Dari sekian
varian yang dilahirkan Honda di Indonesia, Revo adalah bebek terakhir yang mengusung kubikasi 100 cc. Pertama muncul
tahun 2008, Revo sebenarnya sudah “kalah” dengan bebek pabrikan sebelah yang
duluan menganut mesin 110 cc.
Revo
tertolong karena desain yang keren. Bisa dibilang, Revo pionir dalam hal desain
yang menganut “runcing” dan lekukan bodi yang tajam. Bahkan, sepertinya Revo
adalah bebek 100 CC dengan desain terbaik.
Bodi depan
yang “tegas”, headlamp depan yang “menukik”, lampu belakang yang runcing, tampilan
samping yang mungil-sporty, dan penampakan buritan secara keseluruhan yang
proporsional, menjadi nilai plus Revo. Begini tampang Revo:
Knalpot ala
racing dengan bunyi dentumannya yang khas tetapi tidak memekakkan telingan, ditambah
sudut kemiringan yang pas, menjadi milik Revo. Bebek-bebek lain, mah, sepertinya
“lewat” dalam segi desain knalpot. Juga soal pelek racing, Revo adalah
terobosan awal bebek Honda yang sukses.
Bagian panel
yang berisi spedometer, odometer, indikator bahan bakar, hingga lampu sein,
terbungkus dalam wadah yang pas. Tidak kebesaran. Desain mesin, bahkan pijakan
kaki, dan bentuk jok, Revo yang hanya diproduksi tahun 2007-2010 ini, good
looking.
Sambalbawang
memelihara Revo keluaran 2008, sampai sekarang. Dirawat secara benar dan hanya
diperkenankan meminum pertalite dan sesekali pertamax. Sebelumnya, Revo
sambalbawang minum oplosan bensin dan pertamax.
Sedikit banyak
paham, bagaimana karakter motor satu ini yang akan dikupas satu demi satu. Oke
mari kita mulai dari tampilan. Secara umum, bagus. Jika desain motor terbagus
dinilai 10, bolehlah Revo ini saya beri angka 8,5.
Untuk mesin,
Revo terbilang standar. Kubikasi 100 cc kelewat kecil. Bore x stroke (diamter
silinder dan jarak piston bergerak maju mundur) adalah 50 mm x 49,5 mm yang
berarti torsi dan power merata di setiap putaran. Sudah terbaca bahwa
akselerasinya lambat.
Torsi adalah
gaya rotasi (tenaga) untuk memutar roda yang didapat dari ledakan di dapur pacu
mesin. Torsi hanya berperan di putaran bawah, saat roda menggelinding dari
posisi diam. Ketika motor mulai melesat, barulah kita ngomong power (tenaga). Gampangnya
gini, torsi berperan di akselerasi awal, sementara power berkaitan dengan
kekuatan mesin meraih kecepatan puncak (top speed).
Kembali ke
Revo, akselerasi lambat ini memang jadi
kelemahan. Karakter mesinnya yang lambat panas, juga menyebabkan Revo ini nggak
galak saat mesin masih dingin. Jangan berharap Revo bisa dipancal ngebut jika
mesinnya hanya dipanasin semenit.
Tapi kalau
sudah panas mesinnya, Revo cukup garang saat dibawa lari di atas 60 km per jam.
Kalau ngomong top speed, sambalbawang pernah membukukan hingga 90 km per jam di
trek lurus yang rada turun dikit. Namun sesungguhnya, mencapai top speed 80 km
per jam pun, sudah cukup susah.
Namun,
memang itulah Revo. Dicipta bukan untuk ngebut, tapi untuk digeber santai. Agar
yang lain denger suara knalpotnya yang cukup merdu. Agar yang lain lihat bodi Revo
yang ramping, seramping pramugari. Juga
agar orang lihat setangnya yang runcing rada-rada berasa racing, hehe.
Bodi yang
ramping-kurus-membuat Revo saat ngebut, agak mudah “tertiup” saat berpapasan
dengan kendaraan gede. Ini mungkin juga pengaruh suspensi yang rada kelewat
empuk. Tapi empuknya suspensi ini yang bikin jalanan tidak rata, masih cukup
nyaman dilibas.
Ground
clearance Revo sebenarnya cukup tinggi, tapi karena suspensi yang terlalu empuk
tadi, maka polisi tidur yang dilintasi mendadak, tetap bisa jadi sedikit “bencana”.
Mesin bagian bawah pasti ngesun aspal.
Urusan
handling, Revo 2007-2009 termasuk lumayan. Perpindahan gigi, sambalbawang rasa cukup,
tidak istimewa. Oper ke gigi 1, mungkin agak nyendal, tapi selebihnya oke-oke
saja. Lanjut ke kualitas pengereman, cukup baik, meski dengan catatan rem
belakang yang sudah tipis kanvasnya, akan memberi efek nggak enak.
Dari sisi ergonomis,
Revo lumayan. Tidak terlalu pegal jika menempuh jarak jauh. Posisi boncenger
juga “manusiawi” meski rada melorot. Secara
garis besar, Revo adalah tipikal motor bebek untuk rute yang bisa dekat bisa jauh.
Menimbang konsumsi BBM, Revo termasuk boros meski masih
borosan Supra Fit 100 cc keluaran 2005-2008. Sambalbawang nggak pernah ngitung
sih, tapi jelas, satu liter (pertalite) hanya sanggup membawa kendaraan sejauh 30-35
km. Semoga itungan ini cukup sahih. Kalau salah, ya maaf. Hehe.
Kalau
menyoal kelemahan, kekuatan mesin memang jadi nilai minus. Supra Fit pun masih
lebih gahar tenaganya ketimbang Revo generasi awal ini. Material plastik Revo,
sepertinya juga lebih mudah “berisik” jika tidak tersekrup sempurna.
Namun dari
semua itu, yang mengganggu adalah tebeng Revo yang menganggu saat harus
mengganti busi. Dengan pengait di bawah mesin, yang menyatu dengan tebeng,
urusan ganti busi bisa rumut dan menjengkelkan.
Kaitan bawah
ini mesti dicopot agar tebeng bisa cukup diangkat, supaya tangan leluasa
meletakkan dan memutar kunci busi. Saking repotnya, sambalbawang akhirnya
memutuskan untuk melepas kaitan bawah ini. Gantinya, diiket pakai tali rafia.
Satu hal
yang unik, tapi tidak penting adalah, Revo ini termasuk sangat sangat jarang
mejeng di showroom motor bekas. Setidaknya itu tergambar di Balikpapan. Belum
ada penjelasan ilmiah tentang ini. Tapi sebagai pemilik Revo, sambalbawang
merasa agak berat melepas kuda besi satu ini.
Terlepas
dari sejarahnya, sebagai motor pertama yang dibeli secara kredit oleh saudara
bojo, Revo ini juga tak pernah berulah. Paling hanya ganti busi jika mesin
susah dinyalakan. Tapi kalau ada yang nawar harga tinggi, mungkin Revo ini akan
sambalbawang lego. Hahahahaha.
BACA JUGA : Supra GTR 150 si Bebek Rasa Sport
BACA JUGA : AVANZA VS WULING VS XPANDER
BACA JUGA : TENTANG HONDA (2) DARI ASTREA 700 SAMPAI ASTREA 800
BACA JUGA : 7 MOTOR BEBEK TERBAIK SEPANJANG MASA
BACA JUGA : CHINMI JAGOAN KUNGFU KUIL DAIRIN