Minggu, 23 Oktober 2016

"SUAP" NANGKA DARI MAMA

Nangka selalu menjadi buah favorit sambalbawang. Namun agak jarang melirik, mengingat di pasar sini berjubel aneka buah yang enak-seperti nanas, pisang, hingga duren. Dalam setahun, bisa dihitung jari membeli nangka.

Siang itu, rasanya tidak bisa menolak pesona si nangka. Seorang nenek yang bersimpuh di depan pintu Pasar Klandasan, Balikpapan, dengan beberapa kantong plastik berisi nangka. Ada yang berwarna kuning, ada yang agak oranye.

"Coba dulu," begitu tawaran si nenek ini. Telanjur mampir melihat lapaknya, satu nangka pun sambalbawang ambil dan dicicip. Ah. Manis. Oke bungkus, tapi satu saja. Si nenek menerima dengan riang uang Rp 15.000.

Hanya sehari nangkanya habis. Pada potongan terakhir, mendadak teringat kisah masa lalu. Saat masih duduk di bangku TK. Masa di mana nangka menjadi alat suap bagi sambalbawang agar nurut nemenin mamah ke pasar.

Karena kakak bersekolah di SD, dan mamah bertugas antarjemput memakai kaki, maka posisi sambalbawang serba "terjepit". Nggak mungkin lah mamah menjemput sambalbawang, lalu balik ke rumah, dan kembali ke sekolah kakak.

Imbasnya, mamah menjemput sambalbawang dulu, dan menghabiskan sekian puluh menit menemani mamah ke pasar atau urusan macam-macam. Dan mamah tahu persis bagaimana anaknya ini ditaklukkan. Dengan apa? Nangka.

Untuk membujuk sambalbawang agar berangkat ke sekolah (TK) memang harus dengan teh kotak dan Chiki. Maka untuk membuat sambalbawang tidak rewel setelah sekolah, nangka yang paling efektif. Entah mengapa, memang demikian.

Jadilah suap nangka ini terjadi hampir tiap hari. Sambalbawang ingat punya dua penjual nangka favorit di Pasar Ngasem, Yogyakarta. Yang satu di dalam pasar, satunya lagi mangkal di tangga pasar. Satu bungkus nangka, kalau tidak salah Rp 200.

Kalau sudah ketemal-ketemil makan nangka, berjalan seberapa jauh pun, tak masalah. Namanya saja masih kecil, sambalbawang tidak pernah tahu betapa harga nangka segitu, sebenarnya sudah cukup berat bagi kondisi keuangan keluarga kami.

Selepas motor satu-satunya dijual demi biaya sekolah kakak-kakak, maka mamah yang jadi "ojek" kaki bagi anak-anak. Dalam sehari mamah berjalan cukup jauh, mungkin bisa 5 km. Mengantar saya dan kakak ke sekolah yang berbeda, menunggu, dan menjemput.  

Sejak TK sampai SD kelas sekian, lah, aktivitas itu. Maksudnya jajan nangka ini.  Tapi sepertinya, bagi mamah, membelikan sebungkus nangka untuk sambalbawang adalah pilihan terbaik. Daripada anak bungsunya ini rewel sepanjang hari dan bikin onar di rumah.

Dan, sebetulnya, cukup murah tuh, suap nangka ini. Meski kadang di sore hari ada es dung-dung lewat, ya diembat. Hehe. Tapi terlepas dari fakta murahnya nangka ini, ternyata ada hal positif. Apa itu? Sambalbawang tidak canggung masuk pasar untuk belanja.

Hari ini sambalbawang menelepon mamah, dua kali. "Ada apa ya," kata mamah. "Oh nggak, mah. nggak ada apa-apa. Hanya kangen," sahut sambalbawang. "Mah, Adi minta uang," kata sambalbawang. Dijawab dengan ketawa di seberang.

"Adi minta doa restu saja ya, mah"
"Pasti. Mama setiap hari berdoa untukmu.."



BACA JUGA ARTIKEL LAINNYA :
THE AQUARIAN ?






Tidak ada komentar:

Posting Komentar