Rabu, 15 Juli 2015

TEH NASGITEL-PET

Tidak semua orang bisa bikin minuman teh yang enak. Apakah susah teh? Sebenarnya sih tidak, meski juga enggak bisa dibilang gampang. Kalau enggak percaya, bolehlah sesekali menyambangi warung-warung. Saya cukup yakin, banyak warung menyajikan citarasa teh yang "memprihatinkan".  Gregetan, kan?


Baiklah, selera menyoal citarasa teh, maka jelas berbeda menurut benak masing-masing orang. Namun semua nampaknya sepakat bahwa teh yang terlalu encer dan terlampau manis, pasti bukan teh yang mantap. Teh yang enak, ya akan enak kalau diseruput dalam kondisi panas, maupun dingin. 

Sayangnya, banyak warung, juga orang yang tidak memikirkan pentingnya citarasa teh. Cenderung mbikin teh secara asal-asalan, pokoknya asal jadi, asal cepet. Malah banyak yang pakai teh celup, dan "hajar" dengan takaran gula overdosis. Masih diperparah karena sepertinya satu teh celup dipaksa untuk "mewarnai" dua gelas.

Sudah puluhan kali sambalbawang iseng melongok isi dapur warung dan melihat bagaimana mereka meramu dan menyiapkan teh. Kesimpulannya, ya kembali ke tadi. Teh masih saja tidak terpikirkan untuk dibikin serius. Ambil contoh, teh yang disajikan dalam gelas plastik, menurut saya, jelas tak termaafkan..

Oke, teh memang tak serumit kopi. Namun bikin teh enggak bisa sembarangan. Mereka yang bukan penikmat teh, barangkali tak keberatan dengan teh celup yang encer serta rasa manis kebangeten. Atau sudah cukup puas dengan sajian teh yang cuma apik visual luarnya :  diwadahi poci tanah liat dan dipadu gula batu. 

Bagi mereka yang bukan penikmat teh, maka teh hanyalah satu dari sekian minuman. Cuma minuman untuk mengguyur tenggorokan supaya dahaga hengkang, maka bereslah sudah. Namun tidak bisa (atau sangat sulit) bagi seorang penikmat teh untuk menyeruput asal teh. Apalagi jika sang penikmat teh ini cukup piawai meramu teh.   

Artinya pula, bagi penikmat teh seperti saya, juga istri, minumah teh harus istimewa. Dengan kata lain, rasa dan tampilan teh yang seadanya adalah hal yang cukup fatal. Semakin kecewa karena tak mungkin menyalahkan si pemilik warung yang mendulang rupiah dengan cara menjual teh encer.

Bagi sambalbawang, adalah"haram" hukumnya jika teh rasanya nanggung. Sebab, rasa teh yang enak dan "benar" sudah melekat di lidah (mungkin) sejak sambalbawang belajar merangkak. Ibu selalu menyediakan teh sehari dua kali. Ada semacam "tea time" di rumah, meski kadang tidak rutin. Tapi lumayan sering.  Kakak sambalbawang, lumayan jago bikin teh yang sip.

Kesukaan pada teh, saat dewasa, ternyata berimbas pada perburuan teh. Tak terhitung berapa merek teh sambalbawang coba. Mungkin lebih 50 merek. Dari merek-merek teh yang sudah kesohor dan merupakan andalan keluarga, hingga merek teh "biasa".  Satu per satu sudah diseduh. Beberapa dioplos alias diracik. 

Secara garis besar, hasilnya begini. Ada teh yang rasanya "kacau", meski orang lain bilang itu enak. Pernah juga sambalbawang meracik teh "kacau" itu dengan skill meracik teh seperti biasa. Rasanya mmm..tidak terlampau buruk, meski juga nggak bisa dibilang enak. Hahahaha. Tapi, sepertinya teh-teh yang kayak gini, mesti saya evakuasi dari dapur.

Keasyikan meracik adalah, seni mengoplos satu merek dengan merek lain. Pernah sambalbawang mencampur sampai 4 merek teh untuk membikin satu gelas teh. Pernah juga tiga merek dioplos. Tapi lebih sering cukup 2 merek saja disatukan. 

Tentang merek, memang lagi-lagi subyektif. Tergantung selera orang. Namun pernah seorang kawan, yang kampung halamannya Banjarmasin, Kalsel, sepakat dengan sambalbawang soal teh yang enak ketika menyeruput bersama di angkringan. Hm, bukankah itu membuktikan kalau rasa teh bisa juga universal?

Cerita lainnya, ada penjual angkringan di Balikpapan (berasal dari Jawa) berdiskusi sama saya dan istri soal teh. Ketika teh terhidang, rasanya njut-enjutan. Nampaknya dia enggak paham gimana bikin teh. Tapi urusan nggak paham bikin teh juga ada di kampung saya, Yogyakarta, dan juga di angkringan. Bingung? 

Kembali ke warung makan, satu hal yang saya pantengin adalah, banyak yang menghidangkan teh supermanis, yang standar manisnya level dewa. Sudah dituangin air putih separuh gelas pun, rasa manisnya tetap aduhai gila. 

Kalau enggak gitu, ada juga teh yang rasanya malah seperti "sabun". Entah terlalu wangi, atau gimana, yang jelas, teh "sabun" itu terlalu aneh rasanya. Bukan berasa sabun, dalam arti sabun sebenarnya, tetapi teh yang terlampau wangi. Tapi ya itu, sekali lagi, kan urusan selera personal. 

Termasuk juga soal gula. Memang, teh akan terasa dasyat jika dipadukan dengan gula batu. Namun bisa disubstitusi dengan gula pasir. Susah lho mencari gula batu yang enak. Apalagi di Balikpapan. Belum lagi harganya. Hm.

Balik ke teh. Berbeda dengan minuman lain, teh adalah minumal yang jelas (relatif) murah. Kalau murah, harusnya ya bisa enak. Iya nggak, iya nggak? Tapi sayang seribu sayang, itu pun hanya sebatas mimpi, karena kenyataannya, teh (yang rasanya dataaar banget pun) tetap dibanderol mahal. 

Kalau dihitung, harga teh yang super enak saja hanya Rp 5.000-Rp 6.000 per bungkus. Ukuran segitu, cukup untuk bikin 10 gelas (yang kentalnya pooool). Nggak mahal, kan? Nah, gimana dengan harga bahan baku lainnya?

Untuk membuat segelas teh, diperlukan 1-2 sendok makan teh, yang itu mungkin hanya Rp 500. Jika ditambah gula, katakanlah maksimal Rp 1.000, biaya gas elpiji Rp 500, serta air Rp 1.000, maka ongkos segelas teh jadi Rp 3.000. Muriih, kan? Okelah kalau di warung dilego Rp 4.000 per gelas. Masih wajar. 

Artinya jika harga segelas teh Rp 4.000, dan masih mendapat teh yang datar rasanya, ya berarti pemilik warung tak peduli apa yang dihidangkannya apakah sudah memuaskan konsumen atau tidak. Pembeli masih saja "dihajar" dengan teh yang encer dan kebanyakan gula, dan kadang gelas yang belum bersih.

Jelas sudah, bahwa meskipun teh adalah komponen termurah dalam sebuah sajian teh, tapi tidak ditempatkan dalam keinginan menghidangkannya sebagai minuman teh terbaik. Kalau sudah gitu, mending nggak usah pesan teh di warung sembarang. Lha memang iya, itulah yang saya lakukan hampir 4 th.

Jika bersantap di warung, dan ingin nyeruput teh, mendingan mengambil teh botol dan teh dalam kemasan kotak. Setidaknya itu lebih berasa teh. Suka tidak suka, daripada pesan es teh atau teh panas, tapi malah bikin kecewa dan bete seharian.

Karena ada istilah "tea time" maka saya yakin kalau teh harus disajikan sebaik mungin, seenak mungkin. Karena itulah, saya menempatkan teh dalam strata tertinggi yang dalam bahan dan pembuatannya harus sip. Teh yang sedap adalah yang nasgitel, alias panas legi kentel. Tambah satu lagi, sepet. Jadi teh "Nasgitel-pet"

Sebab, hanya teh nasgitel-pet yang sanggup menghadirkan sensasi "kemepyar" yang sulit dilukiskan dengan kata. Kemepyar (bahasa Jawa) ini berarti menciptakan efek antara lain mata jadi melek, keluar keringat, dan sensasi segar. Dunia seakan menjadi "terang". Rasa sepet pun melekat di langit-langit mulut.

Lalu berimbas pada kepala yang jadi cespleng. Mungkin mengangguk-angguk kecil. Oh ya kemepyar ini, adalah ketika level panas air 90-an derajat Celcius. Kalau untuk es teh, gimana? Gini, sensasi kemepyar tidak didapat dalam es teh. Seger dan bikin "nyandu", itulah yang didapat dalam es teh.

Kalau mau disimpulkan, teh yang nasgitel-pet, itu, gini rumusannya: Ada aroma mantap daun-batang teh yang khas, berpadu dengan rasa sepet (bukan pahit) yang eksotis, harum wangi bunga melati yang kalem, serta sensasi manis gula pasir (atau gula batu) yang takarannya sedikit di atas rata-rata.

Satu dari faktor itu tidak ada, maka bukan teh nasgitel-pet. Salam teh ! 


BACA JUGA :
LILAC, SEPENGGAL CERITA TENTANG PASSION BERMUSIK
HAPPY MOTHER'S DAY 2019, LIVE ACCOUSTIC "MAMA"
"MAMA" by PAULINA, PROYEK LAGU PERTAMA
10 BREGADA KERATON YOGYAKARTA YANG KEREN
TEH vs KOPI
HANACARAKA AKSARA JAWA YANG INDAH
LAGU-LAGU ABBA, LIRIK DAN VIDEO
MAMMA MIA ! HERE WE GO AGAIN, ABBA AGAIN
MENGAPA HARUS NGEBLOG
THE AQUARIAN ?

6 komentar:

  1. mas untuk bahan pembuatan teh nasgitel bisa di share ngak mas?

    BalasHapus
    Balasan
    1. teh yang enak bagi satu orang, belum tentu terasa enak bagi orang lain. namun scr grs besar, menurus saya pribadi, teh nasgitel-pet ini adalah minuman yang butuh seduhan banyak daun teh (hitam). Dicoba coba saja dulu, sampai dapat rasa teh yang mantap. Bisa pakai 1-4 merek teh. juga coba-coba komposisi gulanya. kalau mau perbandingan mudah, bandingkan dengan rasa teh kemasan yang terkenal di negeri ini, hehe.

      Hapus
  2. mungkin bisa dikasih contoh blend tea yg sering agan ramu. biar kita2 bisa mencoba rasanya nasgitel-pet nya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya biasanya gonta ganti merek teh, mas. Semacam giliran gitu. Pandawa, poci (biasa, ijo dan gold), dua tang, bandulan, Walini, dandang (biru, putih, hitam, merah), tjatoet, tongji, kepala jenggot, 999, balap sepeda. Meramu tergantung ketemu apa merek, krn di balikpapan tdk dijumpai banyak merek. Plg sering ya dandang (plg banyak), tongji, dua tang, poci. Poci, tongji, dandang biru paling cocok di saya

      Hapus
  3. Balasan
    1. Tergantung selera. Tp kalau mau standar, ya misal dua merek teh, 1:1. Jika tiga merek, ya bagi rata. Kalau saya simpel, 1:1 saja. Atau plg mudah ya campur saja 2-3-4 merek teh sesuai selera di satu toples. Teh yg saya bikin ya sesuai apa yg ada di toko/pasar krn tdk semua merek ada. Disini ya banyaknya dandang, tongji, poci, dua tang. Coba aja misal tongji dan dandang, 1:1

      Hapus