. Tapi jangan salah, banyak juga yang mengidolakan Jawa, salah satunya saya. Hehe.

                          HD 421 WLA dan KZ100P

Berikutnya adalah Zundap Combinette. Ini motor bermesin 50 CC buatan Jerman. Tidak ada footstep, melainkan sepasang pedal sepeda yang berfungsi sebagai kick starter, dan sekaligus tumpuan dua kaki. Jika habis bensin, tenang, masih bisa digenjot. Asyik, memang. Tapi ngomong-ngomong mesin segitu gimana powernya ya kala melahap tanjakan. Balikpapan kan 70 persen wilayahnya berupa perbukitan yang elevasinya cukup "bengis".

Tentang itu mas Heri, pengurus MACI Balikpapan yang lagi jaga di pameran, dan sekaligus si empunya Zundapp, punya jawaban simpel. “Ancang-ancang dari jauh. Lebih enak jalan-jalan bawa motor ini di malam hari,”. Tanya lagi, “Kalau boncengan gimana”. Jawabnya, ”Bisa, tapi jalannya datar”. Ah, mengharukan. Betapa....

Zundapp kependekan dari nama "ZUNder und APParatebru GmbH", yang awalnya dikenal sebagai produsen detonator (peledak). Zundapp didirikan Fritz Neumeyer dan Friedrich Krupp di awal 1900-an. Awalnya, Zundapp bikin motor ber-CC gede, bahkan ada yang 500-an CC. Namun belakangan (menuju tahun 1960), motornya makin kecil. Dari berbagai sumber menyebut, Zundapp yang awalnya punya nama besar ini, akhirnya bangkrut di tahun 1980-an.

Wokeh, kita lanjut menuju Honda CB200, yang dipameran ini tampil dua unit. CB200 adalah kakek buyutnya Tiger yang selisih rentang keluarnya hampir 20-an tahun. CB200 hadir di tengah-tengah masa produksi para bebek pitung Honda yang lagi gencar merangsek pasar Asia. CB200 dibekali banyak amunisi, seperti dobel knalpot, dobel silinder, rem cakram di roda depan, dan tongkrongan yang keren. Kombinasi ini memang materi jualan yang ciamik bagi Honda. CB200 hadir 3-4 tahun pasca-Honda mulai mengenalkan keluarga CB di tahun 1970 yang diawali varian CB100.

Menarik juga melihat CB200 ini berani dikeluarkan pabrikan sayap mengepak. Era tahun segitu, motor antik sebenarnya sudah meredup. Satu-satunya pemain Eropa yang tersisa hanya Vespa. Mungkin ini juga untuk mengimbangi laju Vespa mengingat Vespa yang paling sukses merebut pasar di Indonesia. 

Perlu dicatat, produk Vespa saat itu memang oke punya. Salah satunya varian Sprint. Satu Indonesia kan tahu, gimana beringasnya Sprint (pada saat itu). Di sisi lain, seiring masuknya CB200, sambalbawang lihat, juga seakan sebagai pengantar fenomena “mengecilnya” kapasitas mesin-mesin motor cowok besutan Honda. Terbukti pasca CB200 keluar, motor laki Honda (yang dijual komersil), kubikasi mesinnya tidak ada yang melebihi 200 CC. Barulah Tiger di awal 1990 yang menggendong mesin 200 CC.

Motor lain, BSA, ini buatan Inggris, kepanjangan dari Birmingham Small Arm. BSA termasuk motor koleksi yang top. Tapi sudah tahu belum kalau BSA, selain merek motor klasik, juga merek sepeda onthel. Era perang dunia melambungkan nama BSA (motor), dan BSA disebut-sebut (pernah) menyandang status sebagai pabrikan motor terbesar di dunia. Sepeda onthel BSA-nya pun dikenal sebagai sepeda untuk kepentingan militer. Varian sepeda BSA ada yang lipat, di era tahun 1940-an. Kebayang nggak tuh sepeda pasti pernah ikut terjun payung bareng prajurit.


Kalau yang Harley Davidson (HD) sepertinya sudah banyak yang tahu moge legendaris ini. Cukuplah disebut bahwa HD WLA di pameran ini termasuk masterpiece. Nah dari sekian motor lawasan ini, mana yang pernah sambalbawang kendarai? Tidak ada, sih. Hehe. Bonceng motor antik sih pernah, tapi lupa yang apa. Cuma sekali pula, jadi langsung lupa. Apalagi dulu masih remaja dan belum ngeh soal motor, maklum karena masih mancal sepeda.

Tapi sebagai catatan, sambalbawang pernah nyemplak satu motor klasik, yakni DKW Ifa, sekian tahun silam, di Yogyakarta. Pinjem sejenak dari salah satu bengkel, lantaran penasaran lihat motor itu dipasangi papan bertuliskan dijual. Motor bermesin dua tak 125 CC ini cukup kecil dan lumayan nyam-nyam. Sayangnya tidak kebeli karena ada kebutuhan lain yang lebih mendesak. Begitulah.

Sabtu, 20 Mei 2017

KUKIRA KAU ROBOT

Untuk pertama kalinya, setelah sekian tahun, aku mendengar lagi dirimu tertawa. Kali ini tawa yang bernada riang, tidak seperti dulu. Tidak ada lagi gadis tomboy dengan rambut cepak yang cuek di depanku. Melainkan perempuan cantik dengan rambut panjang tergerai. 

Akhirnya aku kembali ke rumah ini. Tidak banyak yang berubah, kecuali halaman depan yang sebagian berubah menjadi bangunan. Dulu, itu pohon mangga yang senantiasa berbuah lebat pada musimnya. Rumahmu tak lagi diapit kebun, yang dulu menjadi tempat ayahmu melewatkan waktu di sore hari. Aku beberapa kali menemani ayahmu mengobrol di sana, saat menantimu muncul dari dalam rumah.

Aku juga masih mengingat senyuman ibumu dan teh buatannya yang selalu tersaji untukku. Sama seperti ayahmu, ibumu pun sering mengajakku berbicara. Bermenit-menit, sampai teh dalam gelas kaca ini habis dan sampai kamu muncul dari bilik kamarmu.

Ayah dan ibumu adalah orang yang menyenangkan. Jauh berlainan dengan dirimu yang seakan menganggap kehadiranku hanya membuang waktu berhargamu. Atau malah memudarkan kecantikanmu. Mungkin juga kamu takut masa depan kalau membuka hati untukku. Masih belia usia kita saat itu.

Sekian tahun aku memendam amarah padamu. Bodohnya lagi, kebodohan ini kuulang sekian tahun kemudian. Bukti jaminan masa depan, sebuah pekerjaan, sudah rapat kubungkus saat kembali melangkahkan kaki memasuki halaman rumahmu.

Tidak nampak sedikitpun belas kasihanmu. Mengempaskanku hingga ke tepi jurang harapan. Dalam benak ini, dirimu tak berbeda dari robot. Untunglah kamu sudah menjadi manusia, sekarang. "Aku minta maaf atas perlakuanku padamu dulu," katamu.

Aku memaafkanmu.

BACA JUGA :
DI RELUNG KAMARKU (CERPEN)
PELUKAN (CERPEN)
MENGAPA HARUS NGEBLOG