Senin, 20 Agustus 2018

HANACARAKA, AKSARA JAWA YANG INDAH


Sebetulnya sambalbawang enggak pandai-pandai amat menulis aksara (huruf) Jawa, apalagi membacanya. Mungkin malah lebih lancar sewaktu masih duduk di bangku SD dan SMP. Selepas itu praktis lupa-lupa ingat karena hanya sesekali corat-coret. Sekedar mengasah ingatan yang semakin parah, seiring bertambahnya usia. 

Sekian tahun “berpuasa” menulis aksara Jawa, saatnya sekarang kembali banyak-banyak menengok dan mencoba lagi "menyelami" aksara yang unik, indah, dan menawan ini. Sebisa mungkin, sedapatnya, karena banyak yang terlupa. Sempat juga mengalami blank di sana-sini, sehingga akhirnya membolak-balik referensi. Dadi wong Jawa, ojo nganti ilang Jawane, menjadi orang Jawa, ya jangan sampai hilang ke-Jawa-annya, kira-kira begitulah yang sambalbawang pikirkan. Akasara inilah kekayaan budaya Jawa yang maha luhur.

Untunglah, sambalbawang menyukai aksara itu. Sebagian masih terpetakan di dalam kepala. Beruntung pula, aktivitas 3-4 tahun terakhir, disela-sela kerjaan, juga tidak benar-benar pernah meninggalkan kebiasaan membaca. Ah, jadi teringat, dulu, pernah sambalbawang berkirim surat kepada seseorang memakai aksara Jawa. Hasilnya, tentu saja, dicap aneh. Hehe.

Ketika hendak mengasah lagi kemampuan menulis (dan membaca) aksara Jawa, mungkin terasa sulit dan berat jika lama meninggalkan dan melupakannya. Ditambah lagi, mungkin terasa enggak ngetren karena era sekarang adalah memprioritaskan bahasa asing. Sah-sah saja, sih, anggapan itu. Kenyataan memang menunjukkan bahwa skil berbahasa asing, banyak diperlukan di dunia kerja.

Namun menurut sambalbawang, menguasai bahasa daerah, sama pentingnya dengan menguasai bahasa asing. Bahkan, kalau boleh memaksa, bahasa daerah lebih penting ketimbang bahasa asing. Iya, dong, kita hidup di mana, coba? Hehe. Kecuali kalau tinggal di luar sono.

Dalam kaitan terampil berbahasa Jawa, adalah juga soal menulis dan membaca aksara Jawa. Ini mungkin lebih mudah ketimbang mengulik seni dan budaya--jika kita termasuk kalangan awam. Menguasai aksara Jawa, enggak perlu mahir-mahir amat, sudah cukup. 

Tapi sebelumnya, kita sejenak merunut asal (cerita) aksara Jawa ini. Sambalbawang memilih buku “Kawruh Basa Jawa Pepak” sebagai pegangan. Buku ini karangan Sugeng Haryo Raharjo dan diterbitkan CV Widya Karya Semarang. Biar agak mudah, sambalbawang men-transkrip sekalian (dan menerjemahkan artinya) ke Bahasa Indonesia. Juga sedikit menambahkan kata untuk "menarikan" kisahnya.

Diceritakan, Prabu Ajisaka (Aji Saka)—dari kerajaan Medang Kamulan—memiliki dua abdi (pengiring) yang setia. Sembada dan Dora, namanya. Suatu hari, sang prabu pergi mengembara ditemani oleh Sembada, sedangkan Dora diminta tinggal, namun diberi tugas menjaga sebuah keris. Ajisaka berpesan kepada keduanya bahwa keris itu tidak boleh diberikan ke siapa pun, kecuali dirinya (Ajisaka).

Sekitar lima tahun kemudian, Prabu Ajisaka menyuruh Sembada untuk mengambil keris tersebut. Maka berangkatlah Sembada dan menyampaikan pesan sang prabu kepada Dora. Namun Dora bertahan dengan apa yang sudah diamanatkan Ajisaka. Demikian juga Sembada, bersikukuh dengan tugas yang diamanatkan. Tak terelakkan, bertempurlah kedua abdi tersebut sampai mati.

Sementara itu, Prabu Ajisaka yang tidak sabar menunggu Sembada, akhirnya menyusul pulang. Betapa kaget melihat Sembada dan Dora sudah dalam kondisi sekarat menuju mati. Sang prabu pun teringat pesannya dan menyadari kedua abdinya itu setia pada pesannya. Sama-sama setia.

Prabu Ajisaka yang sedih hatinya, lalu menulis sebuah surat yang sekarang kita kenal sebagai aksara Jawa. Empat baris kalimat (hanacara, datasawala, padhajayanya, magabathanga) ini, ada artinya, yakni: 

Ha Na Ca Ra Ka (tersebutlah cerita tentang--dua orang--utusan/abdi yang setia)
Da Ta Sa Wa La (utusan itu, mereka berdua, terlibat perselisihan, lalu berkelahi/bertempur) 
Pa Dha Ja Ya Nya (sama-sama sebanding kesaktiannya)
Ma Ga Ba Tha Nga (kedua abdi itu pun menjadi bangkai, tewas)

Ke-16 suku kata di atas ada penulisan hurufnya. Untuk menyambungkannya sehingga menjadi satu kalimat yang utuh dan benar, diperlukan beberapa piranti seperti pasangan, sandhangan, swara, hingga angka (Jawa). Ada beberapa hal dimana sebuah kalimat tidak ditulis langsung seturut aksara tersebut, dan harus memakai sandhangan, pasangan, dan lain-lainnya itu. Namun yang ini, kita bahas saja di artikel selanjutnya, termasuk cerita panjang terkait Prabu Ajisaka. 

Nah, apakah sudah mulai tertarik aksara Jawa? Ayolah nguri-uri budaya, sebelum kekayaan luar biasa ini punah di tanah sendiri. Inilah aksara Jawa yang indah dan mengagumkan, berikut sandhangan, pasangan, dan lain-lainnya. Nulis aksara Jawa? Siapa takut? 

Aksara Jawa :

THE BEATLES FOREVER
MUSIK ZAMAN DULU VS ZAMAN NOW, MANA YANG BERKUALITAS?
MAMMA MIA HERE WE GO AGAIN, ABBA AGAIN
MAMMA MIA ! FILM MUSIKAL FULL LAGU ABBA
MENGAPA HARUS NGEBLOG

TENTANG HONDA (3) INILAH STAR'S FAMILY 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar