Rabu, 25 September 2013

MENGAPA TEMPE DAN SAYUR SELALU DIMASAK BELAKANGAN ?


        Hari masih pagi. Sekitar pukul 09.30, beberapa waktu lalu, saya menyambangi sebuah warung makan. Sebuah warung kecil di Balikpapan, yang ruangannya nemplok satu bangunan dengan sebuah kantor, alias kantin kantor. Seorang teman menginformasikan bahwa warung tersebut sudah buka pukul 08.00 dan menunya lumayan sip.
       Karena saya tidak mengonsumsi satwa darat dan air, saya celingak-celinguk memindai setiap baskom dan piring yang berisi lauk-pauk. Tapi ape daye, yang ada cuman potongan jerohan, iwak, sampai iwak pithik.     
     Kemana menu kaporit saya? Kemana tempe, tahu, sayur lodeh, oseng-oseng, dan bakwan jagung? "Waduh, Mas. Belum dimasak," begitu jawab si penjual, ketika saya menanyakan. Saya cuman bisa menjawab,"Ooooo,,,". Garuk-garuk kepala.
    Peserta berikut, seorang bapak yg masuk ke warung juga ikut tengak-tengok mencari lauk tempe. Tak mendapat yang dicari, ia akhirnya menjumput ikan goreng, lalu bersantap. Bisa terbaca si bapak juga kecewa. Singkat kata, menu saya pagi itu hanya mi goreng. 
      Kejadian seperti ini,  masuk warung makan di pagi hari tetapi tempe tahu belum digoreng, sudah saya alami sekian puluh kali. Berbagai pemikiran nempel dan menari-nari di kepala. "Tempe dan tahu kan masaknya gampang, tinggal cemplung. Beda sama 'i-we-a-ka' yang kudu disiapkan lama,"..
      Mengapa dan mengapa, kok tempe dan tahu selalu dimasak belakangan,  hu,hu,hu? ... Jagad dewa batara, it's not fair ... Bukankah asik kalau tempe dan tahu senantiasa tersedia duluan. Lebih murah, dan mayoritas manusia Indonesia menggemarinya. Iya, kan?
       Selang beberapa hari, seorang teman yang saya sambati soal itu, coba menghibur. "Ya sudah, sabar. Masakan apa dimasak duluan di warung, itu kan terkait kebiasaan. Orang yang biasa nyabut rumput baru beres-beres, tentu akan melakukan itu. Kalau bares-beres dulu baru nyabut rumput, nggak terbiasa," gitu katanya.
     Sebelum saya melontarkan setumpuk argumen, teman saya yang pakar mesin itu, melanjutkan pendapatnya. "Ya di mana-mana, kebiasaan orang yg masuk dalam kategori mayoritas, tidak sejalan dengan yang dikehendaki orang minoritas,"...
      Skak mat, deh. Hm, memang, tak terasa, saya secara sadar dan tidak sadar masuk dalam "golongan minoritas", sudah sekitar lima tahun.  Menjadi penyantap sayuran, atau istilah kerennya diistilahkan vegetarian. 
    Tidak apa-apa dan tidak ada yang salah, ketika kita masuk kategori minoritas. Saia minoritas dalam hal menu makan. Tapi, saia yg "minoritas" juga masih bisa berteman sama sohib saya yang "mayoritas" itu.  
    Meskipun saya tetap mempertanyakan mengapa sayur dan tempe selalu dimasak belakangan, namun saya dan dia masih bisa duduk maem bareng di satu warung. Sering, malah.. Hehehe (jingkrak-jingkrak)...
    Tapi, nanti kalau saya buka warung, yang saya masak duluan tempe dan sayur. Yang saya masak belakangan adalah sayur dan tempe juga. He. 


  

1 komentar:

  1. Mampir ke rumah lagi, Di, saya gorengkan tempe dan tahu yang banyakkkk----hehehe, eh, tukang tahu tek selalu menggoreng tahu nya duluan loh--------------novi penggemar tempe tahu tek

    BalasHapus