Nulis puisi ala-ala justru menjadi awal perkenalan sambalbawang ke dunia tulis-menulis. Sejak SMP kelas 1 mulai rutin corat-coret kata yang berujung jadi puisi. Aktivitas harian yang sebagian berbumbu kisah “cinta monyet” masa remaja adalah racikan pas memadukan kata-kata.
Kebetulan punya tandem teman yang juga lagi suka nulis puisi. Kami sering kongkwo sepulang sekolah, kadang memilih nangkring di pohon, untuk bikin puisi. Terus tuker-tukeran puisi yang kami tulis di buku. Lalu saling ketawa dan menertawakan. “Puisi opo iki? Melas,men” biasanya gitu jika puisi kami terlampau memelas dan “melo”. Bucin abis, istilah sekarang.Begitulah masa SMP bergulir dengan segepok puisi. Berlanjut ke ke masa awal SMA, sambalbawang makin seneng nulis puisi. Kali ini lebih “serius” karena sudah mulai mahir memakai mesin ketik. Sampai tahun pertama dan kedua kuliah, masih nulis puisi walau frekuensi berkurang. Aktivitas nulas-nulis puisi mulai tersendat dan mampet ketika sudah punya pacar. Wahahahaha.
Oya, di masa-masa SMA, sambalbawang mulai melirik peluang cari duit.
Beberapa puisi dilempar ke media: koran, majalah, dan tabloid. Sebagian besar tidak ditayang, tapi seingat sambalbawang, beberapa bisa tembus. Kira-kira ada 6-7 puisi, yang pernah tayang. Ada honor yang dikit, tapi ada juga yang lumayan.
Masih teringat gembiranya mendapat honor pertama, kalau tidak salah dari salah satu tabloid remaja. Joget-joget di rumah, lalu bersepeda ke salah satu warung sate kambing terkenal di Jogja. Iyalah naik sepeda, emang boleh naik motor sama ortu?
Judulnya adalah : tumbas (beli) sate enak.
Besoknya ke sana lagi dengan agenda beli tongseng. Besoknya disambung beli gule. Momen bersejarah terukir karena hatrik tiga hari makan menu kambing ‘mulu. Lupakan kolesterol. Dulu, enggak kenal istilah itu, apalagi mikir cara menghindari. Sate kambing termasuk menu wah. Serasa horang kayah, dah.
Selepas tahun ketiga kuliah, aktivitas menulis puisi semakin ditepikan. Dan ketika mulai kerja, makin menguap ktivitas itu dari daftar kegiatan. Sampai kemudian, yah katakanlah, 13-14 tahun kemudian, kembali ingin nulis puisi karena mendadak kangen. Kebetulan pula sudah punya blog. Jadi puisi tinggal sorong masuk.Plung.
Sayangnya buku kumpulan puisi sambalbawang dulu, raib entah di mana. Juga beberapa majalah dan koran (kliping) puisi. Sepertinya kejadian bocor genteng dan dikunyah tikus. Belum termasuk sekian puisi yang sempat nampang ke majalah dinding sekolah, dan selebaran hore lain. Hiks. Sedih. Mungkin itu karma karena tidak serius menyimpan.
Akhirna ya cuma menulis puisi sebagai pelepas kangen. Sampai kemudian semangat menyeruak ketika kenal podcast “Zona Rindu” di platform spotify. Podcast ini garapan sohib lama saya Yeti (ig @ranselyeye) dan temennya, Abimasanu (abimasanu_).
Jeng Yeti ini sudah sambalbawang kenal sejak tandem liputan bareng di awal 2004 di Jogja. Masih ingusan sebagai jurnalis. Saat masih ribut-robet berbalut heriok di lapangan. Cewek satu ini yang galak (kecuali sama sambalbawang, hehe) ini memang senang “bernapas” dengan puisi. Selepas tak lagi jadi jurnalis, kami masih saling kontak dan haha-hihi.
Tawaran untuk nyumbang puisi, tentu tak dilewatkan. Meluncurlah puisi pertama, judulnya Telepon. “Telepon” nongol di spotify Juni 2020 lalu. Ini link-nya : https://open.spotify.com/episode/5IxcjoR4vcOYzN6BdTtUSW?si=6Pb52vvzTKWqCc48rEuw6Q&fbclid=IwAR2FXU4PfZnW3CqQtZteT8zAKYgstHW2RmEHxXMw5OTTyD2j9-V-w2eyOIA#login
“Telepon” adalah tentang kerinduan sambalbawang pada ibu yang meninggal Agustus 2019. Aktivitas rutin, ditelepon dan menelepon ibu tiap 3-4 hari sekali, mendadak selesai. Sejak saat itu telepon (rumah)—yang jadi satu paket sama TV kabel—tak lagi terpakai. Berdebu.
Puisi kedua, meluncur sebulan kemudian, Juli. Kali ini tentang bapak. Di puisi berjudul “Bapak dan Sawah”, sambalbawang memunculkan bapak dari satu sisi terdalamnya. Ia begitu senang sawah, dan tahan berjam-jam hanya memandang sawah dan menyusuri saluran irigasi.
Oya ini link-nya puisi itu : https://open.spotify.com/episode/3EtbYj0C2vB6Oc86JEQhad?si=vpYll3rrQhWiY0mtpVk-Lg&fbclid=IwAR0e4qw5mC5gTdVbuTeHJ_JT7kHbRiFpBF6Nbhc72dJf_QrTOE3ZAjAd7_A
Dalam sekian cerita, sambalbawang kerap menemani bapak ke sawah. Hanya melihat dari satu lokasi ke lokasi lain. Lalu bapak bercerita tentang pekerjaannya yang berkaita dengan saluran irigasi. Dan menitipkan harapan agar sambalbawang menaruh respek ke sawah. Juga ke petani.Yeaah, “doktrin” itu sepertinya lumayan manjur karena sambalbawang (sempat) bercita-cita jadi insinyur pertanian. Meski akhirnya “terpeleset” gembira kuliah di Fakultas Teknologi Pertanian, tetap ujung-ujungnya tidak bekerja di bidang pertanian.
Terakhir sambalbawang menemani bapak beberapa bulan menjelang bapak meninggal, September 2018. Bapak memandang sawah dari balik jendela mobil dan menunjuk-nunjuk. Ah bapak. Tak bisa lagi turun menyentuh padi dan air irigasi.
Terakhir bapak menyentuh langsung sawah mungkin tahun 2016 lalu. Kami naik motor dan bapak minta berhenti di beberapa titik. Dari sawah, pintu air, saluran irigasi, bolak-balik. Sambalbawang sih manut-manut saja. Lha juga suka sawah. Lagian, selepas kerja di kaltim, ketemu bapak kan jarang. Setahun paling dua kali mudik.
Dan begitulah, segaris cerita tentang terceburnya sambalbawang ke ranah puisi. Ada pula beberapa puisi yang jadi lagu. Antara lain di sebagian besar lirik lagu “Mama” yang sambalbawang ciptakan. Ini link klip lagunya : https://www.youtube.com/watch?v=IL7X-_PDlRw Atau klik saja nih di bawah..
Sepertinya bakal makin seru nih, aktivitas yang bakal tergelar ketika sambalbawang akhirnya nulis puisi lagi. Nantikan saja, dalam waktu dekat pastinya (ngarep). Semoga selambatnya awal tahun depan ada kabar fresh. Penasaran? Sama. Kita tunggu tanggal mainnya. Hehe.
Tapi masih saja ada satu kendala sejak dulu. Sambalbawang tidak bisa atau enggak pernah mencoba serius untuk membaca puisi. Blaik….
BACA JUGA ARTIKEL LAIN :
KETEMU ANGKRINGAN RADEN, KEMBALI AGENDAKAN "NGANGKRING"
MERASAKAN "COKOTAN" BU TEJO DI FILM TILIK
CHINMI JAGOAN KUNGFU DARI KUIL DAIRIN
ABBA TALENTA TERBAIK MUSIK SWEDIA
TATAG LANANG FASHION SHOW TUNGGAL PERTAMA SAMANTHA PROJECT
7 MOTOR BEBEK TERBAIK SEPANJANG MASA
MUSIK ZAMAN DULU VS ZAMAN NOW, MANA YANG BERKUALITAS ?
"MAMA" by PAULINA, PROYEK LAGU PERTAMA
HANACARAKA AKSARA JAWA YANG INDAH
NGOBROL BARENG MAS BENNI LISTIYO SEPUTAR MUSIK 80-90AN
AMPAR-AMPAR PISANG, INI LHO ARTINYA
TENTANG HONDA (3) INILAH STAR'S FAMILY