Rabu, 19 April 2017

POTONG RAMBUT YANG SELALU JADI MASALAH

Entah mengapa, urusan potong rambut, selalu terasa ribet dan enggak menyenangkan. Sejak kecil sudah begitu adanya. Agenda rutin setiap dua bulan sekali ini, blas tidak pernah sambalbawang nantikan. Sebaliknya, ibu selalu mengingatkan.

Ibu sudah punya tukang cukur rambut andalan, dekat rumah. Mereka sudah sepakat bagaimana potongan rambutku. Ibu tinggal ngasih uang dan saya akan berlari secepat mungkin ke tukang cukur di dekat alun-alun.

Bukan berlari semangat, tapi agar cepat sampai. Cepat dicukur dan cepat pulang. Kalimat sakti yang saya sampaikan ke tukang cukur adalah "potong nggantheng". Maksudnya potong cakep. Si tukang cukur yang adalah mbak-mbak ini, sudah paham,

Begitulah bertahun-tahun. Beranjak SMA, pindah rumah, masalah muncul lagi. Setelah berganti sekian tukang cukur, akhirnya menemukan yang sip. Seorang bapak usia 60-an, yang ruang usahanya adalah bangunan anyaman bambu tak lebih 3 meter x 4 meter.

Bangunan kecil ini nempel di tepi saluran irigasi. Tepat di jalur rute naik sepeda ke sekolah. Saya lupa nama bapak itu, tapi masih ingat tarif cukurnya. Rp 500.. Saat itu, Tarif ini bertahan sampai saya kuliah di tahun-tahun awal. Sampai akhirnya naik jadi Rp 1.000.

Keistimewaan si bapak tua ini, adalah, durasi cukurnya singkat. Pernah saya amati, tak lebih 10 menit. Malah saya inget ada yang cuma 7 menit dicukur. Cukup mengharukan, Deretan pengunjung pun, akan cepat berkurang.

Si bapak ini sebenarnya agak pendiam. Namun kadang ngomong. Menanyakan bagaimana di sekolah. Kadang dia menyisipkan kata-kata "gek ndang bali omah" alias "cepat pulang ke rumah" begitu usai mencukur rambut.

Begitu terjadi beberapa tahun, Sampai kemudian, ketika saatnya cukur rutin setiap 2-3 bulan sekali, saya mendapati bangunan itu kosong dan sudah tidak ada lagi peralatan cukur. "Si bapak meninggal, sakit jantung," begitu kata seorang warga.

Kecewa. Padahal dia tukang cukur sip yang hasilnya  pun diamini kedua orangtua. Kecewa lagi, saya tidak sempat melayat. Tapi masalah selanjutnya, ternyata, semakin susah bagi saya untuk cocok sama tukang cukur.

Bahkan sampai kerja, sampai sekarang. Era setelah si bapak cukur, tukang cukur diambil alih secara bergantian oleh ibu dan kakak. Enam tahun terakhir, itu tugas saudara bojo. "Rambutmu ada syarafnya po, kok selalu membantah kalau dicukur," katanya..

Ya, biarkan sambalbawang gondrong lah. Saudara bojo mencecar lagi. Gondrong boleh tapi rapi., Diiket nguncir ke belakang, di gelung seperti ksatria-ksatria Mahapahit. Sekalian duet kuciran sama dia. Hm, tidak bisa. Gondrong ini natural. Tak kenal sisir, tak kenal kucir, juga tak kenal minyak rambut.


BACA JUGA ARTIKEL LAIN :
MAMMA MIA HERE WE GO AGAIN, ABBA AGAIN
MENGAPA HARUS NGEBLOG
THE AQUARIAN ?

TENTANG HONDA (3) INILAH STAR'S FAMILY 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar