Dengan “janji” si bapak yang katanya harga sepedah tidak bakalan mahal,
tawaran menggiurkan ini jelas langsung saia sambar. Katanya, sepeda lawas itu enak dikendarai dan tangguh. Lagipula, sebelum sepeda-sepeda lawas yang
sip, diembat kolektor *lirik kanan-kiri-atas-bawah*.. boleh dong atu saia embat, please...
Akhirnyaaa, benda campuran baja-besi itu sampai juga ke rumah.
Diantar langsung oleh sang bapak. Tongkrongan sang sepeda, gagah. Meski yaa dipeluk karat di sana-sana, tak mengapalah. Waktu itu, masih belom tahu merek
sepedah ini. Maklum, wawasan soal onthel masih level beginner.
Ditambah tidak ada emblem pertanda apa merek sepedah di rangka
depan, mana tahu ini sepeda merek apa. Tebak-tebak buah manggis, jadinya. Namun, jika ditilik dari aspek kenyamanan dikendarai,
sepedah ini nyaman. Jangan-jangan ini...ehem..Gazelle. Cleguk…
Selang sekian bulan setelah tanya kesana-kemari ke banyak
onthelist, akhirnya dipastikan sepeda ini bukan Gazelle.. Mamaaaa… Secara ngebet banget ama 'tuh sepeda. Siapa sih yang enggak kenal Gazelle. Tapi otak langsung mengritik : Ya iyalah secara
harganya saja ndak sampe Rp 300.000.
Singkat cerita, merek sepedah ini Hima. Makhluk apa pula itu Hima. Nama “Hima” sejenak mengingatkan pada serial film kartun jadul zama saia masih teka. Wkwkwkw.. Usut punya usut, Hima ternyata sepedah bikinan Belande.
Konoooon, ya konon, sepedah jenis yang ini, buatan tahun 1925-1940. Himaa itu, katanyaaaa, ya memang tidak senyaman Gazelle, tidak segagah sepedah Simplex, tidak semasyur Humber atau Raleigh.
Juga tidak sekeren Batavus, atawa selegendaris Burgers dan Fongers. Bahkan Hima pun masih kalah tenar ketimbang Phillips, Cyrus Venlo, Hercules, BSA, Rudge, Norton, Goricke, Gruno, maupun Magneet.
Singkat cerita, merek sepedah ini Hima. Makhluk apa pula itu Hima. Nama “Hima” sejenak mengingatkan pada serial film kartun jadul zama saia masih teka. Wkwkwkw.. Usut punya usut, Hima ternyata sepedah bikinan Belande.
Konoooon, ya konon, sepedah jenis yang ini, buatan tahun 1925-1940. Himaa itu, katanyaaaa, ya memang tidak senyaman Gazelle, tidak segagah sepedah Simplex, tidak semasyur Humber atau Raleigh.
Juga tidak sekeren Batavus, atawa selegendaris Burgers dan Fongers. Bahkan Hima pun masih kalah tenar ketimbang Phillips, Cyrus Venlo, Hercules, BSA, Rudge, Norton, Goricke, Gruno, maupun Magneet.
Waduuh. Hem, tapi tunggu dulu. Kalau sepedanya nyaman, berarti
tetep terkenal donk (ngotot). Akhirnyaa, selang dua tahun kemudian, saya mendapat
sejumput “pencerahan” usai membaca buku Pit Onthel 2010 Indische Fietsen.
Ini buku terbitan Bentara Budaya Yogyakarta-dan wihiii, sepedah saya ikut nongol di buku itu. Penggema pit onthel, wajib baca ini buku. Wajib, wajib, wajib, wajib.
Ini buku terbitan Bentara Budaya Yogyakarta-dan wihiii, sepedah saya ikut nongol di buku itu. Penggema pit onthel, wajib baca ini buku. Wajib, wajib, wajib, wajib.
Jadi, dari buku ituw, saia jadi tahu bahwa Hima adalah sepeda
yang pernah diidam-idamkan oleh polisi era tahun 1950-an. Yup, Hima adalah
sepeda dinas para pak polisi. Jadi mereka dulu puter-puter patroli sambil
genjot. Sehaaaat bener, yak.
Pak Samidjo, eks prajurit KNIL, dikisahkan dalam buku itu begitu
bangga mendapat Hima. Pak Samidjo bilang, betapa gagahnya dia waktu berkeliling
pakai Hima, dan diliatin orang sekampung.
Kembali ke Hima saia, ehem, nggak tahu sih siapa polisi yang
dulu menyemplaknya. Tapi jelas sepedah ini terawat cukup, meski tingkat ori-nya
tinggal 70 persen. Kan sudah lebih separuh abad usianya.
Hati semakin melonjak-lonjak ketika di suatu malam, di saat
sibuk-sibuknya ngejar ketikan di kantor, saia ditelepon seseorang. “Mas, saya
dengar sampeyan punya Hima. Ini saya punya stangnya. Tulisan ‘Hima’-nya masih
jelas terbaca,”. Langsung saya jawab “Bungkus!”.
Setang lama diparkir, setang asli Hima terpasang. Tetap ada
karatnya sih, tapi noproblemo. Perburuan setang berakhir dengan “buruan” nya
yang datang sendiri. Hore.
Bagi para onthelist (sejati), memiliki sepedah lawas yang
orisinil, adalah sebuah kepuasan tak terkira. Nongkrongin ke rumah si pemilik
pun, berkali-kali, bahkan berbulan-bulan, bisa jadi dilakoni. Sudah seabrek
kisah perburuan itu sampai ke telinga saya, sampai bikin saya geleng-geleng.
Sejatinyaaa, punya kegemaran itu sah-sah saja. Seperti seseorang
yang berburu aksesoris untuk disematkan ke mobilnya yang baru. Atau seperti
pehobi yang meretro kendaraan lawasnya. Atawa maniak buku yang sampai
mati-matian mengalokasikan uang demi buku. Or orang yang cinta mati sama nonton
film.
Sambalbawang termasuk menggemari sepeda lawaas, meski bukan termasuk
pemburu orisinalitas. Cukup dapat onthel lawas yang lumayan ori, selesai.
Bukanlah yang terpenting adalah sepeda itu waras saat digenjot?
Daan, Hima ini masih bersemayam di rumah Jogja saat ini. Karena dengan
pertimbangan tertentu, yang sambalbawang angkut ke Balikpapan adalah sohibnya si Hima
yang duulu diparkir dalam satu garasi.
Hm... jika bener tahun kelahiran kamu 1925, Hima, maka 10-11 tahun lagi
kamu bakal mencapai umur seabad. Makasih sama pak pulisi atau siapa pun yang
dulu menyemplak Hima ini, karena telah merawatnya…
>>salam onthelist…
BACA JUGA :LEBIH BAIK NAIK VESPA
NGGUDEG DULU
7 MOTOR BEBEK TERBAIK SEPANJANG MASA
BASA WALIKAN
10 BREGADA KERATON YOGYAKARTA YANG KEREN
AGNETHA FALTSKOG vs ANNI-FRID FRIDA LYNGSTAD ABBA
LILAC, SEPENGGAL CERITA TENTANG PASSION BERMUSIK
MENGAPA HARUS NGEBLOG
Tidak ada komentar:
Posting Komentar