Selasa, 10 Desember 2013

GITAR, SKILL BERGITAR, BUKU LAGU, DAN SUHU

      Niat untuk membawa dua buku lagu kesayangan ke Balikpapan, kesampaian juga setelah tiga tahun memendamnya. 
      Satu buku, penuh tulisan tangan, berisi lirik puluhan lagu yang pernah hits di era 80 sampai 90-an, sebagian lengkap dengan kunci-kunci gitarnya. Ada lagunya Ebiet, Sheila on7, Gigi, Titi DJ, Java Jive, sampai Dewa19. Ini semuanya tulisan sambalbawang saat SMA dan awal kuliah. 
     Buku kedua adalah fotokopian buku saku berisi lagu-lagu The Beatles. Seukuran separuh majalah. Bersampul biru muda dengan gambar keempat personel band asal Liverpool itu. Gambarnya sudah rada kabur. Sambalbawang masih ingat, di mana memfotokopinya. Toko di selatan Mirota Kampus, Jogja. Saat itu masih kelas III SMP, usia yang lagi getol-getolnya belajar gitar dan berburu lagu.
    Kedua buku itu bagian dari sekian buku lirik lagu yang sambalbawang tulis di rentang waktu SMP hingga kuliah. Menjadi semacam "pegangan wajib" bagi sambalbawang yang saat itu tengah mendalami ilmu bergitar-demi eksistensi diri. Belajar secara otodidak.  Ahaaa.
     Tentu, sambalbawang punya beberapa "guru" gitar yang tidak resmi. Mereka adalah teman-teman sendiri, masih terbilang tetangga rumah. Dari mereka, sambalbawang mencomot skill bergitar, sepotong demi sepotong, dari menggenjreng ceria, memetik senarnya, hingga mulai memelototi solo gitar.  
      Dari satu "guru" tadi, sambalbawang mulai belajar menerjemahkan not balok ke nada-nada gitar. Dari guru lainnya, latihan menyimak cara memencet senar untuk memainkan intro Sweet Child O'Mine-nya GNR. Penting ini, bro, agar jari-jari enggak kesrimpet ke kolong senar. Maklum masih pemula.
    Dari guru yang lain, yang jelas fanatik cinta mati sama Nirvana, betotan bas di lagu Come As You Are, terselesaikan sempurna. Dari teman bersepeda, dan ini masih termasuk suhu, he, terserap skill memainkan KKEB-nya Andre Hehanusa.


    Yap, sambalbawang menyerap skill bergitar mereka secara potongan. Tidak utuh. Bukan memantengin dari pagi sampai malam, namun memperhatikannya sekilas. Bertanya detil, mana senar yang dipetik duluan, tabu, lah, yaw.
     Kerja keras berlatih, itu wajib hukumnya untuk dikerjakan di rumah. Sebelum ketemu para suhu tadi, ya sudah mulai berjuang. Bersenjatakan sebuah gitar bolong merek Arista.
    Gitar ini warisan pacar kakak (yang skarang statusnya sudah jadi kakak ipar). Ehm, seingat sambalbawang, gitar itu pertama dimainkan sewaktu SMP kelas 1. Namun baru ditelateni begitu kelas II SMP. Ketika tangan mulai "sampai", maklum gitarnya gede. 
    Agar menambah semangat, satu demi satu stiker ditempel ke badan gitar. Dari yang bergambar Batman, tiga personel Nirvana, Shinchan, Donald Bebek, logo coklat impor, stiker identitas SMA, sampai kuliah.
    Sepertinya masih kurang, sambalbawang sematkan juga stiker tanda sudah bayar pajak motor tahunan.Stiker SMA kakak saya, tempelin juga. Total jendral, kayaknya ada 30 stiker yang menutup lapisan cat coklatnya.
     Maka, latihan gencar pun menjadi rutinitas. Durasinya bisa berjam-jam tiap hari. Aktivitas ini mengikis habis lapisan kulit ujung jari, sehingga sidik jari pun sepertnya pernah terhapus beberapa "garis". 
      Aktivitas berjam-jam, seperti anak autis karena bisa setenga hari ngumpet di kamar itu, tentu saja berbuah omelan ortu. Tak usah dihitung intensitasnya. Juga tak usah dihitung berapa puluh senar sambalbawang bikin putus.
     Kembali ke buku-buku lagu tadi, satu demi satu mulai terisi potongan lagu, juga salinan lirik dan kunci gitarnya. Entah sudah berapa ratus lagi sambalbawang dapat dan tempelkan, atau tulis. 
    Dari majalah, koran sendiri, koran tetangga, sampai menyalin dari sampul kaset teman. Hehe. Benar-benar gigih.  Nah, setelah sekian tahun berlatih, saatnya sambalbawang unjuk gigi di depan publik. Tentu saja.
      Lokasinya adalah halaman depan rumah, sembari duduk di bawah pohon mangga. Begitu ada kerumunan orang berjalan di depan rumah, senar mulai digenjreng lumayan keras. Setidaknya mereka sejenak menoleh. 
     Lagu andalan yang pertama dikuasai (standar) adalah Bengawan Solo-nya Gesang, dan Don't Forget To Remember-nya Bee Gees. Lalu Guantanamera. Pokoknya lagu yang kunci gitarnya berkisar C, F, G.
     Hari demi hari, kemampuan bergitar otomatis bertambah meski sebenarnya secara perlahan mirip kura-kura. Mulai nongol "kapal" di ujung jemari, pertanda skala kegigihan berlatih. 
     Dari sekadar asal genjreng, bisa menyetem, lalu berganti ke petikan. Meningkat lagi, mencoba "mempersiskan" dengan lagu asli. Beberapa lagu sambalbawang rekam. Kadang hanya bagian solo gitarnya direkam.
     Langkah selanjutnya adalah mencoba-coba. Satu demi satu lagu bisa mulai digitarin seperti aslinya. Hore. Eurekaaaa. Kepercayaan diri tumbuh pelan-pelan. Mulai berani mengajak teman berduet.
      Mulai banyak nongkrong, sambil menenteng gitar, skill pun bertambah. Sampai akhirnya menyewa studio musik di bilangan Pengok Yogyakarta. Sambalbawang mengayuh sepeda 7 km ke tempat itu. Uang sewa ditanggung rame-rame.
     Karena ada teman lebih gape main gitar, sambalbawang harus "iklas" kebagian memainkan bas. Sering juga dikasih posisi teriak-teriak di depan mikrofon, meski sebetulnya ya dipaksa jadi vokalis mendadak, karbitan, gegara lama kami enggak dapat vokalis "murni". Saat itu menu lagu utamanya Nirvana dan Green Day.  
     Berawal dari itu pula, ajakan berlatih bareng mulai ada. Skala kecil, kalau enggak dibilang skala mungil. Akhirnya sambalbawang mencicip juga pentas perdana. Bangga dong, meski itu hanya di acara 17-an kompleks perumahan. 
     Dan pentaslah sambalbawang dengan menenteng bas. Bikin seneng sih, tapi juga enggak bisa dimasukkan secara bangga ke "curicullum vitae" perjalanan musik. Tapi manggung ditonton warga, itu tetap pengalaman mendebarkan, dan berharga. Sayang banget enggak ada dokumentasi. 
      Oke cerita kita lanjutkan. Beranjak kuliah, sambalbawang bertemu suhu gitar lain, yang lebih memacu adrenalin dalam bergitar. Namun nampaknya, inilah level bergitar saya mencapai maksimal. Tak bisa mengalahkan sang suhu, dan tentu saja sepertinya enggak bisa naik lagi levelnya. 
      Tak apalah, setidaknya semua sudah sesuai target. Salah satu target tersebut adalah, bisa ikut audisi. Nama audisinya adalah.... rahasia. Gagal total, hasilnya. Sebel dan rada jengkel, meski mengamini lantaran skil juga masih belepotan. Mana di awal lagu sempat suara basnya raib. Huff. Skip-skip cerita gagalnya. Yang jelas, dibalik kepahitan, itu adalah pengalaman yang asyik-gila-hore.
      Ketika lulus kuliah dan mulai bekerja, skill bergitar sambalbawang makin terkikis karena kesibukan menyita. Waktu dan tenaga sudah habis rontok di jalanan, di atas dua roda, dan juga saat di kantor. Intensitas bergitar pun meredup. 
     Gitar yang penuh stiker itu pun, semakin jarang sambalbawang peluk. Jika dulu sering harus tidur sambil memeluk gitar--agar bisa tidur--kini gitarnya sering tidur sendirian. Berhari-hari sering menganggur, malah kadang sampai berdebu karena seminggu enggak digenjreng. 
     Namun untunglah sebagian sisa kejayaan belum pudar. Setidaknya, masih bisa bikin kagum orang lain meski ya itu sang istri. Hahaha. Cukup, lah. Semakin asyik, karena gitar itu pun masih ada dan terawat.  Juga ada buku berisi lagu-lagu tersebut, untuk bisa sejenak memanggil memori. 
    Dan, empat tahun silam, sambalbawang bawang membeli satu gitar. Yang ini untuk dipakai istri, dan memang sengaja beli yang ukurannya enggak gede. Di rumah kini ada dua gitar. Jadi kami bisa berduet gitaran sembari bernyanyi. Aha.



BACA JUGA ARTIKEL LAIN :
LILAC, SEPENGGAL CERITA TENTANG PASSION BERMUSIK
MENGAPA HARUS NGEBLOG
THE BEATLES FOREVER
JURASSIC WORLD VS JURASSIC PARK