Sebagaimana sebuah negara yang mempunyai tentara, dulu, setiap kerajaan juga memiliki tentara/prajurit. Keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat pun demikian. Bregada atau kesatuan prajurit keraton ini, menariknya, ditampilkan dan
bisa disaksikan masyarakat saat prosesi Garebeg Syawal, Besar, dan Maulud.
Saat ini terdapat 10 bregada prajurit, yakni Wirabraja, Patangpuluh,
Jagakarya, Prawiratama, Ketanggung, Mantrijero, Nyutro, Surakarsa, Bugis, dan
Daeng. Setiap bregada terdiri atas 50-an orang, dan dipimpin seorang perwira. Nah,
kesepuluh bregada ini dibawah komando seorang Manggalayudha.
1. Wirabraja. Bregada ini nampaknya yang paling mudah
dikenali. Seragamnya berbentuk sikepan. Kostumya serba merah. Mungkin lantaran
warna dan bentuk topinya, bregada ini sering disebut “Lombok Abang”, atau dalam Bahasa Indonesia berarti "cabai merah". Kata “wira”, dalam Bahasa Jawa, berarti berani, sedangkan “braja” bermakna tajam. Senjata bregada ini senapan
dan tombak.
2. Patangpuluh. Seragamnya berbentuk sikepan, bercorak
lurik. Tudung kepala songkok warna hitam. Dalam bahasa Jawa, “patangpuluh”
berarti angka 40. Latar belakang nama ini-setelah saya cari kemana-mana-merujuk
pada penghormatan kepada 40 prajurit keraton yang berani. Senjata bregada ini
senapan dan tombak.
3.
3. Jagakarya. Seragamnya sikepan, celana lurik. Dalam
bahasa Jawa, “Jaga” berarti jaga, sedangkan “karya” adalah tugas. Bregada ini
punya tugas yang berkaitan dengan pemerintahan. Senjata bregada ini masih sama,
senapan dan tombak.
4. Prawiratama. Seragamnya sikepan hitam. Bregada
ini menyandang nama Prawiratama karena selalu berhasil saat bertempur. Prawitama
bermula dari prajurit Mataram yang membantu Pangeran Mangkubumi melawan kompeni
Belanda. Senjata bregada ini senapan.
5. Ketanggung. Bregada ini punya tugas utama menjaga
keamanan di lingkungan keraton. Tetapi juga mengawal raja saat berkunjung ke luar keraron. Seragamnya sikepan corak lurik, mengenakan topi
mancungan warna hitam. Senjatanya senapa api dengan pisau bayonet, dan tombak.
Istilah “Ketanggung” ini berawal dari “tanggung”, yang artinya kira-kira tugas
berat.
6. Mantrijero. Bregada ini, dulu, beranggotakan
orang-orang yang tugasnya sebagai pemutus perkara (hakim, mungkin), dan
mengawal raja saat jumenengan Dalem. Seragam sikepan, bersenjatakan senapan dan
tombak.
7. Nyutro. Ini bregada yang unik, karena pakai sandal, (bregada lain bersepatu) dan kostumnya paling nge-jreng. Nyutro terbagi atas dua kelompok (seragam berbeda). Tugasnya
sebagai pengawal di prosesi Garebeg. Dari semua bregada, gerak prajurit Nyutro
ini paling “menari”. Nyutro bukan prajurit perang, tapi tetap saja prajurit
yang bisa perang. Senjata mereka tombak, senapan, panah.
8. Surakarsa. Bregada yang berbaris di belakang
gunungan ini memang bertugas mengawal gunungan. Dahulu kala, bregada Surakarsa
bertugas mengawal putera mahkota.Seragamnya sikepan warna dominan putih, dan bersenjatakan tombak.
9. Bugis. Bregada ini dulunya adalah prajurit pilihan asal Sulawesi Selatan, dan bertugas mengawal gunungan saat Garebeg. Bersenjatakan tombak. Bregada ini
tampil unik, terutama topinya. Kostumnya juga unik, serba hitam
10.
Daeng (atau Dhaheng/Daheng). Sama seperti Bregada Bugis, bregada ini juga asalnya
dari Sulawesi Selatan. Seragamnya gampang dikenali: Bajun-celana (panjang) warna putih.
Topinya dihiasi bulu (ayam) di atasnya. Senjatanya senapan dan tombak.
Terkait kelahiran dan kiprah mereka, ceita dan sejarah terentang panjang. Kita harus mengawalinya dari Perjanjian Giyanti tahun 1755. Kasultanan Ngayogyakarta
Hadiningrat-yang terbentuk sebagai hasil perjanjian itu, merasa perlu
memiliki prajurit. Sang Raja, Sultan Hamengku Buwono I lalu membentuk pasukan, berbasis
pasukan pendukungnya.
Kehebatan pasukan kraton ini
terekam dalam pertempuran “Geger Sepoy” tahun 1812. Sengitnya pertempuran itu
dicatat serdadu Inggris Kapten William Thorn. Dalam pertempuran selama dua hari
itu, 1.000 serdadu Inggris ditambah 500 prajurit Legiun Prangwedono asal Surakarta mengepung keraton, berhadapan dengan 17.000 prajurit keraton.
Perang berakhir dengan kekalahan di pihak keraton, dan Sultan HB II (Sultan Sepuh) diasingkan ke Penang. Ujung-ujungnya
keraton tidak dibolehkan lagi punya pasukan bersenjata dan jumlahnya pun
dibatasi. Saat Jepang berkuasa, Sultan HB
IX membubarkan semua pasukan ini, demi menghindarkan mereka agar tidak
dimanfaatkan Jepang yang tengah perang di Asia.
Awal 1970 pasukan-pasukan ini
diaktifkan lagi, tapi tugasnya hanya pengiring prosesi upacara keraton. Perlu digarisbawahi, selain 10 bregada ini, keraton juga punya sejumlah bregada lain. Oh ya, ada hal unik lain. Nama 10 bregada
ini juga menjadi nama-nama kampung di Yogyakarta, sesuai markas mareka.
Menyoal mengapa sampai ada dua
bregada asal Sulsel (Makasar), ada ceritanya. Dulunya, Belanda lah yang
mendatangkan pasukan elit ini untuk mendukung pasukan Raden Mas Said (menantu
Sultan HB I) , dalam kaitan mengatasi Mataram. Raden Mas Said menceraikan
istrinya, dan untuk menghormati, diantarlah oleh prajurit Daeng. Karena
disambut baik, prajurit Daeng terkesan, tidak mau balik ke Surakarta, dan
mengabdi ke Sultan HB I.
Sementara bregada Bugis, dulunya
prajurit yang merupakan orang Bugis. Melihat beberapa referensi, prajurit ini
disebutkan sebagai pengawal pepatih Dalem, di era sebelum Sultan HB I. Di masa
Sultan HB I, kesatuan ini ditarik masuk.Bugis dan Dareng termasuk pasukan elit.
Sewaktu kecil sambalwang rutin
menyaksikan para bregada ini melakukan defile. Ikut bangga dan sempat berpikiran kalau mereka
ini, dulunya ikut mengusir Belanda. Menyerbu benteng-benteng Belanda, dengan nuansa penuh tombak, dan desing peluru. Derap langkah dan musiknya sanggup melenakan
dan bikin kangen. Sambalbawang selalu berupaya menerobos kerumunan untuk melihat mereka berbaris sembari diiringi musik kebesaran masing-masing.
Saat yang paling dinanti adalah
ketika senapan-senapan dinyalakan. Suaranya menggelegar. Lalu bergegas
mengambil proyektil pelurunya yang terserak di rerumputan Alun-alun Utara. Lalu
tentu saja rebutan gunungan. Meski seringnya ya hanya nunggu hasil akhir. Habis
takut rebutan, kan dulu masih kecil. Habis nonton, pulang ke rumah.
Puas. Mantap.
NB : foto-foto bregada di atas ini, sambalbawang cari di internet. Makasih untuk yang sudah meng-upload foto-foto itu.
HANACARAKA, AKSARA JAWA YANG INDAH
YEN ING TAWANG ANA LINTANG
BASA WALIKAN
ANGKRINGAN LAHIR DI KLATEN NGETOP DI JOGJA (TULISAN 2)
SARADAN
"MAMA" by PAULINA, PROYEK LAGU PERTAMA
24 FINALIS DUTA WISATA BALIKPAPAN 2017 PAKAI BAJU SAMANTHA
ABBA TALENTA TERBAIK MUSIK SWEDIA
KONSER REUNI ABBA DALAM BENTUK HOLOGRAM ?
GATOTKACA TAK HANYA OTOT KAWAT BALUNG WESI
TEH NASGITEL-PET
ANGKRINGAN OH ANGKRINGAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar