Rabu, 29 Juni 2016

THE BEATLES FOREVER

Empat anak muda asal Liverpool ini pasti tidak menyangka jika setengah abad kemudian orang masih menyanyikan dan memainkan lagu-lagu mereka. Efek Beatles, alis "virus Beatlemania" melampaui apa yang mereka pikirkan. The Beatles tidak benar-benar mati.

 Berselancar ke dunia maya, mudah menemukan video yang diunggah para penggila Beatles dari seluruh negara. Macam-macam bentuk, genre, format, hingga kreasinya. Dari grup band yang memainkan lagu Beatles semirip mungkin, acapela, berkostum serupa Beatles, mem-ponikan rambut, sampai yang ngasih tutorial memainkan gitar, bas, hingga drum.

The Beatles sebenarnya sudah tamat di awal tahun 1970. Meninggalkan begitu saja fans-nya yang kebingungan lantaran telanjur “gila” atau sudah menuju “gila”.  Sebegitu gilanya sampai ada yang tidak mau menganggap grup itu bubar. The Beatles tidak mati, karena yang mati hanya John Lennon--begitu argumennya. Dan ketika 30 tahun kemudian, tahun 2001, George Harisson meninggal, fans masih menganggap The Beatles ada.

Hm, itu juga yang sambalbawang pikir sih. Barangkali, Lennon (jika masih hidup) dan juga Paul Mc Cartney menyesal telanjur menyemai perseteruan yang berujung perpecahan grup. Dan sepertinya itu juga yang dirasakan duo lainnya, George Harisson maupun Ringo Starr. Bagaimana pun, mereka berempat sudah ditahbiskan sebagai Beatles.

Selepas The Beatles bubar, jalur solo karir ditempuh para personelnya. Apakah sukses? Iya, itu pasti. Siapa coba bisa menahan pesona mereka bereempat. Namun kalau mau jujur, sebetulnya, tak ada yang bisa menandingi level kesuksesan saat mereka masih bersama mengusung nama The Beatles. Pun ketika Lennon usai Beatles bubar lalu meluncurkan hits "Imagine" yang luar biasa, tetap orang mengingat dia sebagai dedengkot Beatles.

Bukankah masih ada yang tidak bisa--atau bahkan enggak mau--membedakan mana lagu Beatles dan mana yang lagu Lennon? Sambalbawang kira, Lennon boleh mungkin enggan kalau lagu-lagunya yang dibikin pasca-Beatles bubar, akan dianggap sebagai lagunya Lennon Beatles. Namun Lennon pastilah hanya bisa gigit jari.

Penggemar Beatles tak mau peduli itu lagu siapa. Suka cita memainkan lagu Imagine, setelah sebelumnya tampil "Mbitles", jamak terlihat di panggung ketika band-band mengkover lagu Beatles.. Demikian pula Paul. Setelah meninggalkan Beatles, Paul punya grup Wings, yang lumayan berkibar. Paul lantas bersolo karir dan mencetak beberapa hits hingga era pertengahan 90-an, salah satunya "Hope of Deliverance".

Bagaimana dengan Harisson dan Ringo? Mereka berdua memang tidak “sekencang” dua rekannya dalam bermusik dan bersolo karir pasca Beatles bubar. Tetapi Harrison dan Ringo tetap aktif di jalur musik, juga berkolaborasi dengan banyak musisi. Dunia jelas tahu kiprah mereka. Uniknya, beberapa kali mereka tampil di panggung, dan ...menyanyikan lagu Beatles. Meski sebagian ya lagu ciptaan sendiri. Nah, tetap saja mereka susah move on

Penggemar Beatles yang merana, akhirnya mendapat kabar baik yang menyegarkan. Beatles reunian--meski minus Lennon. Saat itu datang ketika tiga personel tersisa, menelurkan album anthologi di tahun 1995, dengan lagu andalan "Free As A Bird". Lagu koleksi Lennon--yang ditulis tahun 1977-- ini diserahkan Yoko, istrinya, ke tiga personel Beatles. Album itu berisi banyak lagu lain, sebagian dari proses rekaman lagu-lagu Beatles yang tidak dipakai (di album resmi).

Luar biasa. Bukan perkara mudah tentunya, untuk "menempelkan" suara Lennon dan meramunya. Dan hasilnya, Beatles meledakkan lagi euforia, dalam kurun waktu 15 tahun sejak meninggalnya Lennon yang ditembak fans-nya sendiri. Untuk pertama kalinya pula, sejak tahun 1970, setelah menanti 25 tahun, Beatlemania mendengar lagi keempatnya bermusik. Sejak saat itu, terutama Paul, semakin sering membawakan lagu-lagu Beatles.

Ditarik ke belakang, ke Lennon, dia enggak pernah menyinggung minat untuk membangun ulang Beatles. Namun Lennon pun tak bisa menahan fans yang kadung jatuh cinta dengan Beatles. Sampai detik ini, sambalbawang pun masih ngefans berat sama band satu ini. Lagipula, siapa sih yang tidak jatuh hati sama Beatles?

Band amazing 4 ini beranggotakan empat orang. Benar, Lennon dan Paul adalah ujung tombaknya. Namun Beatles besar karena Paul, Lennon, Ringo, dan Harisson. Empat talenta bersatu dalam waktu dan tempat, juga rentang waktu yang tepat. Ini sihir nan dasyat. Beatles itu ya Paul. Beatles itu ya Lennon, Beatles itu ya Ringo, Harisson itu pun Beatles.

Ini mirip dengan kondisi Warkop, dimana Dono itu ya Warkop, Demikian pula Indro dan Kasino. Ketika Kasino meninggal, Dono dan Indro bisa (dan diakui) mengibarkan bendera Warkop mewakili Kasino. Saat Kasino menyusul berpulang, Indro mewakili Dono dan Kasino sebagai Warkop.

Banyak orang bilang, Beatles menganut genre rock. Namun musik mereka juga bernuansa pop, rock, maupun klasik. Musik mereka di awal kemunculannya, cukup jauh berbeda dengan warna musik di akhir perjalanan. Beatles sepertinya mengalami tiga periode masa bermusik, yang saling berkaitan dan membuat musiknya semakin membuat berdecak kagum.

Periode pertama, adalah di era kelahiran tahun 1962-1965 di mana musik mereka ceria, cepat, singkat, dengan lirik-lirik simpel dan “ringan”. Ditancapkan sejak album pertama: Please-please Me. Di era ini pula, yakni tahun 1964, Beatles sukses menembus Amerika Serikat  lewat single “I Want To Hold Your Hand”.


Periode kedua, era 65-67, saat musik mereka mulai menjadi lebih “kaya” dan “liar” yang ditandai penambahan aneka instrumen dan keberanian meracik lagu. Tonggaknya adalah Sgt Pepper’s Lonely Hearts Club Band yang menjadi album terdasyat. Jika agak penasaran dengan seberapa “edan” imajinasi Beatles, barangkali bisa sejenak mendengarkan "A Day In The Life" :



Lagu “Yesterday” yang dinobatkan sebagai lagu Beatles yang paling banyak dirilis ulang dan diputar, muncul di era kedua ini. “Revolution” yang ada di album Revolver, juga bikin kening tercenung, lantaran sound gitar yang sangat “berisik”. Atau setidaknya paling noisy suara gitarnya dibanding lagu-lagu Beatles (yang nge-rock) sebelumnya.

Kemudian periode selanjutnya, setelah tahun 67 hingga bubar, musik Beatles berisi campuran suasana, antara “murung”, emosional, sedih, dan agak-agak dark. Album "Abbey Road" bisa ditengok sebagai penandanya. Di era ini lahir sejumlah lagu luar biasa, semacam “Something” karya Harrison, "Let It Be", "Don't Let Me Down", dan “Oh Darling”.

Tanpa mengesampingkan Harrison dan Ringo, Lennon dan Paul memang piawai. Terlepas dari perbedaan karakter, kemampuan musikalitas mereka saling melengkapi. Lennon seorang introvert yang urakan, sementara Paul ekstrovert yang ceria. Lagu-lagu John lebih "idealis" sedangkan Paul menyukai bikin lagu populer. Tapi keduanya punya “DNA” yang membuat tak ada yang membantah jika mereka ditahbiskan sebagai duet terhebat dalam sebuah grup band.

Beatles hanya delapan tahun mengguncang dunia, tetapi dunia bergetar hingga lebih 50 tahun. Sampai sekarang, dan seterusnya.  

Barangkali, cuma The Beatles yang bisa bikin.. delapan hari setiap minggu. Kamu ingin tahu sebuah rahasia? Aku akan mengikuti matahari, melintasi alam semesta. Ku melihat dia berdiri di sana. Yang kau butuhkan hanya cinta. Di sini, di sana, dan di mana-mana. Dalam hidupku, ku merasa baik-baik saja, dengan sedikit bantuan dari temanku.


BACA JUGA :
LILAC, SEPENGGAL CERITA TENTANG PASSION BERMUSIK 
"MAMA" by PAULINA, PROYEK LAGU PERTAMA
KONSER REUNI ABBA DALAM BENTUK HOLOGRAM ?
AGNETHA FALTSKOG vs ANNI-FRID "FRIDA" LYGNSTAD ABBA
MAMMA MIA ! HERE WE GO AGAIN, ABBA AGAIN
KAKEK-KAKEK AIR SUPPLY
THIS BOY
ABBA TALENTA TERBAIK MUSIK SWEDIA
LAGU-LAGU ABBA, LIRIK DAN VIDEO
7 MOTOR BEBEK TERBAIK SEPANJANG MASA
ANGKRINGAN OH ANGKRINGAN (TULISAN 1)
JURASSIC WORLD VS JURASSIC PARK

Nb: Foto-foto Beatles sambalbawang ambil dari internet

Sabtu, 25 Juni 2016

FORD LASER SONIC - BALADA FORDI (2)

      Entah tinggal berapa populasi Laser Sonic yang tersisa di Indonesia. Dan entah siapa juga yang masih mengingatnya. Sedan kompak cap Amrik-tapi agaknya diproduksi Jepang-yang dilansir awal 90 ini, sangat jarang nongol di jalan. Mungkin sudah pada punah. Dan entah mengapa pula, dari sekian varian Laser yang dilahirkan Ford sejak 1986-1998, varian Sonic termasuk jarang.

      Sedikit beruntung sambalbawang memiliki Laser Sonic berkubikasi 1.300 cc ini. Dalam kondisi yang boleh dibilang 90 persen orisinil, luar dalam. Berhubung sudah membesut Sonic-yang saya panggil Fordi-ini sejak 2009, setidaknya sambalbawang cukup sedikit paham gimana itu Sonic dan kesehariannya. Lumayan paham karakternya.
      Setiap ngobrol soal sedan Ford Laser, sudah suratan takdir, orang dengan mudah mengaitkan dengan taksi. Memang benar, karena dulu Laser memang identik dengan taksi. Namun dari sekian varian Laser, ada yang tidak difungsikan sebagai taksi. Seri Champ, juga Sonic, termasuk salah satunya. Keduanya ada di jalur non plat kuning.
      Sonic barangkali varian yang unik dari Laser’s family. Untuk ukuran mobil sedan buatan tahun 1991-1993, Sonic, apa mau dikata, memang ibarat “anak tiri”. Sonic adalah sedan simpel-minimalis. Ketika Mazda yang merupakan sodara sekandung nan (agak) kembar, muncul dengan speedometer digitalnya, Sonic masih masang speedo analog.
       Ketika di era 80-an sedan-sedan sudah punya fitur power window, power steering, dan power lainnya, Sonic masih manual. Buka jendela masih meng-engkol. Bahkan Laser-laser yang nongol sesudah Sonic, dan malah berwujud kotak, sudah power steering. Nasib.
       Namun, barangkali memang itulah uniknya Sonic. Dicipta untuk menjadi mobil sederhana, yang merakyat, namun masih rada "priyayi". Hahaha. Tapi ngomong-ngomong, mencari serba neka tentang Sonic Laser ini agak susah.
      Mencoba melongok berselancar ke internet, agak susah nemu blog-blog atau situs yang membahas khusus soal Laser Sonic. Ada sih, tapi belum komplet. Iseng-iseng nyari iklannya versi Indonesia, juga nggak nemu. Malah nemu video iklan Sonic yang dijual untuk negara Australia (semoga tidak salah) .  Nengok ke situs jual beli, juga susah nemuin Sonic.
       Satu hal tentang Laser Sonic, berdasarkan pengalaman sambalbawang, adalah, sedan ini cukup nyaman dan menyenangkan. Fun driving, lah. Jika ingin power mesin, mungkin tidak akan mendapatkan di Sonic, mengingat mesinnya segitu. Jika AC dinyalakan, tenaga mesin pun sontak ngedrop cukup lumayan. Mungkin seperempat tenaga tersita.
      Tapi ini memang sedan untuk berkendara santai, sodara, bukan untuk salip sana salip sini, apalagi untuk brutal driving. Ini sedan santai. Resume selama memakai, Sonic hemat BBM. Mungkin 1liter bisa menempuh 10 km. Lumayan kan.
      Untuk urusan handling lumayan, demikian juga suspensi. Ruang kabin lega dan kepala sambalbawang aman dari hantaman atap. Perpindahan gigi yang cukup soft. Mesin lumayan halus suaranya, namun ini dengan catatan jika AC-nya tak dinyalakan.  Tetapi kalau AC dibangunkan, suaranya cukup menganggu telinga. Swear, deh.
      Sambalbawang mengisi Fordi dengan pertalite, dan kadang-kadang pertamax kalau lagi kumat isengnya.  Mungkin atas sebab itu, Sonic piaraan sambalbawang ini cukup bertenaga. Pernah coba dipancal abis gasnya, spedo nunjuk angka 110. Gas belum abis, tapi lantaran detak jantung mulai balapan,  gas diturunkan lagi.
      Cukup asyik mencermati kinerja tiga pedal di bawah setir. Pedal gas cukup anteng dijejak. Pedal kopling mantap diinjak, Pedal rem pun asyik dan kualitas pengeremannya pun cukup top. Berani diadu dengan sedan pabrikan sebelah yang lahir di tahun yang sama.
      Berani taruhan, siapa yang pernah nyetir Sonic (terawat) akan mengamini pendapat sambalbawang. Posisi berkendara, nyaman. Mungkin karena dijual juga untuk konsumen luar, Sonic ini terasa lapang untuk ukuran orang Indonesia. Posisi boncenger depan, mm, rileks. Penumpang di bangku belakang pun cukup nyaman menyelonjorkan kaki.
      Panel instrumen jelas, mudah dilihat, dipahami, dan dipencet sana-sini. Bagasi belakang terasa lega dan lapang. Pernah sambalbawang iseng memuat tiga ban mobil, eh ternyata masih muat. Secara visual, Sonic good looking, apabila dipantengin dari luar. Dari dalam, Sonic mengadopsi interior yang kalem, dengan dominasi warga abu-abu.
      Untuk kinerja audio, Sonic ada di posisi standar. Sambalbawang sempat mengalami audio bawaan Sonic, juga spiker kit-nya hehe. Kualitas suara yang disemburkan, standar. Tapi tidak malu-maluin. Sekadar catatan, spiker bawaan Sonic, mereknya Panasonic. Tape-nya Clarion.
     Oh ya sodara, banyak orang bilang jeroan Laser Sonic itu sekandung dengan Mazda 323 Interplay. Benarkah? Lama-lama sambalbawang merasa tidak semua itu benar. Setelah sekian kali ganti sparepart, tentu saja, kesimpulan itu akhirnya mengerucut. 
     Salah satunya ketika sambalbawang ganti karet (selang) radiator. Bahkan pihak bengkel pun sempat bingung karena salah prediksi. Juga waktu ganti batok lampu lantaran batok bawaan telah menguning dan baret. Nggak dapat aslinya, terpaksa ganti pakai Corolla.  Sambalbawang berkesimpulan, Sonic memang nyaris tak ada padanan spare part-nya.
      Bicara soal mesin, inilah hebatnya Sonic. Mesinnya bandel, seperti siswa yang suka bolosan tapi selalu dapat ranking. Nggak pernah overheat, Namun Sonic tetap ada penyakitnya. Setidaknya sambalbawang nemuin satu, yakni suara ‘srek-srek’ di transmisi.
     Lima tahun lebih ndak ada bengkel tahu solusi atas masalah itu, sampai kemudian bengkel langganan, menganalisis itu karena gigi lima-nya kocak. Akhirnya beres, meski sempat sekali balik ke bengkel untuk menyempurnakan perbaikan.
      Saat paling asyik merasakan angler dan antengnya deru mesin Sonic, adalah pada malam hari yang dingin dan sepi. Melaju di jalan aspal nan lurus dan AC tidak dihidupkan. Terasa ini sedan yang nyaman. Tiada power steering menjadi tak terasa, karena bantingannya lembut.
      Ada keunggulan, tentu ada kelemahan. Sonic pun demikian. Kelemahan Sonic utama ada pada power mesin yang rada drop saat menyalakan AC. Tiada power seetring agak menyusahkan jika cewek yang dibelakang kemudi saat urusan parkir.
     Dasbord yang dikonsep sederhana, ala sedan jadul, tak memungkinkan menaruh barang sebotol minuman. Kalau bawa botol minuman, ya taruh di samping kaki. Mencari bengkel yang paham mesin Sonic, juga terbukti susah, setidaknya di Balikpapan.
      Harga sparepart Sonic pun mahal. Karbu Sonic milik sambalbawang yang asli, akhirnya harus istirahat setelah dipakai 23 tahun. RPM mulai tidak stabil. Karbu sudah lelah. Mencari aslinya, nemu di harga Rp 3,3 juta, sambalbawang mundur teratur.  
      Akhirnya dapat juga karbu Kijang kapsul yang dibanderol sepertiga dari karbu Laser yang asli. Masalah pun selesai. Namun karbu asli-yang masih berfungsi setidaknya 70 persen-tetap sambalbawang simpan, barangkali besok bisa berguna. Pada prinsipnya sambalbawang penganut ori. Sonic piaraan sambalbawang ini, sepertinya yang paling ori se-Indonesia.
      Kesimpulan akhir: bimbang mau jual Sonic ini, atau tidak. Hahahaha... Kayaknya sih, enggak. (nb; masih pakai foto fordi dengan dek bojo di sampingnya)..

Senin, 13 Juni 2016

PELUKAN (cerpen 6)

Aku berjanji padamu untuk menelepon tiap Minggu sore. Selama dua bulan, saat aku harus di luar kota untuk menuntaskan pekerjaan. Kamu hanya mengiyakan, sebatas mengangguk pelan, tanpa memberi kepastian apakah kamu gembira atau tidak.  

Selama dua bulan itu, tujuh kali aku meneleponmu dan tujuh kali mendengar suaramu. Barangkali terdengar biasa jika kamu mengira aku ada di pusat kota. Bukan. Tidakkah kau tahu, menelponmu sungguh memerlukan perjuangan. Bilik telepon terdekat, berarti harus berjalan sekitar 40 menit, lalu disambung menumpang angkot selama 15 menit yang untuk menunggu angkotnya pun paling cepat 10 menit. 

Itu semua sudah kuceritakan padamu. Lengkap dengan apa yang kukerjakan selama tujuh hari. Kuceritakan juga bahwa aku membuat puisi setiap hari, untuk mengingatmu, dan melukiskan kerinduan serta tanda tanya ini.

Hanya satu yang tidak kuceritakan padamu, yakni berapa rupiah biaya percakapan ini. Tahukah kamu kalau aku selalu menutup layar penunjuk biaya yang ada di pesawat telepon berbentuk kotak, terbuat dari besi, dan berwarna biru ini?

Tahukan kamu bahwa meneleponmu berarti banyak memangkas upahku yang tidak seberapa ini? Tahukah kamu bahwa aku memegang erat fotomu saat mendengar suaramu? Dan tahukah kamu kalau aku sudah cukup gembira hanya karena kamu sudi mengangkat telepon dariku. Tahukan kamu bahwa aku selalu menulis namamu di buku? Di sela-sela halaman, pasti ada namamu.

Tahukah kamu kalau aku mau menunggumu tiga tahun? Aku yakin kamu tahu. Tapi tahukah kamu jika adikmu memerhatikanku? Bahkan mencuri-curi kesempatan untuk berbincang denganku? Aku masih ingat ketika adikmu. dengan gaya rambut dikuncir dua, sering celingak-celinguk mencariku di kampus. Gadis kecil berkulit coklat, sedikit pemalu, sama sepertimu.

Tiga tahun pula, adikmu, yang sama manisnya denganmu menginformasikan kabarmu, dan banyak hal tentangmu. Dari kesukaanmu menyantap pecel, kerupuk, atau apa saja lagu-lagu favoritmu, kapan kamu ada di rumah, dan kapan kamu biasanya bersama teman-temanmu.

Kami...maksudku aku dan adikmu, sering menghabiskan waktu berjam-jam untuk membicarakanmu. Adikmu pun pernah menggambar dalam lembaran bukunya, sebuah jantung hati yang retak, menunjukkannya padaku, meski kemudian tertawa kecil dan menepuk-nepuk tanganku.

Bayangkan sejenak. Adikmu tahu aku amat mendambamu, menginginkanmu. Tapi sang kakak tidak kunjung paham. Tapi aku memang tidak ingin lagi menyoal kepedihan dan kepedihan yang kualami, ketika menatap mata adikmu yang ternyata menyimpan kerinduan. Setumpuk kerinduan sama, seperti rinduku padamu,

"Peluklah, aku, Mas. Untuk kali pertama dan mungkin untuk yang terakhir, karena tak mungkin ku memilikimu. Peluklah aku, lama," kata adikmu kepadaku. Hening. Sepi. Aku melihat senyumnya....teduh...indah.

BACA JUGA ARTIKEL LAIN :
BASA WALIKAN
BLOGER BALIKPAPAN RAYAKAN HARI BLOGER NASIONAL 2019


Kamis, 09 Juni 2016

PUISI (Cerpen 5)

Seringkali, selepas senja menampakkan diri, aku bertandang ke rumahnya. Sering aku menanti hujan deras karena saat itulah kamu pasti ada di rumah. Meski hujan deras berarti ancaman ngadat bagi motor bututku, namun inilah waktu terbaikku.

Seraut wajah manis itu menyembul dari balik pintu kayu. Seperti malam-malam sebelumnya, Tak ada satu gram senyum riang terpampang. Yang kupandangi adalah satu kilogram senyum nan garing. Aku tak tahu mengapa keriangan itu tak kau miliki.

Tiga puluh menit berlalu tanpa ada obrolan bermutu.Tiga puluh menit terkuras separuhnya hanya karena kamu merasa perlu bolak-balik masuk ke dalam rumah. Ada kebohongan di situ. Aku melihatnya dari semua bahasa tubuhmu.

Aku tidak peduli berapa mobil menghuni garasi rumahmu.Aku tidak peduli berapa hektar tanahmu, atau berapa kuintal emasmu. Aku tidak ambil pusing dengan kampusmu yang terkenal, bahkan aku pun tidak menyoal indahnya namamu.

Tapi aku tidak mengerti, mengapa tatapan indah yang kamu bagi ke teman-temanmu itu, tidak bisa kamu beri kepadaku. Aku tidak mengerti mengapa senyum ceria yang kamu tebar, tidak satupun yang kau layangkan untukku.

Mungkin berbicara denganku akan membuatmu pusing, atau melukai bibirmu yang indah. Atau melelahkan matamu yang lentik itu. Atau bakal merontokkan rambutmu yang terurai. Berbicara denganku, barangkali mengurangi cantikmu.

"Bolehkan aku menyita waktumu, lima menit saja," kataku, ketika tangan mungil itu sepertinya hendak menutup pintu. "Untuk apa?" sahutnya. Aku mengulurkan sebuah buku tulis untukmu, berwarna ungu, kesukaanmu.

"Bacalah, nanti, setelah aku pulang. Ini kumpulan puisi untukmu, ungkapan hatiku," kataku. Dia tak menjawab, hanya memiringkan sedikit kepalanya. Tapi memang aku tidak memerlukan jawaban, ataupun satu kata pun.

Segera kukenakan mantel hujan, menghidupkan motor bututku, dan berlalu dari sini. Aku tak mau membayangkan apa perasaannya, saat tidak menjumpai satu tulisan pun di buku itu. Mungkin marah, mungkin renyah.

Hingga keesokan harinya aku bersua denganmu. "Kamu mempermainkan aku, ya?" ucapmu. Aku terkekeh. "Bagaimana bisa aku mempermainkanmu, jika kamu begitu indah di mataku,". Dia menjawab,"Lalu, apa maksudmu?".

"Puisiku adalah buku itu sendiri, Kamu bilang hobi membaca. Kamu bilang suka menulis cerpen dan puisi.. Aku juga tahu kalau kamu suka warna ungu. Aku pun tahu kamu menyukai gambar sampul buku, yang berupa tokoh kartun itu," sahutku.

Kamu tertegun. Aku berlalu. Aku tidak perlu setumpuk puisi untuk mengungkapkan perasaanku padamu, kawanku yang cantik. Sebab aku sendirilah, puisi itu. Dan maaf, aku tak ada waktu melihat air matamu berjatuhan.









Senin, 06 Juni 2016

JANGGAL - cerpen (4)

Senyummu mengembang, malu-malu. "Jangan peluk aku di sini," bisikmu saat kedua tanganku merentang terbuka. "Aku takut ketahuan," jelasmu. "Ketahuan siapa?" tanyaku heran. "Ya ketahuan orang-orang rumah, lah. Rumahku kan deket," tukasmu.

Baiklah, jika itu pintamu. Tapi aku jadi ikut latah celingukan ke kanan-kiri. Jangan-jangan ada yang melihat. "Lha, kamu ngapain? Memangnya ada yang kenal kamu di sini?" ucapmu sembari ketawa ngakak, lalu menarikku menuju parkiran.

"Aduh,ngapain juga kamu bawa mobil?" tanyaku. "Lha mau naik apa lagi? Bapakku juga lagi nggak memakai mobil, jadi kubawa dulu sebentar menjemputmu," jawabmu santai. Tapi kamu mendadak bilang, "Cepetan, jangan kelamaan,".. Lha...

Duduk di sebelahnya, aku langsung memerosotkan posisi duduk. Seakan ada sniper mengintai dari kejauhan. Kaca hitam mobil lawas ini, tiba-tiba seperti kurang gelap.  Dia menyetir pelan-pelan, maklum masih belum terlalu lancar. Jika ini adalah film kartun, bisa kugambarkan mobil ini berjinjit saat meninggalkan stasiun.

Lima menit, sepuluh menit berlalu. Tawamu tiba-tiba meledak, seperti turis kelupaan paspor tapi lolos dari pintu imigrasi. "Aku seperti melihat ketoprak dagelan," katamu. Maksudnya? "Kita yang yang sedang bermain di ketoprak dagelan," terangmu.

Aku paham maksudmu menyebutkan "ketoprak", Tapi kalau soal "dagelan", itu yang belum kumengerti. Barangkali maksudmu adalah tingkah kita. Sepertinya begitu, mengingat sekian agenda aneh yang tidak jelas, dan akan kita lakukan.

Baiklah kuingat sejenak. Agenda utama kita, setelah merencanakan pertemuan, adalah berpelukan dan bergandengan tangan sepanjang hari. Sembari menyusuri kota. Tapi setelah ketemu ternyata hanya makan gorengan di warung pinggir jalan, dan ngobrol sembari menonton ikan di akuarium. Memang sih, ikannya banyak dan lucu... Tapi....

"Ah biarin, deh. Aku kan memang aneh," katamu sembari menggandeng tanganku dan merebahkan rambut ponimu ke pundakku. Aku sih sepakat bahwa kamu orang aneh, cewek aneh, karena beberapa saat kemudian kamu malah mengajakku menikmati hujan, Maksudnya, berhujan-hujan beneran. Hujan deres plus angin kencang, malah.

"Aku suka hujan, dan aku suka memelukmu," ucapmu. Aaah, so sweet, meski kamu mengucapkan itu sembari menyeruput minuman kemasan dan memandangi motor-motor yang terjebak hujan. "Kapan lagi aku bisa memelukmu?" lanjutmu.

"Cinta tidak harus memiliki, bukan?" jawabku mencoba bijaksana. Kamu langsung tertawa, lalu berkata, "Aku sebentar lagi dimiliki. Mungkin kamu yang harus segera memiliki siapa gitu," Waduh, skak mat, kalau begini....Entah harus menjawab apa, mendadak aku malah tertawa.

"Nah, sadar juga, kamu akhirnya," katamu dengan nada sewot. Mata lentikmu yang bulat melotot indah. Tapi, tunggu, tak akan kubiarkan dia menang. Aku membalas. "Di antara kita, paling-paling kamu duluan yang akan menelepon,".

"Aku tahu nomor telepon rumahmu, dan kamu menyimpan nomor telepon rumahku," jawabmu, mengakhiri pertemuan selama 12 jam tersebut, Aku yakin, benar-benar yakin menang "taruhan" sampai ketika beberapa waktu setelah pertemuan ini, ternyata aku yang empat kali meneleponmu. Sementara, kamu baru sekali.

BACA JUGA ARTIKEL LAIN :
MENGAPA HARUS NGEBLOG
BLOGER BALIKPAPAN RAYAKAN HARI BLOGER NASIONAL 2019




Rabu, 01 Juni 2016

SEGELAS TEH UNTUKMU

Harum serpihan daun-daun dan potongan batang-barang kering berwarna kecoklatan ini sungguh menggoda. Baunya, rasanya, warnanya, sudah sangat akrab denganku sejak aku melafalkan kata-kata pertama di dunia. Dia selalu menjadi teman yang menyenangkan di pagi maupun sore. Ada setiap hari.

Mari meraciknya. Letupan-letupan air mendidih dari panci pertanda temperatur yang tepat. Untuk menenggelamkan serpihan-serpihan daun, yang kadang juga batangnya berwarna coklat pucat, ini. Mengubah warna air menjadi coklat keemasan, namun bening.

Semerbak baunya malu-malu menguar dari tiap pori serpihan daun dan batang-batang itu. Mengepulkan sebersit asap putih. Sebelum terlambat, kutuang air panas beraroma menarik ini ke dalam gelas kaca. Menyaringnya, namun awas, jangan terlalu halus.

Sisakan partikel-partikel kecil serupa kerikil super mini namun lembut, biarkan mengendap di dasar gelas. Satu setengah sendok gula pasir, bakal menjadikan ramuan ini sempurna, Dan tentu, jangan lupa menghancurkan gula hingga kristal terakhir.

Buih-buih kecil akan riang mengumpul di tengah pusaran air, bolehlah diangkat jika racikan ini akan dihidangkan. Tapi, sah-sah saja membiarkannya sebagai hiasan permukaan airnya. Biarkan sejenak panas terlepas, tidak perlu terburu. Lima menit, cukuplah.

Duduklah sejenak dengan santai. Sedikit lantunan musik akan merasuk dalam setiap mili racikan ajaib ini. Kosongkanlah pikiran, sebentar saja. Pandanglah bening coklat keemasan itu, dan berterima kasihlah pada yang menciptakannya.

Tiuplah sedikit permukaan airnya. Cecaplah sebentar untuk merasakan sensasi panas-manis-kental-dan sepat, yang bertumpukan menyatu. Teguklah sekali-dua kali, lalu letakkan gelas  kaca ini. Pandanglah sekali lagi. Lalu habiskan.

Hangat menyeruak berlomba menjelajah seluruh tubuh. Aroma melati yang kuat namun bersahabat, dan menyenangkan, adalah milikmu. Aku sejenak teringat ibu yang menghadirkan racikan ini untuk pertama kalinya, dengan penuh sayang.

Dan aku, malam ini, meraciknya dengan segenap jiwa, untukmu kekasihku tersayang..Segelas teh istimewa untukmu, aku yakin bisa menjadi penambal lelahmu seharian. Membahagiakan tatkala melihat senyummu mengembang usai menyeruput minuman ini.

Kedua matamu yang bulat nan jenaka, membesar. Berkejap-kejab kegirangan. Gelas ini kamu genggam erat, seakan ingin menyerap panas dan sarinya ke dalam telapak tangan. "Sempurna," katamu, sembari tertawa renyah.



BACA JUGA :
BLOGER BALIKPAPAN RAYAKAN HARI BLOGER NASIONAL 2019