Untuk pertama kalinya, setelah sekian tahun, aku mendengar lagi dirimu tertawa. Kali ini tawa yang bernada riang, tidak seperti dulu. Tidak ada lagi gadis tomboy dengan rambut cepak yang cuek di depanku. Melainkan perempuan cantik dengan rambut panjang tergerai.
Akhirnya aku kembali ke rumah ini. Tidak banyak yang berubah, kecuali halaman depan yang sebagian berubah menjadi bangunan. Dulu, itu pohon mangga yang senantiasa berbuah lebat pada musimnya. Rumahmu tak lagi diapit kebun, yang dulu menjadi tempat ayahmu melewatkan waktu di sore hari. Aku beberapa kali menemani ayahmu mengobrol di sana, saat menantimu muncul dari dalam rumah.
Aku juga masih mengingat senyuman ibumu dan teh buatannya yang selalu tersaji untukku. Sama seperti ayahmu, ibumu pun sering mengajakku berbicara. Bermenit-menit, sampai teh dalam gelas kaca ini habis dan sampai kamu muncul dari bilik kamarmu.
Ayah dan ibumu adalah orang yang menyenangkan. Jauh berlainan dengan dirimu yang seakan menganggap kehadiranku hanya membuang waktu berhargamu. Atau malah memudarkan kecantikanmu. Mungkin juga kamu takut masa depan kalau membuka hati untukku. Masih belia usia kita saat itu.
Ayah dan ibumu adalah orang yang menyenangkan. Jauh berlainan dengan dirimu yang seakan menganggap kehadiranku hanya membuang waktu berhargamu. Atau malah memudarkan kecantikanmu. Mungkin juga kamu takut masa depan kalau membuka hati untukku. Masih belia usia kita saat itu.
Sekian tahun aku memendam amarah padamu. Bodohnya lagi, kebodohan ini kuulang sekian tahun kemudian. Bukti jaminan masa depan, sebuah pekerjaan, sudah rapat kubungkus saat kembali melangkahkan kaki memasuki halaman rumahmu.
Tidak nampak sedikitpun belas kasihanmu. Mengempaskanku hingga ke tepi jurang harapan. Dalam benak ini, dirimu tak berbeda dari robot. Untunglah kamu sudah menjadi manusia, sekarang. "Aku minta maaf atas perlakuanku padamu dulu," katamu.
Aku memaafkanmu.
BACA JUGA :
DI RELUNG KAMARKU (CERPEN)
PELUKAN (CERPEN)
MENGAPA HARUS NGEBLOG
Tidak nampak sedikitpun belas kasihanmu. Mengempaskanku hingga ke tepi jurang harapan. Dalam benak ini, dirimu tak berbeda dari robot. Untunglah kamu sudah menjadi manusia, sekarang. "Aku minta maaf atas perlakuanku padamu dulu," katamu.
Aku memaafkanmu.
BACA JUGA :
DI RELUNG KAMARKU (CERPEN)
PELUKAN (CERPEN)
MENGAPA HARUS NGEBLOG
Tidak ada komentar:
Posting Komentar