"Merinding, boy..," begitu komentar seorang teman yang menonton langsung aksi panggung Metallica di Jakarta, 25 Agustus lalu. Lalu, teman saya itu menceritakan di akun FB-nya, betapa James Hetfield, Lars Ulrich, Kirk Hammet, dan Robert Trujilo, menyulut Gelora Bung Karno (GBK)
Saya dan istri, adalah fans (lumayan) berat Metallica. Dengan kata lain, ketika mereka tampil di Tanah Air, haram hukumnya jika tidak menonton. Dosa besar jika absen. Namun apa daya, duit habis.. Tiga kali mudik ke Jogja dalam tiga bulan, sudah lebih dari cukup untuk membuyarkan kalkulasi.
Menyimak cerita teman, saya bisa merasakan kegaduhan GBK malam itu. Sensasinya bisa terasa dari rumah saya yang berjarak 1.000 km dari panggung. Era Metallica memang sudah berlalu 15 tahun silam, namun mereka tetap idola.
Membayangkan mas Hammet menyayat senar. Lalu, mas Ulrich yang kadang melet tatkala nggebuk drum. Kemudian, lengkingan serak vokal dari pita suaranya Paman Hetfield dan rythm guitar-nya. Juga Om Trujilo yang powerful nyopotin senar bas sambil "melempar" rambut gondrongnya.
Rasanya hati teriris-iris.. Sebagai "jamaah" Metallica, saya merasa aneh kok nggak ikut "naik haji" ke GBK. Sebagai (pernah jadi dan merasa agak) anak penyuka musik cadas, rasanya gemanaa gitu, membiarkan Metallica mampir Jakarta tanpa saya sambangin ikut teriak.
Untuk pengobat kagol istri, malam itu, saya bermain gitar. Memainkan intro-nya lagu Nothing Else Matter. Lumayan persis, sebetulnya. Setidaknya itu pengakuan sang istri yang menghibur hati.
Tapi ya tetap enggak mempan sebagai obat. Saat Metallica mulai teriak di Jakarta, CD Metallica kami mulai berputar. Sayangnya, ya ogah manjur... Nggak bisa merinding-merinding amat seperti teman saya itu.. Sial...
BACA JUGA ARTIKEL LAINNYA :
BASA WALIKAN
LILAC, SEPENGGAL CERITA TENTANG PASSION BERMUSIK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar