Perang Dunia II rampung 75 tahun silam. Jalannya perang dan cerita sekitarnya sudah terdokumentasi di banyak buku, majalah, hingga novel. Belum yang diangkat ke layar lebar sampai film dokumenter. Bejibun pula tulisan dan analisis yang dituang ke media, portal opini, blog, dan vlog.
Mungkin seperti jumlah bintang, saking banyaknya. Hebatnya lagi, itu seakan tidak ada habisnya. Cerita seputar Perang Dunia (PD) II masih terus digali sana-sini, dari berbagai aspek dan kepentingan. Diceritakan ulang, dikemas ulang, sampai dianalisis ulang.Sialnya, atau lebih tepat, gilanya, PD II memang topik yang super menarik. Kita seperti menciduk air dan mata air yang tak pernah kering. Enam tahun Perang Dunia II dengan skala yang masif, jelas punya lebih banyak kisah ketimbang PD I yang berdurasi 4 tahun.
Dokumentasi seputar PD II, termasuk peninggalan-peninggalannya, terus menarik minat banyak orang. Sambalbawang pun termasuk, hehehe. Kapan persisnya tertarik PD II, kayaknya sih di tahun 1990-1991 lalu, waktu lagi panas-panasnya Perang Teluk II. Lho, apa hubungannya?
Jadi begini. Waktu itu, selain tentu saja mengabarkan jalannya Perang Teluk jilid kedua, media juga sesekali mengulas, atau sekedar flashback ke PD II. Juga Perang Vietnam. Jangan sampai perang di semenanjung sana itu sampai jadi perang besar.
Pernah sambalbawang membaca artikel (lupa di koran mana) tentang PD II. Sepertinya menarik. Baca sih baca, tapi saat itu, sambalbawang lebih tertarik ke berita-berita olahraga (sepakbola), dan artikel terkait musik—atau sekilas tentang grup musik sampai lirik lagu.Ketertarikan mulai muncul (lagi) ketika televisi menayangkan serial “Tour of Duty” tahun 1993/1994. Film sekian episode itu berlatar perang Vietnam di medio tahun 70an — dan anehnya, setelah sekian tahun sambalbawang baru menyadari kalau tuh film jelas dari sudut pandang Amerika Serikat (AS). Pantesan..
Lho, trus hubungannya apa? Sebentar, cess... Kita lanjutkan ceritanya. Film itu tambah bikin penasaran, bagaimana sebenarnya perang. Sama seperti filmnya apa enggak. Dan seterusnya. Akhirnya jadi ngerti juga kalau sebenarnya AS yang tidak tahan berperang lama di belantara Vietnam. Desakan publik menolak perang, AS pun keluar arena.Rasa penasaran terhenti lagi karena mesti mengawali tahap baru, yakni kuliah, hehe. Mungkin baru di tahun kedua (akhir), kepanggil lagi rasa itu. Seiring semakin suka keluyuran ke perpustakaan-perpustakaan dan menghabiskan waktu berjam-jam di sana.
Entah buku apa terkait PD II yang sambalbawang baca, beneran sudah lupa. Hanya ingat kalau beberapa bacaan itu (yang sebagian berbahasa Inggris) mengangkat topik umum saja, seperti sekilas PD II, dan juga seputar PD I. Sebagian lain, ya topik khusus semacam panzer Jerman, taktik kamikaze Jepang, hingga bom atom yang menghanguskan Hiroshima dan Nagasaki.Bisa dikatakan, saat itu—ya di awal masa kuliah—semakin tahu ada kaitan kemerdekaan kita dengan hiruk-pikuk jalannya PD II di kawasan Eropa dan Asia. Proklamasi kemerdekaan kita, misalnya, benar-benar cerdik mengambil momentum babak belurnya Jepang.
Pengetahuan sebelumnya—yang sepertinya hanya bersumber utama buku sejarah—sampai bangku SMA, baru memberi pemahaman penggal per penggal seputar PD II. Ditambah belum cukup tertarik, maka seputar PD II hanya terbaca secara permukaan. Seupil saja, malah.Selama masa kuliah, belum ada buku-buku seputar PD II yang dibeli. Bukannya enggak pernah beli buku, tapi waktu itu sedang tersita minatnya ke buku-buku puisi, utamanya karangan Kahlil Gibran dan Rabindranath Tagore. Itu yang dicari. Masih “berjiwa puitis” sih, hehehe.
Kita skip cepat beberapa tahun sampai ke masa awal bekerja sebagai jurnalis, awal 2004. Semakin terbuka banyak ruang dan kesempatan berburu buku. Makin rajin berburu buku. Sampai pada akhirnya ketemu deh, yang dinanti : sepaket buku yang mengangkat PD II, karangan PK Ojong. Ada empat buku; Perang Eropa Jilid I – III, dan Perang Pasifik.
Koleksi pertama, dengan cepat disusul koleksi selanjutnya. Satu demi satu buku terkumpul. Juga majalah, VCD documenter, sampai miniatur pesawat. Bahkan empat buku PK Ojong tadi, sambalbawang sampai beli dua kali. Ternyata bapak suka.
Begitulah sambalbawang pada akhirnya sampai pada kesimpulan memang menyukai bacaan (juga film dan documenter) yang berbalut PD II. Aktivas berburu yang sebelumnya hanya datang ke kios buku, dilanjutkan ke ranah maya, sejak tahun 2011. Beli buku dan majalah bekas secara online (daring).
Kalau ke pameran buku dan ke toko buku, sampai sekarang, sambalbawang utamanya tetap mencari buku-buku seputar PD II. Meski ya tidak semua buku terkait dibeli. Bisa jebol dong nih dompet, kalau semua diangkut pulang. By the way, di rak, sudah punya berapa koleksi buku dan majalah ? Sepertinya sih sudah 50 lebih. Belum termasuk buku tentang perang lainnya semaca Perang Vietnam, dan Perang Korea. Waah… Sampai sebegitunya.. Yah, namanya juga seneng.
Selain empat buku karangan PK Ojong tadi, beberapa judul buku koleksi sambalbawang yakni : das Panzer, Strategi dan Taktik Lapis Baja Jerman (Fernando R Srivanto); Blitzkrieg, The Rise of Hitler to The Fall of Dunkrik (Len Deighton); Adolf Hitler (M Muhibuddin); Penerbang Angkatan Laut Jepang 1937-1945 (Osamu Tagaya & John White) Sejarah Divisi Gunung Waffen SS (Nino Oktorio).Buku-buku lainnya : Ardennes 1944 Pertaruhan Terakhir Hitler (James R Arnold); Wings of War, Great Combat Tales of Allies and Axis Pilots During World War II ( James P Busha); Kisah Diktator-diktator Psikopat (Syamdani); Battles of Word War II – Dieppe 1942 Prelude to D-Day (Ken Ford); Band of Brothers (Stephen E Ambrose); Secret Weapons of World War II (William B Breuer); Konflik Bersejarah; Runtuhnya Hindia Belanda (Nino Oktorio); dan War of Balikpapan (Herry Trunajaya BS & Muhammad Asran).
Di jajaran majalah, yang terbanyak memang majalah Angkasa (Edisi koleksi). Beberapa judul misalnya; Pesawat Pembom Sepanjang Masa; 60 Tahun Pengeboman Hiroshima & Nagasaki; Kamikaze, Kesatuan Udara Bunuh Diri Jepang; Kedigdayaan Nazi Jerman; Perang Asia Timur Raya 2 – Kejatuhan Dai Nippon; Serangan ke Pearl Harbor, Serbuan Pengobar Perang Pasifik.
Masih di majalah Angkasa, koleksi lainnya : Kisah-kisah Heroik Penjaga NKRI; 100 tahun Penerbangan Wright Bersaudara; Great Commanders of The Battle Fields; Operasi Amfibi, Seluk Beluk Pendaratan ke Pantai Musuh; Die Waffen SS; The Nazi’s War Machines; Nazi’s Special Forces, Pasukan Inti Kekuatan Nazi; The Most Epic Tank Battle of Deutches Afrika Korps; Pistol & Revolver.
Seri Angkasa berikutnya : Kisah Hebat AK-47 dan Lima Senapan Legendaris; The Worst Military Disaster; The Great Sea Warfare, Pertempuran Laut Paling Menentukan di Dunia. Sementara untuk koleksi lain, yakni Majalah Commando, misalnya: War Machine Series – Battleships & Battlecruisers; T-72 Main Battle Tank. Monster Darat Rusia. Lainnya, Uniforms of World War II (Peter Darman).Dari semua itu, mana yang paling favorit? Susah menjawabnya, eh. Gini saja... Kalau boleh sambalbawang kasih saran, ada baiknya membaca dulu empat buku karangan PK Ojong itu kalau ingin tahu PD II. Agar sedikit banyak mengerti duduk perkara, polemik, dan dampaknya. Selain itu, pendapat pribadi sih, empat buku itu asyik dibaca, jelas, dan secara kronologis, dapet.
Di buku Perang Eropa Jilid I misalnya, ada sedikit pengantar bagaimana Hitler yang ambisi dan kefanatikannya menyulut api perang. Beberapa kisah legendaris, juga tertuang sekilas, misalnya sepak terjang Erwin Rommel, jenderal Jerman paling disegani. Juga operasi Barbarossa, ketika Jerman menyerbu Soviet Rusia. Ada juga cerita bagaimana upaya sekutu menghancurkan kapal-kapal tempur Jerman yang menakutkan.
Edisi Angkasa : Serangan ke Pearl Harbor, juga bisa jadi bacaan menarik untuk mengetahui beberapa aspek di balik peristiwa itu. Armada udara Kekaisaran Jepang, dengan 441 pesawat, memang menghabisi pangkalan AS itu. Tujuh kapal perang AS, hancur dan tenggelam. Tapi dari sudut militer, AS tidak lantas lumpuh, karena seluruh kapal induknya selamat. Serangan itu adalah titik awal konflik terbuka perseteruan AS-Jepang yang sudah dimulai tahun 1930.
Berikutnya, sambalbawang comot majalah Angkasa edisi Pesawat Pembom Sepanjang Masa. Seberapa penting pesawat pembom? Mari cari tahu di majalah itu. Jadi, ketika Sekutu mulai menerbangkan banyak pesawat pembom secara bersamaan, siang dan malam, Jerman perlahan luluh lantak. AS terbilang telat “main” di udara, tapi begitu melepas B-17 Flying Fortress, dan teruji di udara. Pesawat itu diakui sebagai pembom dengan pertahanan terbaik.Jerman membuka PD II dengan mengirim “gelombang” JU-87 Stuka, pesawat cepat dan kuat. Pesawat yang menggentarkan nyali semua lawan, dengan ciri khas sirinenya— lantas sering disebut Terompet Jericho--lantaran memekakkan telinga. Di udara pula, nantinya armada udara Jerman keteteran untuk pertama kali saat menghadapi gigihnya perlawanan pesawat-pesawat Inggris. Di ujung akhir PD II, Amerika menerbangkan B-17 ke Hiroshima dan Nagasaki untuk menjatuhkan bom atom.
Begitulah, jreng. Setiap buku dan majalah PD II memberi banyak sudut pandang dan cara memandang dan menganalisis laga demi laga di banyak front. Kita jadi tahu bagaimana strategi “jual-beli pukulan” dua pihak di lapangan menerapkan teknologi persenjataan terbaru. Juga masalah demi masalah yang harus dihadapi para prajurit dan jenderal.
Jadi, apakah koleksi buku PD II sambalbawang masih akan terus bertambah? Pasti… Tungguin vlog youtube Sambalbawang kang Adi ya, yang bakal bahas topik ini. Yihaaa.
BACA JUGA ARTIKEL LAINNYA :
SEKILAS TENTANG PERANG DUNIA II
LUAR BIASA, BEGITU BANYAK FILM DOKUMENTER PERANG DUNIA II
7 MOTOR BEBEK TERBAIK SEPANJANG MASA
ABBA TALENTA TERBAIK MUSIK SWEDIA
GATOTKACA, TAK HANYA OTOT KAWAT BALUNG WESI
CHINMI, JAGOAN KUNGFU DARI KUIL DAIRIN
MAMA by PAULINA, PROYEK LAGU PERTAMA
LILAC, SEPENGGAL CERITA TENTANG PASSION BERMUSIK
TATAG LANANG, FASHION SHOW TUNGGAL PERTAMA SAMANTHA PROJECT
AMPAR-AMPAR PISANG, INI LHO ARTINYA
The sands casino review 2021 - SG Casino
BalasHapusRead our unbiased The sands casino review, including player feedback and exclusive info 제왕카지노 on promotions, games 바카라 and bonuses offered by septcasino SG Rating: 4 · Review by SG Casino