Hape tidak sekadar alat pengirim pesan dan penyampai suara. Juga tidak sekedar piranti penanda identitas. Hape adalah juga soal menyimpan kenangan. Karena itu sambalbawang bersemangat ketika denger seorang kawan memberi informasi bahwa ada lelang hape lawasan.
Acaranya berudul HUT ke-1 Balikpapan Hape Nostalgia (Bahenol), Secepat Lucky Luke menembak Dalton bersaudara, sambalbawang pun bergegas meluncur ke lokasi. Acara sepertinya sudah separuh jalan. Deretan hape lawas yang digelar bikin mata ini jadi nanar. Sayangnya, tidak dijual. Nih hape kebanyakan keluaran 1999-2005.
Tapi asyiknya, beberapa kolektor mengikhlaskan koleksinya untuk dikelang malam itu,Wah apa gak salah denger nih. Sambalbawang pun duduk manis menyimak si pembaca acara mengompori para hadirin, satu per satu melelang hape lawas.Semua kondisi hidup, cukup waras.
Tiga hape berlalu, mendadak telinga mendengar "Siemens C25". Adrenalin langsung terpompa. Pada tawaran kesekian, telunjuk langsung terangkat. Sebagai penawar terakhir. Setelah berdoa, tak ada lagi tangan lain terangkat, maka sah sudah C25 dalam genggaman.Hape layar monokrom ini dirilis tahun 1999 lalu, dan sempat jaya.
Sebetulnya nih hape bukan mengingatkan kenangan manis. Kenangan pahit, tepatnya. Mengingatkan pada seorang cewek yang mencueki sambalbawang, yah katakanlah 15-16 tahun lalu. Ketika disamperin ke rumah, tuh cewek selalu saja akting memencet-mencet keypad hape itu. Sebel, kan?. Emosi, kan? Bete, kan?
Jadi, sebenarnya ya emosi juga mendapat hape ini. Hahahaha....
Entah mengapa, urusan potong rambut, selalu terasa ribet dan enggak menyenangkan. Sejak kecil sudah begitu adanya. Agenda rutin setiap dua bulan sekali ini, blas tidak pernah sambalbawang nantikan. Sebaliknya, ibu selalu mengingatkan.
Ibu sudah punya tukang cukur rambut andalan, dekat rumah. Mereka sudah sepakat bagaimana potongan rambutku. Ibu tinggal ngasih uang dan saya akan berlari secepat mungkin ke tukang cukur di dekat alun-alun.
Bukan berlari semangat, tapi agar cepat sampai. Cepat dicukur dan cepat pulang. Kalimat sakti yang saya sampaikan ke tukang cukur adalah "potong nggantheng". Maksudnya potong cakep. Si tukang cukur yang adalah mbak-mbak ini, sudah paham,
Begitulah bertahun-tahun. Beranjak SMA, pindah rumah, masalah muncul lagi. Setelah berganti sekian tukang cukur, akhirnya menemukan yang sip. Seorang bapak usia 60-an, yang ruang usahanya adalah bangunan anyaman bambu tak lebih 3 meter x 4 meter.
Bangunan kecil ini nempel di tepi saluran irigasi. Tepat di jalur rute naik sepeda ke sekolah. Saya lupa nama bapak itu, tapi masih ingat tarif cukurnya. Rp 500.. Saat itu, Tarif ini bertahan sampai saya kuliah di tahun-tahun awal. Sampai akhirnya naik jadi Rp 1.000.
Keistimewaan si bapak tua ini, adalah, durasi cukurnya singkat. Pernah saya amati, tak lebih 10 menit. Malah saya inget ada yang cuma 7 menit dicukur. Cukup mengharukan, Deretan pengunjung pun, akan cepat berkurang.
Si bapak ini sebenarnya agak pendiam. Namun kadang ngomong. Menanyakan bagaimana di sekolah. Kadang dia menyisipkan kata-kata "gek ndang bali omah" alias "cepat pulang ke rumah" begitu usai mencukur rambut.
Begitu terjadi beberapa tahun, Sampai kemudian, ketika saatnya cukur rutin setiap 2-3 bulan sekali, saya mendapati bangunan itu kosong dan sudah tidak ada lagi peralatan cukur. "Si bapak meninggal, sakit jantung," begitu kata seorang warga.
Kecewa. Padahal dia tukang cukur sip yang hasilnya pun diamini kedua orangtua. Kecewa lagi, saya tidak sempat melayat. Tapi masalah selanjutnya, ternyata, semakin susah bagi saya untuk cocok sama tukang cukur.
Bahkan sampai kerja, sampai sekarang. Era setelah si bapak cukur, tukang cukur diambil alih secara bergantian oleh ibu dan kakak. Enam tahun terakhir, itu tugas saudara bojo. "Rambutmu ada syarafnya po, kok selalu membantah kalau dicukur," katanya..
Ya, biarkan sambalbawang gondrong lah. Saudara bojo mencecar lagi. Gondrong boleh tapi rapi., Diiket nguncir ke belakang, di gelung seperti ksatria-ksatria Mahapahit. Sekalian duet kuciran sama dia. Hm, tidak bisa. Gondrong ini natural. Tak kenal sisir, tak kenal kucir, juga tak kenal minyak rambut.
Agnetha Faltskog, Bjorn Ulvaeus,
Benny Andersson, dan Anni-Frid Lyngstad. Tahun 1970, belum banyak yang
mengenal mereka, kecuali orang-orang Swedia. Namun saat memenangkan
Eurovision Song Contest empat tahun kemudian, dengan menyanyikan "Waterloo", dunia mulai mengenal mereka
sebagai ABBA.
Nama "ABBA" mengambil
inisial huruf depan mereka berempat. Agneta-Bjorn-Benny-Anni. Lewat “Waterloo”
dimulailah demam musik "beraroma" Swedia, yang menjalar cepat ke seluruh
penjuru dunia. Boleh dibilang ABBA adalah grup band pertama asal Swedia yang meraih sukses
internasional skala besar. Sejak saat itu, hingga setidaknya tahun 1982, ABBA benar-benar
sukses “menyihir” dunia. Ini klip Waterloo, awal dikenalnya ABBA di belantika musik dunia :
Lagu-lagu mereka, mayoritas, hilir-mudik
nangkring di tangga lagu-lagu dunia. I Have A Dream, Chiqutita, Fernando,
Ring-ring, Honey-Honey, S.O.S, Mammamia, Money Money Monye, Angel Eyes, Does Your
Mother Know, dan Take A Chance on Me, Knowing Me Knowing You, misalnya, mengguncang dasyat.
Dan, tentu saja, Dancing Queen, yang sampai sekarang masih disebut-sebut sebagai lagu pop-dansa terbaik sepanjang masa. Dancing Queen pernah menyabet posisi nomor satu di tangga lagu US
Billboard 100. Tak ada perdebatan: Dancing Queen memang mahakarya ABBA.
Saking terkenalnya, ABBA sering
dianggap sebagai komoditas ekspor dari Swedia yang lebih laris ketimbang Volvo,
mobil mewah bikinan negara itu yang juga terkenal. Ada benarnya sih. Dan menjadi satu pertanyaan menarik
mengapa ABBA sampai setenar itu.
Kembali ke lagu ABBA yang membuat terkenal. Dua tahun sebelum
"Waterloo" diperdengarkan, grup ini sudah mengawali kiprahnya dengan meluncurkan
single “People Needs Love”. Bagi yang belum melihat klipnya, wajib
nonton untuk mengawali kecintaan terhadap ABBA. Hehe. Selang setahun pasca Waterloo ini,
album pertama, "Ring-ring" yang sekaligus judul hits mereka, meluncur dari
dapur rekaman.
Benny dan Bjorn seakan
mendapat inspirasi dan kekuatan luar biasa dalam menulis lagu, mengolah, dan menjadikannya hits. Musik Swedia
mulai diperhitungkan. Sepertinya ABBA pun menjadi “pintu” masuk bagi band-band
asal Swedia lainnya, seperti Europe, Roxette, dan Ace of Base, untuk lebih berkiprah
di Eropa, Amerika, juga Asia.
Oh iya, mari berkenalan dulu dengan para personel ABBA, dengan sedikit bantuan Wikipedia. Agnetha lahir 5 April 1950 di
Jonkoping, Swedia. Cewek berambut pirang ini, sebelum bergabung dengan ABBA, adalah
penyanyi yang cukup tenar di negaranya. Agnetha bersua Bjorn saat membintangi
sebuah acara TV di tahun 1969, dan mereka menikah dua tahun kemudian. Keduanya lantas sering rekaman bareng dan mendirikan studio. Saat itulah keduanya bertemu Benny
dan Frida.
Benny lahir di Stockholm. Swedia,
16 Desember 1946. Semasa muda pernah bergabung dengan band pop rock The Hep
Stars, yang sering disematkan predikat sebagai "The Beatles" dari
Swedia. Dari sini, Benny, yang piawai memainkan keyboard dan piano sejak muda ini, semakin
mengasah kemampuanya membuat lagu.
Bjorn kelahiran Goteborg, Swedia,
15 April 1945. Sebelum bersama ABBA, Bjorn dikenal sebagai penyanyi sekaligus
gitaris di The Hootenanny Singers. Bjorn sering menulis lagu, terutama
lagu-lagu berbahasa Inggris. Bulan Juni 1966, The Hootenanny Singers dan The
Hep Stars tur bareng.
Anni-Frid "Frida" Lyngstad lahir 15 November 1945 di Norwegia, dan
sejak remaja sudah aktif bernyanyi. Dari penelusuran sambalbawang, Frida pernah juga
membentuk band Anni-Frid Tour, tahun 1967. Firda pernah memenangkan National
Talent Competition. Dia lantas dapat kontrak dengan label EMI Swedia dan
merilis sejumlah lagu. Bersama Benny, Frida sering jadi backing vokal
Agnetha.
Uniknya lagi, keempat personel itu sempat menjadi pasangan suami-istri. Bjorn
menikah dengan Agnetha pada tahun 1971, tetapi bercerai delapan tahun kemudian. Benny
bercerai tahun 1981, setelah tiga tahun menikah dengan Frida. Tidak pernah ada
alasan terkonfirmasi terkait alasan perceraian mereka.
Tapi hebatnya, satu album keluar
pascamereka bercerai, yakni The Visitor, di tahun 1982, yang sayangnya, sekaligus
menandai selesainya kiprah ABBA. Dari seluruh album ABBA, The Visitor
sepertinya yang paling tidak sukses, meski ya tetap sukses.
Sambalbawang mengamati, dan semoga saja benar, lagu-lagu ABBA pada tahun-tahun
terakhirnya, memang bernuansa sendu. Salah satunya “One of Us”, hits
andalan di album The Visitor. Beda dengan lagu-lagu awal ABBA yang ceria dan enerjik,
seperti Ring Ring, Honey Honey, dan Mammamia.
Setelah bubar, mereka mengambil
jalur masing-masing sampai sekarang. Dan ternyata tidak cukup sukses. Desakan
agar mereka reuni dan pentas bareng, terus terdengar. Dibangunnya Museum ABBA di Stockholm Swedia
tahun 2013, ternyata juga tidak sanggup memaksa mereka akur, dalam arti manggung
bersama dan bikin album. Barangkali perceraian memang jadi salah satu faktor
utamanya.
Sekitar 100 lagu sudah
tercipta oleh ABBA dalam kurun waktu 1973-1982, termasuk lagu-lagu versi Bahasa Swedia dan Spanyol. Menurut perkiraan sambalbawang, 50 persen lagu-lagu mereka sukses menjadi hits. Hebatnya lagi, lagu-lagu ABBA yang sepertinya kurang hits, banyak yang ternyata asyik dan indah. Lagu-lagu ABBA
menginspirasi banyak band dan penyanyi. Westlife misalnya, tambah terkenal
ketika merilis ulang "I Have A Dream". Madonna juga mencomot intro
lagu “Gimme Gimme Gimme” sebagai intro lagunya “Hung Up”. Lalu, grup A*Teens
dan Glee pun merilis beberapa lagu seperti "Dancing Queen”.
Lagu “Mammamia” juga menginspirasi
pembuatan film yang berjudul sama, yakni "Mammamia" yang dirilis tahun 2008. Balik lagi ke bekakang, uniknya
lagi, Mammamia inilah yang menggeser kedigdayaan “Bohemian Rhapsody” milik
Queen, di daftar tangga lagu Inggris tahun 1976. Sekadar catatan, lirik
“Mammamia” ada di kedua lagu itu lho.
Kekuataan ABBA adalah musiknya yang
ceria, enerjik, tapi sederhana dan easy listening. Duet suara unik
Agnetha-Frida, yang soprano dan mezzo soprano ini, terasa indah dan pas.
Tampang cakep kedua cewek vokalis utama ini, dan tentu saja lekuk indah tubuh mereka, ikut memberi nilai tambah. Siapa coba yang tidak jatuh hati melihat kerlingan, senyuman, dan bibir merekah
menggoda dari tante Agnetha dan tante Frida ini? Sekseeh.. Benny menjadi pengaransemen yang handal. "Sihir" Benny ada di setiap lagu. Tapi barangkali sihir terhebatnya ada di intro "Gimme Gimme Gimme", dan ujung lagu "Chiquitita". ABBA juga mengeluarkan dua instrumental, "Arrival" dan Intermezzo No.1. Jauh setelah dirilis, Arrival masih dibawakan lagi oleh banyak grup orkestra.
Bjorn memang mengambil porsi minim sebagai vokalis. Tetapi suaranya juga asyik, karena dia memang awalnya bersolo karir. Coba saja
sejenak dengarkan “Does Your Mother Know” dan "Rock Me". Adapun Benny sepertinya tidak
pernah jadi vokalis utama. Hanya satu lagu ABBA bertitel "Suzy Hang Around" yang menempatkan Benny sebagai lead vocal. Namun suara Benny, juga Bjorn, bisa dibilang menjadi
latar belakang semua lagu ABBA. Ketika ABBA sudah punya duet vokalis yang top, sambalbawang pikir Bjorn dan Benny sudah puas dan memilih menjadi vokalis ketiga dan keempat.
Mungkin 60-70 persen lagu ABBA
masuk lagu-lagu hits dunia. Luar biasa. Lagu-lagu yang agak kurang
dikenal pun, oke untuk disimak. Cobalah putar “Nina Pretty Ballerina” atau
“Hasta Manana”, "He Is Your Brother", "The King Has Lost Its
Crown", "When I Kissed The Teacher", "If It Wasn't for The Night", "Thank You For The Music", "Happy Hawaii", "Andante Andante", "The Piper", atau "King Kong Song". Dan ini klip "Hasta Manana":
Ah, seandainya empat pentolan ABBA yang masih hidup ini mau mengesampingkan
ego, dan bersedia reunian, sambalbawang yakin deh, dunia bisa “meledak” untuk kedua kali.
ABBA yang masuk dalam Rock and Roll Hall of Fame (2010) ini, sampai sekarang masih punya penggemar
fanatik, salah satunya ya penulis ini. Hehe.
Sudah 35 tahun berselang sejak ABBA bubar. Lagu-lagu mereka masih abadi. Semoga saja ada reuni.
Kita tunggu saja sembari memutar ulang aksi panggung dan rekaman mereka. Empat
sosok yang senantiasa berkostum unik bin nyentrik ini. Benny duduk main piano,
Bjorn kesana-kemari sembari berkalung gitar, serta dan Agnetha-Frida yang bernyanyi indah.
Tetapi, di sisi lain, juga masih sebal mengapa mereka nggak pernah mau reunian. Mumpung masih komplet berempat.
Ada beberapa kawan yang pernah bertanya, motor apa yang paling nyaman? Ini
susah-susah-susah-mudah, menjawabnya. Bukan karena tidak ada, tapi karena ada beberapa jawaban
karena tergantung sejumlah alasan. Mulai dari selera, performa, juga situasi.
Begini. Seperti halnya soal makanan, kesukaan tiap-tiap orang jelas berbeda.
Begitu juga soal kendaraan. Ada yang cinta mati sama bebek, eh motor bebek. Tapi ada
yang ngefans berat sama skutik (skuter matik). Ada yang suka motor laki, ada yang demen motor sport, dan ada juga yang pengin memelihara motor gede (moge). Ada juga
yang pokoknya Vespa, meski mengesampingkan frekuensi mogok dan ndorong.
Semua jawaban itu sah-sah saja. Namun menurut sambalbawang, kriteria
nyamannya kendaraan, sebenarnya relatif. Dan relatif itu pun, ditentukan oleh perawatan, pemeliharaan, dan kebiasaan
berkendara. Kalau direntang lebih lebar, itu jadi beberapa item kesimpulan. Oya, pembahasan enggak sebatas menyoal ke motor baru ya.
Kita bicara juga dengan memasukkan motor bekas, alias second. Sebenarnya, tidak terlalu sulit
mendeteksi kenyamanan sebuah motor. Tinggal dikendarai. Motor yang servis
rutinnya ditaati, ya lebih enak dinaiki ketimbang motor yang baru masuk bengkel
kalau mogok. Motor yang dikendarai dengan perasaaan, ya lebih nyam-nyam
ketimbang yang dipakai ngetril.
Motor yang diperlakukan asyik dan semestinya, seperti rajin dicuci, rajin
diperiksa kekencangan baut-bautnya, dan tidak pernah kempes bannya (karena
rutin dicek dan ditambah angin), ya pastilah lebih nyaman daripada motor yang “asal
jalan”.
Motor yang minum pertamax ya pasti lebih halus dan bertenaga
ketimbang yang menenggak premiun. Oktan, kan, yang berbicara. Hehe. Motor yang
kelistrikannya beres pun lebih menyenangkan dari motor yang salah satu
lampunya yang “absen” menyala gegara bolam putus (sejak lama) tapi belum (selalu lupa) diganti.
Kenyamanan motor tergantung juga kondisi bahan-bahan penyusunnya.
Ada shock absorber, rem cakram, foot step, spion, dan kualitas jok. Juga tinggi
badan si pengendara, meski ini ya bisa dikatakan relatif. Kenyamanan motor juga
bisa dari kapasitas mesin, handling, dan “kebandelan” secara keseluruhan. Sudut
pandang para boncenger juga bisa dimasukkan.
Beberapa motor bebek dan skutik (second) yang harganya mahal pun, belum
tentu enak dikendarai. Motor yang dioprek mesinnya, belum tentu lebih sip dan kencang daripada motor yang hanya rajin servis rutin. Motor yang knalpotnya bersuara
menggelegar, belum tentu menggelora powernya.
Motor yang knalpotnya sering mengeluarkan bunyi “tembakan”, malah mudah
disalip oleh motor standar pabrik yang rutin servis. Motor yang "penuh aksesoris" ala motor balap, juga belum tentu bisa ngacir. Apalagi motor yang saringan karburator (saringan udaranya) dicopot, itu mah, cuman menang "tampilan easy going-nya" saja, karena malah enggak bisa lari dan mesinnya cepet panas.
Sedikit kesimpulan ini berdasarkan pengalaman sambalbawang sendiri, yang sudah menyemplak mungkin ratusan motor (meminjam sebentar motor milik teman--bukan dibawa pulang), jika dihitung sejak duduk di bangku SMA.
Jadi, dalam beberapa aspek, you are is how you drive. Hehe.