Setelah
bertahun-tahun nggak pernah ikut lomba koor di gereja, akhirnya saya melakoni itu lagi, Sabtu (8/11) malam kemarin. Hebatnya,
dan asyiknya, hasilnya ternyata happy ending karena menyabet posisi juara dua. Bangga donk, yo'i, so
pasti.
Ehem,
tapi sebenarnya apa yang terjadi dan apa gerangan? Jadi, begini garis besar ceritanya. Dalam rangka ultah Paroki
Gereja St Theresia, Balikpapan, dihelat aneka lomba untuk memeriahkannya. Salah
satunya adalah lomba paduan suara.
Nah, Lingkungan
(kring) saya, "Maria Imacullata, Balikpapan Baru", menjadi salah satu
pesertanya. Pak Halim, atau yang kadang saya sapa Om Halim, sang ketua kring,
menampakkan semangat perjuangan demi lomba ini. Semangatnya menular, om, hehe.
Lagi pula, ikut lomba.. why not?
Siapa takut? Sudah 15-an tahun mungkin, saya nggak pernah lomba koor, sejak terakhir kali dalam perayaan HUT Gereja Kumetiran Yogyakarta. Pengen menjajal lagi kemampuan diri. Ciee.
Dan, jadilah saya terdaftar sebagai anggota koor untuk lomba. Aturan tidak tertulisnya, sih, kudunya rutin latihan. Tetapi karena latihan koor-nya berbarengan dengan jam deadline ngetik berita, saya jadi sering absen. Maaf ya
Persiapan untuk lomba, lumayan lama. Latihan koor sudah direntang hampir dua bulan lamanya. Serius beneran, neh. Lha iya, lah, namanya juga mau lomba. Bahkan, saya mengajukan cuti sehari agar bisa ikut koor dengan tenang. Duile, banget kan?
Dan, jadilah saya terdaftar sebagai anggota koor untuk lomba. Aturan tidak tertulisnya, sih, kudunya rutin latihan. Tetapi karena latihan koor-nya berbarengan dengan jam deadline ngetik berita, saya jadi sering absen. Maaf ya
Persiapan untuk lomba, lumayan lama. Latihan koor sudah direntang hampir dua bulan lamanya. Serius beneran, neh. Lha iya, lah, namanya juga mau lomba. Bahkan, saya mengajukan cuti sehari agar bisa ikut koor dengan tenang. Duile, banget kan?
Sering bolong saat latihan, tiga
latihan terakhir saya bela-belain datang. Lagunya
untuk lomba ada dua, judulnya "Ekaristi" dan "Kumenghadap Allah Sang Maha Cinta".
Seperti biasa, saya memilih posisi di kategori pria bersuara tinggi alias tenor.
Tantangan pertama, adalah lepas teks. Enggak boleh ngintip lirik. Jiaaaa, tidaaaak. Sekian lama hanya ngikut koor misa mingguan, yang nyanyinya sambil pegang kertas teks, maka, urusan lepas teks ini menjadi tidak mudah.
Sepertinya, selalu saja ada yang salah. “Kuhaturkan puji syukur” kadang terpeleset jadi “Kuhaturkan puji sembah” gara-gara bait sebelumnya ada lirik “menghaturkan puji sembah”. Ada tiga bait di lagu Kumenghadap… itu, yang kadang kebalik.
Tantangan pertama, adalah lepas teks. Enggak boleh ngintip lirik. Jiaaaa, tidaaaak. Sekian lama hanya ngikut koor misa mingguan, yang nyanyinya sambil pegang kertas teks, maka, urusan lepas teks ini menjadi tidak mudah.
Sepertinya, selalu saja ada yang salah. “Kuhaturkan puji syukur” kadang terpeleset jadi “Kuhaturkan puji sembah” gara-gara bait sebelumnya ada lirik “menghaturkan puji sembah”. Ada tiga bait di lagu Kumenghadap… itu, yang kadang kebalik.
Sedangkan
lagu satunya, Ekaristi, bikin saya megap-megap mengambil nafas. Beberapa kali salah
waktu ambil nafas. Imbasnya, lirik jadi tidak terbaca karean sudah kehabisan oksigen di tengah perjalanan. Haduh.
“Harus
cermat dan cepat mencuri nafas,” begitu seru Bayu, anggota lingkungan yang didapuk
sebagai pelatih. Oleh dia, kami diajari teknik “menggumam” yang membuat mulut dan area
sekitar mulut bergetar. Memfokuskan suara.
Juga
dikenalkan (diingatkan) lagi cara membuka mulut agar kebiasaan menyanyi dengan mulut direntang ke
samping, dihilangkan. Suara harus keras, tapi jangan sampai pecah. Ada kalanya dinyanyikan lembut, tapi
tetap terdengar.
Perhatikan
lirik mana yang harus dinyanyikan secara lembut, mengeras, melembut, dan
seterusnya. “Juri mungkin akan
mengernyitkan dahi untuk membuat kita grogi dan merasa ada yang salah,” begitu
kata Bayu.
“Jadi,
kalau misalnya ada yang merasa nyanyinya salah saat lomba nanti, sebaiknya
menampakkan ekspresi biasa. Tapi ya jangan lalu malah
memilih nggak menyanyi pada nada-nada atau bagian yang nggak hapal,” lanjut
Bayu lagi.
Haduuh,
tambah makin grogi saja sepertinya. Bayangan altar gereja yang akan menjadi TKP lomba, suasananya, para juri
yang menatap tajam, ditonton orang, hingga kemungkinan "demam panggung",
akhirnya menari-nari di kepala.
Tetapi
layar sudah terkembang, perahu harus berlayar. Pantang balik kanan. Ciee.... Jadi saya mesti berusaha keras,
ehem, yang dimulai dengan menghapal lirik. Dua hari terakhir, saya banyak berdendang
di semua tempat.
Dan, tibalah
“hari penghakiman” itu, jreng-jreng-duer. Supaya
napas plong-bolong, tak lupa pagi hari saya membeli permen pelega tenggorokan.
Untuk meminimalisir grogi, siang hari saya milih jalan-jalan sanntai dan hura-hura sejenak.
Pukul
19.00, begitu misa selesai, lomba siap digelar. Sembari memacu motor, sepanjang perjalanan menuju gereja, mulut saya komat-kamit baca mantra, eh lirik lagu. Jangan sampai lupa, jangan sampai lupa.
Sebentar lagi naik panggung, masih sedikit grogi melanda. Jurinya ada tiga, pakar semua, mulai dikenalkan satu per satu. Satu juri berasal dari Keuskupan Agung Samarinda. Romo Paroki juga ternyata ikut nonton. A,a,a..
Sebentar lagi naik panggung, masih sedikit grogi melanda. Jurinya ada tiga, pakar semua, mulai dikenalkan satu per satu. Satu juri berasal dari Keuskupan Agung Samarinda. Romo Paroki juga ternyata ikut nonton. A,a,a..
Dan, tibalah
saat untuk tampil. Kaki mulai melangkah masuk ke dalam gereja, menuju ke altar. Naik satu anak tangga,
lantas berbaris. Deg, jantung berdetak kencang. Tiga juri menatap dengan sorot mata yang tajam. Deg. Apakah saya
bisa hapal liriknya? Deg.
Kalau
nanti saya nyanyinya salah nada, gimana? Kalau salah lirik gimana? Deg,
lagi. Bagaimana bisa melantangkan suara jika masih rada grogi gini? Deg, deg.
Bagaimana jika… dan gimana jika….. Deg, deg,
deg.
Tiba-tiba
saya bisa mensugesti diri sendiri. “Mbok ya sudah nyanyi, saja. Kan dulu juga
pernah lomba gini, dan bisa” begitu bisik-bisik suara hati yang nangkring di
kepala. Dan, bernyanyilah saya sampai bumi bergetar....
Selesai.
Dua lagu sudah usai dinyanyikan. Semua lirik, saya hapal. Semua nada bisa saya lahap, aseek. Tidak sia-sia saya merapal mantra sepanjang hari itu. Tidak juga ada keringat bercucuran
deras seperti perkiraan saya sejam sebelumnya.
Anggota kring pun bersorak ketika juri mengumumkan hasilnya. Juara kedua. Menyenangkan dan hore banget. Lombanya sih sebenarnya, hanya diikuti empat kring, hiks, karena hanya empat kring itulah yang sanggup menjadi peserta lomba.
Anggota kring pun bersorak ketika juri mengumumkan hasilnya. Juara kedua. Menyenangkan dan hore banget. Lombanya sih sebenarnya, hanya diikuti empat kring, hiks, karena hanya empat kring itulah yang sanggup menjadi peserta lomba.
Tapi tak mengapa. Bukan juara berapa yang terpenting dalam lomba koor seperti ini. Ini kan bukan acara semacam Hell Kitchen? Melainkan kemampuan menumbuhkan kepercayaan
diri. Ternyata nggak gampang bernyanyi sesuai patokan baku.
Demam
panggung, adalah kendala terbesar untuk lomba-lomba seperti ini. Demam panggung, menurut analisis saya, berperan sampai 80 persen terhadap hasil lomba. Demam yang kayak gitu, bias membuyarkan
konsentrasi.
Syukurlah saya tidak demam panggung. Setidaknya,
kalau itu diukur dari kondisi keringatan dan level gemetar lutut. Kalau diukur dari indicator itu, berarti saya demam begitu usai turun panggung.
Keringat mulai bercucuran.
Ternyata perut mulai lapar..... Padahal belum dua jam perut diisi mi instan dan sepotong lumpia. Yah begitulah, lomba rupanya membuat perut keroncongan. Untunglah ada nasi kotak, dan gudeg yang dimpor langsung dari kotanya. Nyam.
Ternyata perut mulai lapar..... Padahal belum dua jam perut diisi mi instan dan sepotong lumpia. Yah begitulah, lomba rupanya membuat perut keroncongan. Untunglah ada nasi kotak, dan gudeg yang dimpor langsung dari kotanya. Nyam.
*thanks
atas support rekan-rekan se-kring
*maaf
sering absen latihan
BACA JUGA ARTIKEL LAIN :
LILAC, SEPENGGAL CERITA TENTANG PASSION BERMUSIK
MAMMA MIA HERE WE GO AGAIN, ABBA AGAIN
BLOGER BALIKPAPAN RAYAKAN HARI BLOGER NASIONAL 2019
BACA JUGA ARTIKEL LAIN :
LILAC, SEPENGGAL CERITA TENTANG PASSION BERMUSIK
MAMMA MIA HERE WE GO AGAIN, ABBA AGAIN
BLOGER BALIKPAPAN RAYAKAN HARI BLOGER NASIONAL 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar