Sambalbawang tidak pernah benar-benar memperhatikan soal Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi sebelum bekerja sebagai jurnalis. Duluu, yaa, dulu,, setahu saia, bensin itu sering dibilang murah. Seliter bensin lebih murah dari minuman kemasan seliter.
Tak pernah serumit sekarang memikirkan bensin. Tinggal tuang. Ingatan melayang zaman awal-awal kuliah dulu, ketika bensin subsidi masih seharga Rp 450 per liter. Ah...
Seiring usia, sial.. ternyata urusan BBM memang smakin memusingkan kepala dan dompet. Beberapa tahun terakhir, antrean di SPBU menimpa semua daerah. Di Kota Balikpapan, Kaltim, BBM subsidi jenis solar, yang paling susah dicari.
Antrean mengular di semua SPBU. Begitu stok datang dan solar dituang ke tanki penyimpanan, tak lebih enam jam SPBU sudah memasang papan bertuliskan "solar habis" maupun "solar dalam pengiriman".
Cuma bensin subsidi yang masih manusiawi panjang antreannya. Sebab masih ada peluang mendapat, meski tipis.
Pemerintah akhirnya menyadarkan warga Indonesia bahwa BBM bukan barang murah dan mudah didapat. Lupakan era ketika Indonesia masih jadi negara pengekspor BBM, sebab masa-masa itu sudah lama berlalu.
Sekarang kita mengimpor BBM dalam jumlah se "ho-hah" banyaknya. Apa yang salah?
Beberapa hari terakhir, negeri ini juga "digoyang" lagi isu kenaikan harga BBM subsidi. Eh, bukan isu, sih, karena jelas akan terjadi. Mayoritas publik bersikap menentang. Alasannya, BBM berkawan akrab dengan semua harga barang dan jasa. Jadi, kalau harga BBM subsidi naik, harga barang lainnya bakalan ngikut naik tidak terkira.
Tapi, alasan pemerintah bahwa subsidi BBM salah sasaran, ya sangat logis. Sangat masuk akal, karena itulah yang terjadi selama puluhan tahun. Lalu, apa yang harus dilakukaan? Menurut saya, hapus saja subsidi BBM, karena yang menikmati (kebanyakan) bukan orang miskin.
Gampangnya, coba kita lihat "peserta" antrean bensin subsidi di SPBU. Benarkan orang miskin yang antre BBM subsidi? Iseng-iseng kali ini sambalbawang memantau pesertanya. Di bagian mobil, ada Jazz, Mazda2, Innova, Juke, CRV, Livina, Lancer, Focus, Fiesta, Avanza, Xenia, March, Ertiga, Picanto, Visto, hingga mobil klangenan macam Kodok, Hartop, dan Mercy Tiger.
Sedangkan di deretan motor, ada Tiger, Scorpio, Byson, Jupiter MX, Vixion, hingga aneka varian skutik yang mesinnya sudah mengadopsi sistem injeksi. Lalu, antrean solar subsidi, peserta rutin di SPBU adalah Ranger, Hilux, Strada, Pajero, Triton, hingga Panther yang masih kinyis-kinyis. Apakah kendaraan itu, layak diisi BBM subsidi? .Jelas tidak.
Tentu, sambalbawang masih memakai bensin subsidi, meski hanya untuk satu motor-yakni skuter-dan satu mobil lansiran 90-an. Satu dua kali, kehabisan bensin, tak terhindarkan seturut ingatan yang semakin pelupa. Tepatnya lupa melirik indikator bahan bakar.
Meski demikian, bensin subsidi kadang sambalbawang oplos dengan pertamax perbandingan 1:1. Mesin tua, kompresi rendah, rada-rada nggak cocok jika dituangin BBM oktan tinggi semacam pertamax. Tapi bisa jadi cukup oke jika perpaduan BBM subsidi dan pertamax.
Sejatinya juga, pertamax sudah telanjur akrab. Panca indera memberi informasi bahwa mesin kendaraan terdengar lebih merdu dan tarikan makin enteng tatkala dikasih minum pertamax. Artinya lagi, ya menyukai pertamax ketimbang bensin.
Jadi, kapan ya subsidi BBM dicabut? .
BACA JUGA
LILAC, SEPENGGAL CERITA TENTANG PASSION BERMUSIK
LEBIH BAIK NAIK VESPA
MENGAPA HARUS NGEBLOG
Tidak ada komentar:
Posting Komentar