Jumat, 27 Maret 2020

BALADA JADI "KAUM REBAHAN" GEGARA CORONA

Sudah hampir dua minggu, sambalbawang banyak ngandang di rumah. Istilah kerennya work from home. Bahkan seminggu terakhir, mungkin hampir 24 jam sehari beneran mendekam-ria di Ndalem Samantha, home sweet home

Kalau terpaksa keluar ya hanya ke beberapa tempat dan itu dirasa penting. Lho keluar rumah juga? Ha, iya. Lha, butuh ke SPBU karena kendaraan pas habis bensinnya. Pakan ikan juga pas lagi habis. Belum ke laundri karena kualitas air keran pas keruh kecoklatan. Juga mesti ke minimarket untuk beli macam-macam seperti mi instan, camilan, tisu, hingga kopi.

Belum lagi 2-3 kali harus menuju pasar untuk beli sayur, tahu, telur, sampai jahe. Melambai juga ke paklek sayur keliling pas kehabisan cabai, yang berarti keluar rumah jua meski sejengkal langkah. Masih ditambah sejenak haha-hihi sama tetangga.

Tapi intinya, aktivitas itu semua berlangsung dalam tempo sesingkat-singkatnya. Enggak seperti sebelumnya--dua pekan lalu--ketika masih bisa "lenggang kangkung" alias nyantai. Sekarang, kok jadi seperti balapan. Belanja ke minimarket, segera comot barang dan bergegas ke kasir. Motor langsung distarter dan pelintir gas. Pernah hampir terlewat ketika disapa seorang teman.

Buseeet. Ritme hidup jadi ngebut gini saat di luar rumah. Begitu pulang, sampai rumah, otomatis menuju botol hand sanitizer di atas meja kamar tamu. Semprot tangan agar psikis merasa cukup "aman" karena bakteri dan teman-temannya--apa pun makhluk tak kasat mata--di telapak tangan ini, pasti ko'it. 

Mensterilkan area tangan berlanjut ke wastafel untuk cuci tangan pakai sabun. Setelah selesai, masih ditambah cuci kaki. Sebelumnya, jaket dan celana panjang juga langsung “dikarantina”, taruh di sudut ruangan. Mendadak juga tidak terlalu sembrono lagi, enggak main lempar baju. 

Keseharian jadi agak lebih "higienis". Tapi beneran merindukan masa-masa ketika begitu masuk rumah langsung "terbang" menuju kasur atau ndlosor ke lantai, tanpa perlu ganti baju dan celana. Ritme hidup mulai berubah. Bergerak cepat kala di luar, tapi malah jadi slow saat di dalam rumah.

Sambalbawang mendadak “mati gaya”, dan ujung-ujungnya hanya muter-muter seantero rumah. Nonton youtube, baca buku, lihat Natgeo, film, main gitar, memasak ini-itu, bersihin sana-sini, dan juga… banyak sleep. Masih kurang, sambalbawang jadi mengisi rutin instagram. Jreng from home. Coba cek ke ig, yaks, hehe.

Sekitar 10 hari, sudah tidak ada ritme rutin seperti biasa dilakoni mereka yang bergelut di usaha jahit. Sambalbawang dan dik bojo sudah nggak ke Kebun Sayur atau ke toko di Jalan Sudirman untuk belanja kain dan bahan jahit. Menghabiskan stok.

Namanya usaha jahit, ya berkaitan dengan “ngadang” orang. Tapi pelanggan juga banyak mendekam di rumah. Sama-sama waswas bin rada parno untuk keluar rumah. Semuanya kini dipaksa menjalankan imbauan work from home. Hanya beberapa pelanggan yang datang ke rumah, karena waktunya baju mereka selesai.  Beberapa lain memakai jasa ojek online.

Acara nongki-nongki sama teman, sudah dibuang. Agenda piknik ke Malang (sekaligus bablas mudik ke Jogja) di akhir Maret ini, juga sudah dilipat--untung belum beli tiket pesawat. Jadwal nonton film di bioskop, dan jalan-jalan ke mal, sepertinya juga sudah di-delete dulu sampai setidaknya bulan depan.

Mendadak, sambalbawang merasa sebagai “kaum rebahan”. Meski tetap membereskan urusan rumah, mengurus “pasukan ikan nila” di empang belakang rumah, hingga hunting keong (dua hari sekali) untuk pakan dua kura-kura piaraan, tetap saja sambalbawang merasa ikut andil menjadi “kaum rebahan”.

“Kaum rebahan” ini istilah yang disematkan ke mereka, terutama kaum milenial yang sering terpaku menatap ponsel, bermedsos ria, disambi ber-WA ria, sembari tiduran di kasur. Cukup jempol untuk menari-narikan pendapat ke jagat maya.

Begitu cepatnya penularan COVID-19 alias virus Corona menjadi alasan di balik work from home, yang akhirnya bikin kita banyak mendekam di rumah. Pemerintah mesti menerapkan bermacam cara guna menghadang kecepatan si virus yang setelah menghantam Tiongkok, kini menyasar cepat ke negara lain.

Work from home, dulu, bisa jadi dianggap “surga” bagi para pekerja kantoran atau yang kerjaannya masih harus berurusan sama kantor.  Bersekolah dari rumah, mungkin juga enggak terpikir oleh para pelajar yang pasti sempat mengalami masa-masa bosen sekolah, dan di lubuk hatinya mendamba “sesekali ingin bolos”. 

Saat ini, work from home, malah ada gunanya. Malah jadi imbauan. Kita malah diminta untuk diem saja di rumah. Setidaknya ini membantu banget bagi para tenaga medis agar tidak terjadi lonjakan pasien di rumah sakit. Jadi, tak ada salahnya kita banyak mendekam dulu di rumah, sampai masalah Corona ini dituntaskan. 

Work from home akhirnya disebut-sebut sebagai aktivitas "rebahan". Sebetulnya ya agak-agak kurang pas sih, karena sebagian orang--termasuk sambalbawang--enggak melulu (jarang) mantengin hape sambil tiduran. Tapi ya, bener juga sih kalau parameternya adalah durasi badan nyentuh kasur--haduh mengapa kini mata mendadak lebih akrab sama bantal, sih..

Jadi, gegara work from home, ritme harian melambat dan jauh lebih santai. Meski jelas sulit dan butuh terbiasa banget untuk bisa beneran mendekam di rumah seharian. Bahkan meredam hasrat jalan-jalan, pun, terasa menyiksa. Tapi, iya benar, secara tidak langsung banyak di rumah juga ada dampak positif, misalnya menghemat duit karena jadi memasak terus dan mengurangi frekuensi jajan. Tetapi di sisi lain, pemasukan juga seret, dan ini bikin pening kepala juga.  

Ritme usaha menukik. Mesin-mesin jahit bahkan tidak menderu sejak dua hari lalu. Order jahit sih ada, tapi pelanggan menunda mengambil. Mereka pun ngumpet di rumah masing-masing. Imbasnya dik bojo sambalbawang, juga jadi males menjahit--meski tetap juga dijahit perlahan. Sambalbawang sebagai co-asisten dik bojo, juga terhenti aktivitasnya.

Cerita sendu lainnya, dua pelajar SMK yang mengikuti Praktik Kerja Industri (Prakerin) di rumah, juga sudah off sejak pekan lalu, seiring instruksi sekolah. Setelah sebulan rumah diwarnai kehadiran mereka, rumah mendadak sepi lagi. Padahal mereka lagi semangat-semangatnya karena senang dapat lokasi Prakerin di usaha sambalbawang yang bertitel "Modiste Samantha" a.k.a Samantha Project ini.

Biasa muter--sering sampai malam--dan kini dipaksa diem di rumah, badan sambalbawang kok rasanya malah meriang. Bisa jadi karena kebanyakan lihat atau nonton berita seputar Corona. Nonton orang-orang pada pakai masker dan sarung tangan, bisa bikin jadi rada parno. Saat melintas di jalanan, lihat warung sepi, juga sedih. Roda perekoniman masyarakat benar-benar terpuruk.

Tapi sambalbawang yakin para tenaga medis, pemerintah, dan semua yang berada di garda depan berperang lawan Corona, jauh lebih beresiko. Kita-kita yang di rumah, kalau terpaksa ke luar rumah, mungkin masih bisa menerapkan social distancing—bahkan phsycal distancing. Tetap bisa, ya itu tetap dalam skala relatif sih.

Tapi mereka di garda depan, mustahil menerapkan social dan physical distancing itu. Nyawa benar-benar jadi taruhan. Apa yang kita bisa? Jika tidak bisa membantu langsung, jadi kaum rebahan, sudah cukup bagi mereka. Plus doa, tapi. 

Masa cuma rebahan doang. Tapi wait.. doa dan rebahan juga belum cukup. Perlu juga untuk tidak panic buying dan panik berlebihan. Untuk yang terakhir ini, ya mesti butuh ketenangan hati.  Membeli barang seperlunya, karena itu juga berkaitan dengan keluarnya rupiah dari dompet.

Barusan sambalbawang menengok ke dapur. Melihat stok dapur. Ada 10 mi instan dan dua bungkus mi kering. Beras sudah beli minggu kemarin, cukup 5 kg. Baru saja beli telur 20 butir, karena stok habis. Sebungkus kopi, teh, roti tawar, 500 gram gula pasir, dan tiga renteng susu kental manis sachetan untuk “teman” kopi.

Oh ya, ada juga kue kering coklat, dan keripik singkong sebagai camilan. Beberapa ruas jahe di dalam kulkas, sebungkus kecil sambel pecel, beberapa wortel, sawi seikat, tomat 7 butir, dan cabai rawit sebungkus kecil. Cukuplah… 

May God Bless Us..

3 komentar:

  1. Wah Segitunya ya belanja sekarang lari-larian tanpa perlu kroscek harga dulu wkwkw.

    Sebagai emak-emak aku suka banding-bandingin harga dari produk satu ke produk lainnya. Tapi sekarang nggak lagi karena yang belanja suami

    BalasHapus
  2. Haha. Emang gitu ya, mas. Terbiasa ngider-ngider. Giliran di rumah sudah berusaha sibuk ini itu akhirnya terdampar juga dalam posisi rebahan.

    Semoga semua tetap sehat

    BalasHapus
  3. Jackpot City's JackpotCity casino promo codes and promotions
    Get 하남 출장마사지 Jackpot City's Jackpot City mobile casino promo codes and promo codes today! Best Jackpot 서산 출장샵 City 진주 출장마사지 mobile casino coupons & 서산 출장샵 promo codes 대구광역 출장안마 now!

    BalasHapus