Minggu, 15 September 2013

DEMI PILKADA, DEMIKIANLAH PILKADA

       Pilkada Kaltim sudah berlalu. Coblosan 10 September lalu syukurlah dapat terlampaui dengan aman sentosa. Sambalbawang kembali beringsut pulang ke Balikpapan setelah berjibaku di Samarinda selama lima hari untuk mantengin prosesnya.
      Sudah bisa ditebak, Pilkada Kaltim berjalan datar-datar saja. Hasilnya, juga sudah tertebak. Namun yang menarik bagi saya, bukan siapa menang. Tetapi tentang sulitnya nyoblos di luar kota. Nah, ini yang saya alami di Samarinda. 
      Ceritanya gini, ni.. Karena wajib ke Samarinda untuk memenuhi panggilan tugas negara, maka tentu tak bisa nyoblos di kota asal, yakni Balikpapan. Namun hati berharap tetap dapat undangan untuk memilih, setidaknya itu bisa saya konversi ke kantor kelurahan untuk mendapat blanko pengantar. 
      Sayang, Pak RT atau siapa lah yg kudunya membagi tuh undangan, tak kunjung nongol. Tak punya waktu untuk merunut, ya sudah, lah. Memang, untuk memilih, sejatinya boleh tidak membawa kartu undangan/pemilih, asal bawa KTP sama KK. Asalkan, mencoblosnya di TPS sesuai alamat.
     Dari sini lah masalah berawal, karena sambalbawang tidak bisa masuk bilik TPS di Samarinda di hari H. Petugas di empat TPS yang disambangi, sembari liputan tentunya, pada menggeleng ketika sambalbawang menyodorkan KTP berikut KK. 
      Mau memakai strategi wajah memelas, pun, kayaknya juga sia-sia. "Pakai KTP dan KK bisa, tapi nyoblosnya di Balikpapan, Mas," ujar salah seorang petugas.
   Seorang bapak paruh baya yang mengenakan kostum hijau dengan tulisan "Linmas" di sakunya, memandangi sambalbawang. Wajahnya ikut menunjukkan penyesalan. "Sayang ya Mas, padahal sudah jauh-jauh dari Balikpapan," ucapnya. Saya mengangguk dan ikut ketawa garing, menyikapi kenyataan. 
     Mungkin para kontestan Pilkada tidak terlalu mempedulikan kesulitan-kesulitan teknis seperti kejadian tersebut. Namun seperti lirik lagu Tipe-X, "kamu nggak sendirian", tepat menggambarkan. Bukan sambalbawang saja yang bernasib begitu.
     Respon warga terhadap pesta politik bertajuk Pilkada ini, semakin turun dari waktu ke waktu. Bahkan mungkin respon penyelenggara Pilkada pun merosot, ikut terimbas anjloknya animo masyarakat.
     Mereka yang berteriak kampanye, berkutat di kantor partai, dan menyiapkan manuver demi manuver politik, barangkali hanya sekian persen dari warga. Mayoritas warga memilih mengurusi diri sendiri.
      Tapi, yah, pesta demokrasi memang seperti sudah disiapkan sistemnya oleh mereka yang mengincar kepentingan politik. Untuk memperjuangkan rakyat, maka wakil rakyat butuh terjun ke politik, bukan? 
      Saya tentu memberi apresiasi pada mereka yang terjun ke dunia politik, dengan catatan mereka memang maju untuk memberikan pencerahan dan perbaikan. Namun, jujur saja, susah meraba tujuannya ketika tumpang-menumpang kepentingan menjadi menu yang sudah teramat biasa dalam percaturan politik.
     Apresiasi saya yang tidak luntur adalah kepada warga yang masih mau jadi petugas di TPS, di PPS, maupun PPK. Ditengah apatisme masyarakat menyambut Pilkada, mereka masih mau jadi bemper depan perhelatan 5 tahunan itu. 
     Namun saya juga sedih melihat petugas di TPS. Mereka menyiapkan lokasi beberapa hari sebelum hari-H, datang ke TPS tepat waktu, dan menyiapkan semua formulir. Bahkan mendandani TPS-nya agar keren.
     Hanya saja, sering dalam satu TPS, peserta pencoblosan nggak sampai separuh dari jumlah warga yang tercatat sebagai pemilih. Seperti nampak di sebuah TPS di Samarinda,  sudah dilengkapi alunan musik. Tapi, yah, hanya separo pemilih yang datang.
     Kembali ke persoalan teknis yang saya alami tadi, saya jadi merenung. Jangan-jangan kisah seperti inilah yang ikut menyumbang jumlah golput. Walau demikian, saya pun ragu, kalau toh aturan diperbaiki, apakah itu solusi?
    Seorang teman nyeletuk, "Saya berparitisipasi kok di Pilkada. Kemaren datang ke TPS untuk menghargai petugas di TPS karena dia sudah mengantarkan undangan ke rumah saya," begitu komentar dia. 
    Terus sambalbawang tanya lagi, "Di bilik suara, nyoblos gak?". Dia terkekeh riang, lantas berujar, "Hehe. Nggak ada calon yang cocok. Saya pun nggak kenal calon-calonnya. Saya ya tidak nyobos di bilik suara. Tetapi saye ke TPS," .
      Sambalbawang kembali manggut-manggut, kembali ketawa garing..

BACA JUGA ARTIKEL LAIN :
MAMMA MIA HERE WE GO AGAIN, ABBA AGAIN
BLOGER BALIKPAPAN RAYAKAN HARI BLOGER NASIONAL 2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar