Sabtu, 31 Desember 2016

TAHUN BARU TIBA, LIVERPOOL MENANG


Sebetulnya, kalau tidak mengingat pekerjaan, malas keluar rumah untuk merayakan pergantian tahun. Bukan malas keluar rumahnya, tapi malas menembus kemacetan lalu lintas, malas berdesak-desakan, dan bete mengirup asap bekas petasan terbakar. Juga bosen mendengar suara petasan bertubi-tubi nan  memekakkan telinga.

Mungkin faktor U, atau mungkin juga faktor dari dulu tidak suka perayaan yang gegap gempita. Nyatanya, sampai sekarang pun enggak suka hiruk-pikuk. Tepatnya susah menikmati kehiruk-pikukan, kecuali pertunjukan musik hehe. Kalau mas-mas dari Metallica manggung, atau Jamrud, atau Kla, atau Slank, atau SO7, ya itu perkecualiannya.

Tadi malam, bersama belahan jiwa, berkeliling melihat situasi. Menikmati suara petasan dan terompet yang memekakkan telinga di salah satu sudut kota Balikpapan. Seperti biasa, ramai, riuh, musik campur sari, dangdut, pedagang tumplek-blek, jejeran motor yang parkir sebisanya, dan tentu saja, sampah tersebar di mana-mana.

Anak-anak muda keluar naik motor, berkendara zig-zag, ketawa-ketawa, berboncengan, dan tanpa mengenakan helm. Orang yang setengah tua, pun, demikian. Anak-anak kecil berbaur bersama orang-orang dewasa yang mengepulkan asap rokok dan asap rokok elektrik tiada henti.

Ada juga petasan yang harus dinyalakan di tengah jalan raya. Iya, di tengah jalan, bro. Kendaraan-kendaraan terpaksa berhenti hanya untuk dipaksa menonton pesta kembang api yang berpendar dan menggelegar di atas aspal. Bagi mereka yang menyalakan petasan, itu menarik. Bagi saya, sama sekali tidak.


Jadi merayakan tahun barunya gimana dong? 

Setelah 2,5 jam berkeliling kota dan nongkrong menanti detik-detik pergantian tahun, ya, cukuplah. Saatnya duduk tenang di rumah, membuat segelas coklat panas, menyalakan televisi. Liverpool vs Manchester City sudah menanti. Skor 1-0 untuk Liverpol. You'll never walk alone..

Jumat, 30 Desember 2016

AMPAR-AMPAR PISANG, INI LHO ARTINYA


Sejak kecil, sambalbawang selalu suka menyanyikan lagu-lagu daerah. Dari lagu-lagu daerah asal Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulwesi, Maluku, sampai Papua. Dari lagu Manuk Dadali, Lir Ilir, Ampar Ampar Pisang, Angin Mamiri, Ayam Den Lapeh, Huhate, sampai Yamko Rambe Yamko. Hapal semuanya.

Namun kok ya dulu sambalbawang tidak pernah tahu apa artinya lirik lagu-lagu daerah itu. Pernah sih, suatu kali bertanya ke pak guru, juga nggak tahu artinya. Pokoknya disuruh nyanyi, ya nyanyi saja, sambil dikira-kira sendiri artinya. Untunglah lagu-lagu daerah itu memang asyik punya, dan enak dinyanyikan. 

Salah satu lagu daerah yang artinya masih rada-rada ketangkap, barangkali hanya Ampar-Ampar Pisang. Meski tahunya ya 1-2 baris kalimatnya doang. Hahahaa. Untung pula, sejak ada mbah Google, sedikit banyak arti lirik lagu daerah tersebut, cukup terjelaskan. Namun memang tidak 100 persen memuaskan, karena tetap terasa agak membingungkan. Maklum saya kan wong Jogja, ahaha.

Maka bertanyalah saya pada seorang teman yang asli orang daerah bersangkutan. Todong aja langsung bang Gimbal, cowok asal Banjarmasin, Kalsel, yang tinggal di Balikpapan, Kaltim, untuk menjelaskan artinya. Dan, si bang Gimbal alias bung Novi Abdi, jurnalis yang hobinya naik gunung dan off road, ini pun menerangkan dengan suka hati. Cip.

Lirik lagu Ampar Ampar Pisang yang banyak sambaltemukan di internet, dan kayaknya ini pula lirik lagunya yang dulu diajarkan saat sambalbawang sekolah, begini : 

“Ampar ampar pisang, pisangku belum masak. Masak bigi dihurung bari-bari. Masak bigi dihurung bari-bari. Manggalepak manggalepok, patah kayu bengkok. Bengkok dimakan api, apinya cang curupan. Bengkok dimakan api, apinya cang curupan. Nang mana batis kutung dikitipi dawang. Nang mana batis kutung, dikitipi dawang,”

Dan, begini penjelasan bang Gimbal: Ampar ampar pisang, berarti pisang yang dihamparkan. Lalu lirik selanjutnya, "masak bigi" itu kurang tepat, karena mestinya "masak sabigi". Dan, "masak sabigi dihurung bari-bari" ini, artinya masak/matang satu (pisang) dirubung banyak lalat buah. Lanjut, "manggalepok-manggalepok" artinya bunyi "ketepak-ketepok" atau bersuara "krak". Trus, "bengkok dimakan api", nah ini bisa ketebak artinya: bengkok karena terbakar api.

Selanjutnya “Apinya cang curupan”, menurut abangku satu ini, adalah kesalahan pendegaran yang diabadikan tulisan. Tidak ada kata “cang curupan” dalam bahasa Banjar. Bang Gimbal yakin kalau frasa aslinya adalah “apinya kakurupan”, yang artinya apinya kekecilan. Sedangkan “kurup” ini hanya dipakai untuk api dan benda yang bersinar seperti lampu, api unggun, dan nyala lilin.

Lanjut ke lirik selanjutnya. “Nang mana batis kutung, dikitipi dawang” pun dikoreksi oleh bang Gimbal. Sebab yang betul adalah “nang mana batis kutung, dikitip bidawang”. Nah, ini berarti siapa yang kakinya buntung, digigit bidawang. Dijelaskan lagi oleh bang Gimbal, bidawang itu adalah bulus, labi-labi. 

Sebagai penutup, bang Gimbal bilang, lagu Ampar Ampar Pisang ini hanya pantun riang. Hanya mengambil rima dari setiap kata yang artinya bahkan berlawanan. Kecuali soal pisang masak-juga buah apa pun-yang kalau terbuka (terkupas), kan pasti dirubung oleh lalat. Dan lalatnya pun tak hanya lalat buah. Lalu, untuk membuat patah kayu bengkok, justru apinya harus besar (bukan malah kecil). 

“Dan tidak ada orang yang kakinya sampai buntung karena digigit bidawang. Bidawang itu kecil, paling sebesar laptop. Yang kami takutkan dulu saat kecil, sedang berenang sembari telanjang di sungai itu dikitip (digigit) buntal,” kata bang Gimbal lagi. Si ikan buntal ini, dikhawatirkan menggigit di "kawasan" situ, tuh. Iyaa, di bagian itu.. Bahaya, kan, bleh. Nih menyoal masa depan... Wkwkwk..

Jadi, sodara-sodara sebangsa dan setanah air, lirik yang benar dari lagu Ampar-Ampar Pisang itu, begini: 

“Ampar-ampar pisang, pisangku belum masak. Masak sabigi dihurung bari-bari. Masak sabigi dihurung bari-bari. Manggalepok manggalepok, patah kayu bengkok. Bengkok dimakan api, apinya kakurupan. Bengkok dimakan api, apinya kakurupan. Nang mana batis kutung dikitip bidawang. Nang mana batis kutung, dikitip bidawang,”.. 

Minggu, 25 Desember 2016

MET NATAL, DEK ANITA KRISTOBEL SIHOTANG


Aku memandang Anita Kristobel Sihotang (2). Bercengkrama dengan teman-teman seumuran. Merengek tatkala melihat salah satu temannya memegang balon, minta dibelikan ibundanya. Selama ibadah Natal jemaat Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Samarinda Seberang di Gereja Oikumene, Minggu (25/12) pagi tadi, kamu dikerubungi banyak "kakak".



Kamu hilir-mudir di halaman gereja. Ah sepertinya agak lupa kalau 13 November lalu, ada insiden besar yang membuat satu Indonesia heboh tak karuan. Tubuhnya saat itu keras terpelanting, setelah seorang tak berbelas kasih melemparkan bom molotov ke kerumunan anak-anak.

Kamu salah satunya yang ada di kerumunan itu. Intan Olivia Banjarnahor (2,5), teman bermainmu, akhirnya mengembuskan nafas sehari kemudian, diiringi tangis satu Indonesia.  Dua temanmu, Alvaro dan Trinity masih di rumah sakit sampai sekarang.

Sepasang matamu tiba-tiba menatap padaku, ketika aku mengarahkan kamera. Tiga-empat detik kamu menatapku, sebelum perhatiannya kembali tercurah ke teman-temannya. Sepintas kemudian, kamu tertawa riang bersama mereka. Ah, beberapa detik kamu menghancurkan hatiku, dek. Dan aku tidak tahu apa yang ada dalam benakmu..

Mungkin engkau mau bertanya beberapa hal. Apa yang terjadi dengan orang dewasa saat ini. Apa yang terjadi di tengah masyarakat sekarang. Apa yang salah denganmu ketika lelaki tak berbelas kasih itu melemparkan bom molotov itu... Ah, dek, andai kau tahu, betapa aku menahan sekuat tenaga air mata ini jatuh berderai.

Sama seperti ketika aku menjenguk Alvaro dan Trinity. Dan melihat foto Intan.... Mungkin mereka pun akan bertanya hal serupa padaku, dan pada semua orang dewasa yang dijumpai. Apa yang terjadi? Apa yang salah? Maaf aku tak bisa menjawab pertanyaan itu. Mulutku terkunci..

Tapi izinkan aku mengucapkan Selamat Natal untukmu... Ucapan yang sama juga suda kusampaikan ke tiga sohib kecilmu itu. Eh dek, kuberi tahu satu hal lagi ya.. Satu Indonesia kenal kamu lho..dan juga sayang kamu. Banyak yang sayang kamu, kok, dek Anita. Jangan khawatir ya. Kasih Tuhan Yesus besertamu.

Baca juga ARTIKEL LAIN :

"MAMA" by PAULINA, PROYEK LAGU PERTAMA
JADI "GURU" DADAKAN DI PERBATASAN
MAMMA MIA ! HERE WE GO AGAIN, ABBA AGAIN
PELUKAN (CERPEN)

LUAR BIASA, BEGITU BANYAK FILM DOKUMENTER PERANG DUNIA II 

 

Selasa, 13 Desember 2016

10 TAHUN BERSAMAMU, KAM....

Setelah 10 tahun, saat itu datang juga. Tidak pernah mengeluh, apalagi ngambek, kamera ini tiba-tiba bermasalah dalam waktu sehari. Sepertinya semua ditumpuk jadi satu. Error 99, error 01, erros battery, dan entah eror apa lagi. Silih berganti tulisan"error" itu muncul.

Benar-benar saat yang tidak tepat untuk bermasalah. Sodara bojo sudah membawa tiga model, dua cewek imut dan satu cowok keren, naik ke pojok beteng di kota gudeg ini. Sambalbawang masih berkutat di rumah, seraya menjungkir-balikkkan kamera ini. Sekeranjang doa dilagukan, setumpuk mantra dirapal, tetap tidak membawa perubahan.

Mungkin kau terlalu lelah, kam (kamera-maksudnya)...Terpapar abu vulkanik Merapi dan debu puing-puing bangunan akibat gempa. Tersiram entah berapa liter air selama 11 tahun ini, jika menghitung sekian kali tetes-tetes air memandikanmu. Entah berapa kali pula kam hampir "berenang" di lautan maupun sungai. Dan entah berapa ratus jam, jika ditotal, kam kepanasan tersengat terik mentari.

Dan entah berapa kali, kam terjerembab ke lantai, tersenggol tembok, hingga "terbang" seiring jaket yang lupa terlempar. Mungkin sekian kali ke perbatasan, pedalaman, kantoran, laut, sungai, dan ikut keluyuran dalam "aktivitas malam", kam jadi capek.

Belahan jiwamu, lensa bawaan, sudah duluan pensiun, enam bulan lalu. Dia juga lelah, namun duluan menyerah. Kalian berdua sekarang sudah "tak bersuara".. Terlempar memori ketika sambalbawang memboyongmu di akhir 2006. "Kamera ini berat banget," batinku saat itu.

Seberat bobotnya, seberat itulah pekerjaanmu, kam. Sepuluh tahun, sepertinya lebih dari cukup untuk ukuran ketahanan kamera yang digeber hampir tiap hari ini. Maafkan, (dompet) ku tidak berani "membangkitkanmu" lagi, kam.. Tapi kamu boleh bersantai tanpa gangguan di rak-rak dalam rumah, tinggal pilih sesukamu, mau mejeng di mana...

BACA ARTIKEL LAINNYA :
MENGAPA HARUS NGEBLOG
THE AQUARIAN ?

Rabu, 07 Desember 2016

NASIBMU SUZUKI


Sebulan lalu, sambalbawang membawa Suzi Nex kesayangan untuk berobat. Aktivitas rutin. Melakoni servis ringan sembari ganti oli, seturut petunjuk manual book. Cek kiri-kanan, atas-bawah, depan-belakang. Meskipun sebenarnya ya enggak terlalu turun performa. Tapi servis terakhir, enam bulan lalu. Saatnya menengok diler.

Meluncurlah Suzi Nex ke salah satu diler Suzuki yan ada di Kota Minyak ini. Diler tempat kuda besi berjenis matik ini dipinang tiga tahun silam. Ee, tapi.. lhaaaa, badaaaalah, dilernya motor mana, kok berganti busana menjadi diler mobil. Nggak salah ni? Apa gerangan? Tengok sana tengok sini, mencari jawaban..



"Kalau servis motor, sekarang sudah pindah," kata salah satu karyawan diler ini, yang segera nongol menghampiri. Ah, salah satu kecemasan para pemerhati otomotif yang mengemuka 4-5 tahun lalu, akhirnya menimpa Balikpapan. Satu demi satu diler Suzuki tutup, lantaran tidak sanggup bersaing. Jualan terbatas, menjualnya pun terengah.

Sesampainya di diler tempat servis, ketemu salah satu kawan. Sembari menunggu motor selesai diutak-atik, kami mengobrol. Sembari memandang ruang pamer diler yang hanya berisikan tiga jenis Suzi, yakni Satria, Address, dan Burgman.

Ketiganya wakil tunggal keluarga Suzi aliran ayago, matik, dan matik gede. Cuma itu, tidak lebih tidak kurang. Terus mana itu Hayate, Nex, Axelo, dan Lets, Oiya hampir lupa, mereka sudah diselesaikan masa edarnya, sebelum sempat mencicipi kejayaan.

What's wrong, Suzuki. Kamu dulu enggak begini. Dua dekade lalu, meski kamu nggak bisa menggoyang si dia yang berinisial H, kamu masih nomor dua di bawah pabrikan sebelah berinisial Y. Tapi semakin ke sini kok semakin begini.

Ketika matik mulai menggeliat, saling selip terjadi dan kamu hanya jadi penonton. Memasukkan Spin, sudah terlambat untuk masuk lintasan. Masih kurang, bikin Nex dan Lets, tapi seperti tak ada greget dalam promosi. Dilibas habis sama sebelah.

Di segmen bebek, Suz hanya bisa memandang dua seteru berseteru semakin seru. Pabrikan sebelah nelurin varian lebih cepet dari kecepatan cahaya, Suz masih tenang-tenang saja. Tahun ini Sonic keluar dengan gagah, Suz yang hanya mengandalkan Satria, jelas terancam.

"Siapa yang mau pakai Burgman?" kata salah satu kawan. Sambalbawang mengamini. Suz, kamu perlu gerak cepat. Tapi kok terkesan nggak mau, atau malu-malu, padahal penggemarmu (termasuk sambalbawang) menunggu kuda besimu.

Banyak yang bilang, Suzi jadi gini karena para petingginya tidak mengadopsi keinginan publik Tanah Air akan roda dua. Sambalbawang nggak paham tentang ini, Tapi rasa-rasanya ada benarnya juga. Orang sini beli motor kan liat tampang duluan.

Ini seperti menentukan mana gadis yang akan ditarget. Tampang yang asik, tjakep, tentu jadi nomor satu diburu. Suz memang punya kualitas, baik mesin maupun nonmesin, dan itu sudah terbukti berpuluh tahun. Tapi kualitas saja tidak cukup.

Orang sini butuh motor yang punya tampang agar bisa dipamerin. Entah dipamerin sama teman-teman, atau kepuasan ala sambalbawang yang cukup senang mantengin motor di waktu sore hari sembari minum teh dan menyantap mendoan.

Sudah, lah, Suz, Telusuri motor-motor kompetitor, jaring masukan dan kritik dari para penggemar setiamu. Saya boleh, lah, kamu jadikan narasumber. Dengan senang hati. Sebab, nggak kuat hati ini liat Suz jadi kayak gini..


baca juga : 

SUZUKI NEX IRIT LINCAH MANTAP KALEM
APA KABAR SUZUKI ?
MOTOR APA YANG PALING NYAMAN ?
SUPRA GTR 150 SI BEBEK RASA SPORT
7 MOTOR BEBEK TERBAIK SEPANJANG MASA
TENTANG HONDA (1) DARI PISPOT SAMPAI PITUNG
FORD LASER SONIC - BALADA FORDI (1)

Selasa, 06 Desember 2016

SARADAN

       “Saradan!” kata ibu dengan intonasi separuh marah terbalut jengkel ketika sambalbawang mulai mangap-mangap mulutnya. Dan, ternyata perlu "rem" pakem di mulut ini agar tidak lagi membuka mulut. Setidaknya sampai ibu berlalu.
         Kejadian 30-an tahun silam itu masih teringang di benak. Memang wajar kalau ibu lantas berang karena menangkap basah aksi mangap-mangap sambalbawang ini hampir tiap hari. Enggak pagi, enggak siang, enggak malam. Cuma pas tidur, kebiasaan itu hilang. Saradan memang bikin malu meski sepertinya orangtua yang paling malu.
        Sebenarnya, saradan itu apa sih? Dalam bahasa Jawa, saradan diartikan sebagai kebiasaan menggerak-gerakkan bagian tubuh secara berulang-ulang demi kepuasan hati. Ini dilakukan dalam kondisi sadar, tahu bahwa tidak cukup baik untuk diteruskan, tapi tak bisa menahan. Sepertinya saradan bakal sirna seiring beranjaknya usia. Ternyata, sayangnya, tak selalu begitu.
        Hal yang menarik dari saradan ini adalah bentuknya tidak sama tiap orang.  Ponakan punya saradan mengibaskan tangan secara tiba-tiba seperti gerakan tangan penari. Dan untuk yang mangap-mangap ini saya tidak sendiri, karena ada ponakan yang ngikutin. Hihi.
        Ada yang menggetar-getarkan leher sembari merem-melek, seperti orang ayan mendadak kumat. Ada yang nendang-nendang meja. Ada yang mendongakkan dagu naik-turun, dan ada yang mengernyitkan mata seperti kelilipan tapi skalanya akut. Ada yang saradannya mencabuti rambut kepala, dan ada yang menggoyangkan kaki. Ada pula yang punya saradan menggigit-gigit kuku, mengingatkan pada seorang cewek manis di masa lalu. Eh...
        Ada yang saradannya menggertakkan gigi maupun menggoyangkan rahang. Ada yang hanya merentangkan jari-jemari seperti mau senam. Dan ada juga yang punya saradan menjedukkan (menabrakkan) jidat ke tembok, meski hanya sebatas benturan manja.. Ahahaha. Masih banyak seabrek saradan lain, tapi nggak mungkin kita paparkan satu demi satu.
       Saradan kadang berlanjut di usia remaja, bahkan dewasa. Meski kadang berganti, namun hakekatanya tetap sama, saradan. Semua sepakat itu tidak baik, setidaknya jika mengacu ada sebagian saradan yang seperti menyiksa badan, maupun alasan tidak etis. Kadang saradan ini tetep muncul meski sudah beneran direm pol.
       Entah kenapa pula, saradan bisa hilang seiring waktu.  Ajaib, kan. Sebenarnya pula, sambalbawang ingin menulis tentang saradan ini sejak beberapa bulan lalu, tetapi baru niat sekarang. Alasannya? Kemarin pas di jalan, ada seorang pengendara motor di depan yang menyita perhatian. Dia sering menoleh ke kiri secara mendadak.
        Karena penasaran, sambalbawang sengaja ikuti orang itu sampai 6-7 km. Agak kurang kerjaan, sih, tapi kok ya pengen mbuntutin. Untunglah, dia serute sama sambalbawang. “Busyet, mau matahin leher sendiri, tuh orang,” begitu suara dalam batin. Sampai tak sadar, ternyata mbatinnya itu pun sambil mulut saya mangap-mangap.