Kamis, 18 Juli 2019

SERUNYA GRUP WHATSAPP TEMAN SEKELAS SD (1)

Entah sudah berapa puluh atau berapa ratus grup di aplikasi percakapan WhatsApp (WA) yang pernah sambalbawang ikuti. Dari grup teman sekampus, sekelas waktu SD, sepekerjaan, tetangga, hingga grup dadakan saat ada acara temporer. Juga grup-grup yang membahas topik tertentu.

Seperti ungkapan, pasti ada seleksi alam, itu memang benar. Ibarat badai, yang ada saat datang maupun pergi, grup WA pun bisa datang dan menghilang secara mendadak. Diundang masuk ke grup, bisa jadi menyenangkan, atau malah petaka kalau enggak cocok. Sementara, ketika ditendang ke luar grup, terkadang menyakitkan hati, tapi bisa juga melegakan kalau justru keinginan.

Salah satu resiko masuk grup ya mesti bersiap jika nanti keluar grup. Menyoal hilang-menghilang ini, pasti banyak sebabnya. Sambalbawang pernah mengalaminya sekian kali. Beberapa misalnya, ya memilih pamit dari grup karena grupnya mati suri, tidak ada informasi, bahkan nihil sapa-menyapa. 

Pernah juga ada yang (sepertinya) sengaja menghilangkan kontak dari list anggota, karena (mungkin) sambalbawang dianggap sudah tidak sevisi atau seobrolan. 

Ada pula yang anggotanya rontok satu persatu, karena grup hanya terkait acara atau aktivitas berdurasi pendek. Menyisakan sambalbawang sendirian, sebagai admin, tanpa pernah berperan sebagai admin karena saat masuk hanya diundang. Sambalbawang akhirnya hengkang, sekaligus menutup grup, daripada menghuni “grup hantu”.

Sambalbawang pernah juga berinisiatif keluar grup lantaran grup melenceng dari semangat awal. Dari grup WA terkait urusan pekerjaan yang akhirnya jadi grup sepi dan sepoi-sepoi, karena (nyaris) enggak ada informasi masuk, sampai grup “ya ampun” karena getol membahas topik “ketinggian” atau topik yang malah bikin kadar pinter turun.


Sekarang sambalbawang tergabung di 30-an grup WA. Barangkali jumlah segitu belum banyak bagi sebagian orang yang terbiasa eksis di jagat maya. Tapi bagi sambalbawang, 30 grup ini nyaris membuat “hilang ingatan”. Sering lupa kalau punya grup "penting", yang akhirnya lupa dibuka, atau ingat setelah sekian hari.

Terlepas dari faktor mata yang makin “manja” karena enggak kuat lama-lama menatap layar apalagi berurusan dengan huruf-huruf kecil, memang tak mudah untuk rutin memelototi hilir mudik percakapan grup. Ribet, bagi sambalbawang. Belum lagi dengan dua ponsel, karena hanya satu yang ternyata sering ditenteng, akibat faktor U.

Bahkan, ingat membawa dua ponsel pun, bisa lupa menengok pesan masuk. Belum ponsel yang habis baterai tapi tak disadari. Satu ponsel pernah lupa ditengok hingga tiga hari. Cerita lain, ponsel pernah "raib" di rumah hingga seminggu, lantaran lupa naruh di mana. Begitu dibuka, pesan yang masuk ibarat rentetan tembakan bermenit-menit.

Hilir mudik percakapan ternyata bisa sepadat ruas jalan Jakarta. Kalau lagi seru-serunya satu topik dibahas, dalam waktu satu jam, jika sambalbawang tak membuka grup, bisa tertinggal puluhan hingga ratusan chat. Itu baru satu grup WA. Dan sering lebih dari 3 grup yang kebetulan sering “tang-ting-tang-ting” nyaris berbarengan. 

Demi Asterix dan Obelix, kalau sudah begitu, sambalbawang menyerah. Maksudnya, tidak membuka semua chat obrolan. Dipilih satu-dua saja. Tapi, dari sekian grup WA yang masih rutin sambalbawang tengok tiap hari—meski tidak setiap saat—adalah grup sekelas saat duduk di bangku SD. Bahkan grup ini sudah berusia enam tahun.

Berawal Maret 2013, teman kejar-kejaran saat SD dulu, berinisiatif membuat grup seiring ngetrennya aplikasi percakapan WA yang menggeser euforia BBM-an. Dari beberapa anggota, akhirnya satu per satu teman sekelas terdeteksi keberadaannya, dan langsung “dijebloskan” ke grup.  

Sebagian teman menyambut dengan suka cita. Saling menanyakan kabar, domisili, pekerjaan, dan semacamnya. Seakan terpanggil kembali memori, terlempar sejenak ke seperempat abad silam saat masih bercelana pendek warna merah. Terpanggil juga gairah mengulak-ulik kisah lucu, wagu, hingga cerita rahasia masing-masing.

Dengan daya ingat yang lumayan tergerus seiring usia, tak semua kenangan tergali. Tapi di situlah pula keseruannya. Tak hanya tentang siapa yang suka siapa (dahulu kala), melainkan juga kisah ringan yang akhirnya terungkap. Oke, oke, salah satu bahasannya memang urusan asmara. 

Yah, asmara ala-ala monkey, lah. Secara saat itu kami masih malu kalau ketahuan suka siapa, apalagi dijodoh-jodohkan. Juga pastilah pernak-pernik ceritanya tidak seperti anak milenial masa sekarang. Dan setelah kami-menjelang (dan kini melewati) umur 40, barulah “berani” sedikit mengumbar kisah masa lalu.

Memang ada kisah yang masih rapat disimpan. Tapi sebagian cerita sudah terekspos karena memang "rahasia umum", hehe. Teman yang dulu nakal sekarang masih nakal bahkan rada saru, ya ada. Teman yang dulu cukup ramai, tapi sekarang agak pendiam, ada. Sebaliknya, ya ada. Macam-macam kategori, lah, pokoknya.

Ada yang badannya sudah agak “membulat” karena kini banyak makan, ada juga yang tetap kurus dan manis. Ada yang kini “memelihara” banyak tato di badannya, dan ada yang kini gondrong rambutnya. Ada yang cengkok ketawanya masih sama. Meski ada yang berubah, tapi masing-masing masih relatif hapal.

Sebagian masih menyimpan foto lawas, yang satu demi satu di-share ke grup. Biasanya, kami lalu tertawa-tawa mengomentari betapa culun dan “inosen” tampang kami. Belum ada yang nampak sangar atau nampak saru, hehe. Menyenangkan juga mengetahui masih ada yang menyimpan foto-foto itu. 

Bisa jadi, itu karena kami-kami ini ternyata juga banyak yang sekelas saat SMP, SMA, bahkan sekampus, dan sebelumnya sekolah di TK yang sama. Belum lagi banyak yang juga tetanggaan. Sambalbawang misalnya punya foto satu teman sekelas yang kebetulan tetangga, saat perayaan ulang tahun. 

By the way, sambalbawang punya satu cerita unik. Saat pindah ke Balikpapan, tahun 2011 lalu, sambalbawang tak mengira ternyata bakalan satu kota sama salah satu teman. Ajaibnya lagi, kami berangkat persis bareng. Selisih pesawatpun hanya 3 jam saat mendarat. Coba bayangkan kalau kami sepesawat. Bisa-bisa bakalan "berkelahi", minimal teriak-teriak histeris.

Lucunya lagi, kami tidak saling mengetahui kabar pindah kerja masing-masing. Alhasil ya saling terkaget ketika mendapati kenyataan saat berselancar di medsos. Bayangkan, tandem sambalbawang saat main bola dulu di posisi bek, pernah juga sebangku, pindah ke kota yang sama, nyaris berbareng waktunya. 

Teman ini terbilang cukup ajaib kisahnya. Sebagai bek, dia jelas bermain bola cukup buruk. Dan dia pun sudah mengamini itu. Seburuk apa, bisa dibaca di sini.Urusan main kelereng pun, juga enggak jago. Tapi dia pernah bikin kami geger –dan terkesima--karena sejumlah hal. Antara lain karena dia bikin (merakit) radio. 

Selain itu juga karena dia pernah punya pengalaman horor, yakni kejedot tiang kayu depan kelas saat bermain kejar-kejaran. Ambruknya di depan mata pula. Begitu “jeduk”, tumbang, dan terjerembab, langsung tak sadarkan diri. Kepala dia bocor. Sebagian darahnya terciprat ke baju sambalbawang. 

Ternyata keajaiban sambalbawang dan satu teman ini, tidak selesai dengan kesamaan hari kami tiba di Balikpapan. Ternyata nama istri kami masing-masing adalah juga dua nama teman sekelas saat SD juga. Badalaaah...Celakanya lagi, sepertinya itu sesekali menjadi topik diskusi tanpa henti di grup. Glek.

Selain kisah sambalbawang, banyak kisah lain yang asyik. Topik sesekali menjadi kian seru karena ada ada beberapa hal yang belakangan terungkap. Peristiwa yang tak terprediksi dan sempat lolos dari pengamatan seisi anggota grup. Misalnya ada yang sampai menikah, padahal dua-duanya masuk di grup. Lucunya adalah, sebagian dari kami (awalnya) enggak tahu. What, what? Eh betulan.. Ini meleset jauh dari "gosip" yang beredar tahun 90 silam. Hahaha. Kaget, sih, tapi sambalbawang jelas terharu nan bahagia.

Serangkaian obrolan yang ditumpuk, sempat pula berujung pada hal-hal serius hingga kesepakatan untuk kopi-darat alias bertemu. Untuk hal serius, misalnya, ada yang berinisiatif menggalang dana untuk membeli meja-kursi untuk adik-adik kami. Ah betapa sedih, melihat meja kursi mereka pada reyot. 

Untuk yang kesepakatan kopi-darat, alias reuni, sudah beberapa kali. Ada yang dibela-belain naik motor berangkat dari Klaten, Jateng, seorang teman yang kini jadi pengusaha. Orang ini, dulu mah, termasuk kompetitor karena “saling sikut” di papan klasemen rangking. Hahaha.

Urusan reuni, pernah juga terjadi secara dadakan. Saat bapak dirawat di rumah sakit, sejumlah teman-teman langsung menengok. Tak hanya sambalbawang yang gembira, namun ibu juga karena tak menyangka. Ah, tak sia-sia sambalbawang dulu sekelas sama kalian. Tos dulu, sama kalian, masbro dan mbakbro. 

Memang mustahil semua hadir saat reuni karena sudah pada menyebar domisilinya dan sebagian terhadang acara lain. Ada pula yang tinggal di luar negeri. Namun bertemu hanya beberapa, sudah membahagiakan. Agak janggal tapi lucu saat reuni berlangsung. Sambalbawang misalnya, akhirnya bertemu kawan tandem makan lotis. Masih kurus, masih begitu penampakannya, tapi masih nampak manis jua. Uhuk, batuk, batuk, batuk...

Ketemu juga sama teman si “pemakan chiki” yang dikenal cukup judes. Jadi menyesal juga mengapa dulu pernah jadi donatur makanan ringan itu ke dia. Tapi di satu sisi, beruntung pula dia sudah berubah. Sudah enggak judes, bahkan baik hati, Sepertinya ada faktor konsentrasi micin, sehingga dia bisa berubah. Hahaha.

Bersua pula dengan teman eks tetangga. Ini juga termasuk teman ajaib karena dulu, kami ramai-ramai ke rumahnya tak hanya untuk bertemu dia. Tapi juga untuk melihat gajah. What? Iya, gajah, karena pekerjaan bapaknya merawat gajah. 

Masih ingat juga, ada teman yang rumahnya luas sekali sehingga puas main petak umpet di dalam rumah, dan puas juga bermain kelereng di halaman. Teman unik lain, ada. Teman cewek ini bertangan kidal dan karenanya membuat sambalbawang sempat terpesona dan heran. Bisa jadi dia orang kidal pertama yang sambalbawang lihat. Akhirnya sering memerhatikan. Sempat menginspirasi untuk mencoba hal yang sama, yakni menulis pakai tangan kiri, meski akhirnya sambalbawang menyerah daripada diketawain ayam.


Ah jadi pengin reunian lagi. Masih banyak teman yang belum ketemu langsung. Namun reuni skala kecil sudah dilakukan teman-teman yang tinggal di Jakarta, Yogyakarta, dan Balikpapan. Meski yang terakhir ini hanya digawangi dua personel: sambalbawang dan si bek itu, atau tepatnya empat personel dengan rincian dua personel kategori “KW”.

Dan begitulah, grup WA sambalbawang yang berisi teman-teman sekelas SD, menjadi salah satu grup yang aktif. Hampir tiap hari selalu ada obrolan. Meski kadang topiknya sama, namun sepertinya selalu cukup fresh untuk dilontarkan. Dan rata-rata memori kami cukup baik untuk mengingat hal spesifik. Misal siapa yang dulu punya jam tangan kalkulator, hingga yang terkenal paling meriah, juga judes..

Sesekali, topik memang pernah rada “memanas” tapi dengan segera “mendingin”. Ah, semakin komplet saja bumbunya. Belum semua teman aktif menimbrung obrolan, dan sempat juga teman yang masuk lantas cabut dari grup. Tapi bagi sambalbawang enggak masalah. Namanya juga anggota grup, bebas masuk nimbrung tapi bebas juga jadi silent reader. Ada yang pernah masuk, tapi lantas keluar atas pertimbangan tertentu, ya no problem. 

Sudah 24 teman terangkum dalam grup WA sekelas SD ini. Masih ada 10-an teman sekelas yang belum masuk. Dilacak di fesbuk, pun, belum ketemu. Mungkin satu saat nanti grup ini bisa komplet. Meski itu agaknya mustahil karena ada teman yang pindah sekolah (dan belum terlacak), serta dua teman yang telah berpulang.

Salah satu yang meninggalkan kami –karena sakit-- adalah teman cewek Batak yang sangat baik. Dia pindah ke kota pelajar karena mengikuti orangtuanya. Dan dia satu-satunya di kelas yang enggak paham Bahasa Jawa, karena itu sering bertanya ke sambalbawang. Karena sambalbawang baik, ya dibantu. Hohoho. Dia sering bawa camilan ke sekolah.

Dia pernah menyanyikan lagu Batak dan menjelaskan artinya ke sambalbawang. Dan kami cukup sering haha-hihi saat pelajaran, sembari makan camilan “krip-krip” yang kami sembunyikan di laci meja. Pada enggak tahu, kan?  Atau sudah tahu? 

BACA JUGA ARTIKEL LAIN :