Senin, 30 November 2015

WELCOMING DAYS WITH SAMANTHA PROJECT


Sekali lagi, kami menjadi peserta pameran. Setelah lumayan sukses mengisi Look Pop Up Market 1-4 Oktober lalu, sekaligus menjadi pengalaman pertama, kali ini kami, tepatnya saudara bojo, mengikuti pameran bertajuk "Welcoming Days" yang dihelat pada 28-29 November. Nyam.

Kabar bahwa Samantha Project, lini usaha modiste-clothing line kami, diminta berpartisipasi di acara pengenalan Telkomsel 4G-LTE itu, langsung disambar. Ada 36 tenan, dan asyiknya, banyak partisipan yang sebelumnya juga peserta Look Pop Up Market. Aha, ada temennya.

Seperti sebelumnya, seputar jahit-menjahit tetap dipromosikan, meski sebenarnya mayoritas pengunjung mengira kami hanya sebatas jualan kain. Tapi it's oke, karena itu merupakan kondisi yang tidak terhindarkan, dan tidak usah dihindari. Karena, memang kalau dipikir-pikir, saya pun belum pernah lihat ada penjahit berpameran.


Karena itulah, urusan properti, kekompletannya jadi minim. Namanya penjahit, "senjata" yang dimiliki kan hanya mesin jahit, obras, metlen, pembuat kancing buntel, sama jarum. Sebelumnya, di Look Pop Up Market, stand ukuran 2 meter x 4 meter, setidaknya oke untuk ditaruh lemari besar, lemari susun, manekin, hingga sepeda onthel sebagai pemanis.

Tapi yang pameran terakhir ini, stannya lebih lapang, berukuran 2,5 meter x 5 meter. Agar tidak nampak kosong, diputuskan mengangkut Sprint 77 ke arena. Onthel masih sama, diangkut ke stan, untuk dipasangi papan "Samantha Project".

Dua hari pameran, memeriahkan acara peluncuran Telkomsel 4G-LTE itu, tidak secapek pameran sebelumnya yang digelontor empat hari. Kami masih bisa ketawa-ketiwi saat pulang. Asyiknya lagi ada mas penyedia jasa angkutan yang ramah dan tarifnya murah. Seorang kawan juga membantu bongkar-muat barang.

Pameran kedua ini, lebih ramai pengunjung. Mungkin karena faktor lokasi, di parkiran eWalk mal Balikpapan Super Block, jadi kebanjiran orang. Meski, tentu saja, stan kuliner yang lalu cepat sold out dagangannya.


Stan fashion seperti kami, memang hanya diseliweri sekian orang. Namun bagi kami, itu sudah cukup, dan malah sudah melebihi ekspektasi. Menyenangkan melihat lini usaha kami ternyata membantu banyak orang untuk lebih fashionable. hehe.

"Mbak, kalau beli kain di sini, njahitnya gimana ya," ujar mbak-mbak ke istri saya. "Ke saya saja, bisa," sahut saudara bojo. Pucuk dicinta ulam tiba. Yup, bawa atau pilih sendiri kainmu, jahitkan ke Samantha Project. Tagline kami "pantes lan prayogi". Monggo,,,,


yang ini foto saudara bojo sama genk peserta pameran.. myehehe.

BACA JUGA
LILAC, SEPENGGAL CERITA TENTANG PASSION BERMUSIK 
MUSIK ZAMAN DAHULU VS ZAMAN NOW, MANA YANG BERKUALITAS?
TEH VS KOPI
MAMMA MIA HERE WE GO AGAIN, ABBA AGAIN
BANYAK MOTOR SEDIKIT MEREK, SEDIKIT MOBIL BANYAK MEREK


Minggu, 22 November 2015

BASA JAWA (1) BAHASA YANG (MUNGKIN) TERUMIT


Bahasa Jawa barangkali bahasa yang paling rumit di muka bumi. Tingkatannya berlapis-lapis, dan penggunaannya pun sesuai kondisi dan lawan bicara. Berbahasa Jawa, tidak hanya sekadar bisa berbahasa Jawa, namun juga tentang menghargai orang lain.

Nah, dalam blog ini, saya nggak akan membahas tinjauan yang sulit-njelimet itu, karena saya hanya orang awam yang kebetulan wong Jogja.Ntar salah, kan malah berabe, Jadi, saya cuman menyentil sedikit tentang Bahasa Jawa dialeg Yogyakarta.

Sejak kecil, dari mulai merangkak, saya dikenalkan dengan bahasa ibu, ya Bahasa Jawa ini. Beruntungnya saya, bapak-ibu orang Jogja, jadi ya seperti meneruskan keseharian saja. Untungnya lagi, saya bebas mengolah Bahasa Jawa, terutama ucapan, dengan batasan yang "cair". Sebisa mungkin berbahasa Jawa yang halus kepada yang sepuh. Namun jika sudah mentok, ya masih dibolehkan mencampurnya dengan Bahasa Indonesia.

Meski demikian, untungnya sekali lagi, pelajaran sewaktu SD hingga SMP, lumayan memberikan bekal. Memang hanya sebatas tahu dan (sekarang) mengingat. Yah, meski hanya sebatas paham apa saja tingkat tutur Bahasa Jawa ini, yakni ngoko, madya, krama, kedaton (bagongan), dan kasar. Kelima tingkat itu masih direntangkan lagi, menjadi 13 tingkatan, dengan level terhalus adalah "Krama Hinggil" dan level terkasar adalah "kasar".

Untuk Krama Hinggil ini, diposisikan sebagai bahasa yang diucapkan orang muda kepada orang tua yang sudah sepuh, atau setidaknya "tokoh" teladan. Seperti saya jika berbicara dengan eyang maupun eyang buyut. Meski dalam praktik, saya lebih sering berbahasa Indonesia kepada eyang buyut saya (almarhum), juga orangtua, karena takut salah.

Urusan salah memakai "tingkat" berbahasa ini. bagi orang Jawa, boleh dibilang cukup memalukan. Saya pernah dijiwit ibuk karena salah melontarkan. Nah dari sekian tingkat itu, yang paling familiar alias sering saya gunakan adalah "ngoko lugu". Ini tingkat bahasa sesama "kasta", seperti antarteman.

Saya paling menyukai (meski tidak menguasai) kala menyimak "bagongan", bahasa di lingkup keraton yang menurut saya paling indah dan "ber-lagu". Kalau tidak salah-semoga saya benar-tingkatan keraton ini dipakai hanya pada situasi tertentu. Selain di lingkungan keraton, tentu saja. juga tersaji dalam wayang orang, ketoprak, maupun sendratari. Satu lagi, dalam pernikahan adat Jawa-yang dibawakan oleh MC.

Generasi saya, sayangnya adalah generasi pertama atau kedua yang perlahan "mengubur" kekayaan bahasa Jawa. Sebagai wong Jogja yang masih mencoba "fanatik" dengan Bahasa Jawa, saya merasakan dengan pilu betapa satu demi satu kosa kata mulai hilang dan terlupa.


BACA JUGA  :
BASA JAWA (3) DARI MECUCU SAMPAI NYANDRA
BASA JAWA (2) BEDA KONDISI KUANTITAS TEMPERATUR BAHASA
10 BREGADA KERATON YOGYAKARTA YANG KEREN
TEH NASGITEL PET
SARADAN







Minggu, 15 November 2015

KAU SATU TERINDAH

Benar kata orang, kalau membuat itu lebih susah ketimbang mengkreasi apa yang sudah ada. Setidaknya itu terjadi pada saya, yang beberapa bulan terakhir mencoba membuat lagu. Tepatnya, mengingat lagu-lagu yang pernah saya buat.

Dahulu kala, ketika perasaan jiwa masih melow dan labil-meski tetap menyimpan optimistis-di era akhir 90-an dan awal 2000, sejumlah lagu pernah saya bikin. Berbekal gitar bolong dan dukungan beberapa bala kurawa.

Mungkin sudah 20 -anlagu yang sambalbawang bikin. Sebagian besar "menguap" alias banyak yangt idak direkam. Hanya tertinggal 7 lagu yang masih melekat di kepala, dan 5 lagu di antaranya yang masih sering saya nyanyikan.

Satu lagu pernah saya ditampilkan dalam sebuah audisi kecil-kecilan yang pada akhirnya juga tidak tembus. Kami berempat waktu itu, mencoba sejumput peruntungan. Grup kami, yang kami beri nama "Opus", akhirnya bubar seiring aktivitas masing-masing anggota.

Sebelumnya, level pentas saya cuma sebatas upacara 17 Agustus, mengisi acara di gereja, hingga acara mudika-mudiki. Pernah nyoba jadi gitaris, bassis, sampai vokalis. Jangan membahas soal skil ya, karena jelas di bawah standar, hahaha.

Pekerjaan akhirnya merentang jarak semakin jauh dari aktivitas bermusik. Menggenjreng pun menjadi hanya sesekali, sesempatnya. Satu demi satu gitaran lagu yang pernah dikuasai, terbang entah kemana. Hanya tersisa segelintir.

Beberapa pekan ini, saya coba menggali lagi lagu-lagu itu. Menyanyikan lagi berkali-kali dan mencoba merasakan semangat ala muda dahulu. Jujur saja, spiritnya memang sudah beda karena seiring waktu, banyak kejadian bukan? Tapi, tak mengapa, lah.


"....Kau satu terindah yang sempat kupuja di hati.." gitu deh sejumput bocoran lirik salah satu lagu yang saya bikin tahun 2002-2003 lalu, untuk someone di sana yang barangkali enggak menyangka pernah jadi inspirasi bagi sambalbawang untuk bikin.

Mungkin, dan mungkin, lagu ini kelak bisa sempat dinyanyikan anak saya saat pentas di acara sekolahan. Semoga saja. Who knows?

BACA JUGA ARTIKEL LAIN :
LILAC, SEPENGGAL CERITA TENTANG PASSION BERMUSIK
MUSIK ZAMAN DAHULU VS ZAMAN NOW, MANA YANG BERKUALITAS?
PELUKAN (CERPEN)
MENGAPA HARUS NGEBLOG
CHINMI JAGOAN KUNGFU DARI KUIL DAIRIN

Rabu, 04 November 2015

MAAFKAN KAMI, GENERASI PENGEMIS SUBSIDI

Semingguan ini, "kelangkaan" elpiji ukuran 3 kg menyeruak di seantero Kota Balikpapan. Isu "kelangkaan" yang kesekian, tepatnya. Tidak lagi cukup menarik. Bukan karena saya ndak makai elpiji "melon" itu, tapi karena kondisi riil yang ada.

Mengapa saya beri tanda kutipan untuk kelangkaan, ya karena saya yakin itu nggak langka. Fenomena, ciee, kondisi ini kan persis BBM subsidi. Ada orang tidak mampu yang nggak bisa dapat barang subsidi, sebaliknya banyak orang mampu memburu barang subsidi.

Saya lebih suka mengistilahkan mereka sebagai "pengemis" subsidi. Empat tahun lalu, saya "menemukan" satu rumah yang punya stok elpiji melon sampai 4-5 biji. Ada juga rumah yang punya elpiji 12 kg, tapi cadangannya elpiji melon 2 tabung.

Lalu ada warung tempel yang nyetok 10 tabung melon di dapurnya. Saya mikir, warung kecil aja bisa nyimpen segitu, apalagi warung gede. Lagi, ada juga temen cerita kalau ada toko yang elpiji melonya masih ada. "Majangnya sih dikit. Tapi elpijinya ada terus...."

Seorang pengantre elpiji melon, pernah saya lihat datang membawa motor sport. Ndak nampak dia orang yang butuh disubsidi, meski dia bilang elpiji melon untuk dirinya. "Lha karena murah, saya beli,...".. Eaaa..

Nah, lho. Gemana penjelasan terkait itu. Yaaa persis kondisi BBM subsidi. Tidak ada aturan tegas sejak awal, tak ada yang mengawasi serius, akhirnya sebagian warga terombang-ambing ketidakpastian stok.

Kalau sudah begini, tak ada yang mau disalahkan, kan? Ya iyalah, Tapi saya mau disalahkan, atas nama generasi saya. Maafkanlah kami generasi penerus. Karena kami pengemis subsidi, mungkin kalian yang nanti kena getahnya.

BACA JUGA ARTIKEL LAIN :
BLOGER BALIKPAPAN RAYAKAN HARI BLOGER NASIONAL 2019