Majelis Permusyawaran Rakyat (MPR) menyematkan keempatnya sebagai “Empat Pilar MPR”. Menggetarkan. Sejenak terbayang lembaga Negara yang anggotanya 711 orang, gabungan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI ditambah anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) ini, pasti militan mengusung empat pilar tersebut.
Jadi, ketika MPR menghelat gathering bareng netizen
Balikpapan, sepertinya bakal menarik. Maka berangkatlah saya ke acara yang
diadakan di Quartz Office Tower Aston Balikpapan, Sabtu 7 Desember 2019 lalu.
Gathering Netizen MPR adalah ajang ngobrol bareng untuk
memberi masukan dalam menyebarluaskan informasi lewat medsos tentang
kelembagaan MPR. Tentulah itu juga tentang menyuarakan empat pilar. Secara
garis besar, MPR mengajak netizen menyebarkan konten positif di medsos.
“Empat Pilar ini, ibarat topik yang amat seksi sebagai bahan
diskusi. Seperti gadis manis pujaan hati yang berjalan lewat di depan mata. Mau
diajak omong, kok masih malu. Enggak dibahas, dan dia akan berlalu,” begitu kira-kira
isi benak saya.
Oke, kembali ke Empat Pilar. Masih hangat di ingatan-dan
sebagian masih terjadi-banyak peristiwa yang benar-benar “menampar” empat pilar
itu. Yuk direntang beberapa kejadian: Pilkada Jakarta 2017, Pilpres 2019, perusakan
tempat ibadah, pembubaran kegiatan budaya, hingga sejumlah insiden berbau
intoleransi dan radikal yang sepertinya diberi “angin”. Hoax dan fitnah ibarat
menjadi “menu” yang tak henti berseliweran. Belum poster di sana-sini yang
kentara menyakiti keyakinan orang.
Satu kata untuk menggambarkan: ngeri. Banyak pihak telah
menghadang kengerian itu, baik di jagad nyata maupun maya. Termasuk MPR. Pertanyaan yang kemudian terlintas di benak
adalah, seberapa militankah MPR, termasuk anggotanya, merealisasikan Empat Pilar itu?
Rasa-rasanya saya belum pernah, atau mungkin jarang melihat,
mendengar atau membaca MPR—secara kelembagaan dan perorangan—ikut berada di
jajaran terdepan melantangkan Empat Pilar dalam statemen terbuka saat sekian
peristiwa di atas terjadi.
Semoga sih, saya salah. Tapi jujur saja, masyarakat, termasuk saya masih
agak susah percaya. Sebab, kenyataan, sejumlah anggota DPR RI—yang juga adalah anggota
MPR-- cukup sering jadi bahan pembicaraan netizen gegara sikap dan postingannya
tidak mencerminkan Empat Pilar.
Menurut saya, yang tak kenal lelah alias militan meneriakkan Empat Pilar di ranah maya dan nyata, malah bukan anggota MPR. Mereka ini aktif dan kreatif mengunggah konten di medsos semacam fesbuk, instagram, twitter,
hingga youtube.
Terus pertanyaannya, ke mana, ya, MPR? Saya sudah bertanya ke banyak kawan
yang juga pegiat medsos soal Empat Pilar
itu. Khususnya lagi, apakah cukup familiar melihat MPR menyuarakan atau belum. Dan jawabannya adalah mata-mata yang malah menerawang. Sepertinya belum, kata mereka. Mencoba mengingat-ingat lagi, tapi tetap
jua enggak ketemu. Meski di sisi lain mereka cukup yakin jika MPR pasti sudah sering menggaungkan keempat pilar tersebut.
Tanpa mengurangi respek dan hormat, sebagai warga Negara, saya lantas penasaran juga apakah Empat Pilar itu sudah dilakukan secara apik di lingkup internal? Bagaimana pengawasan internal MPR? Apakah anggotanya sudah cukup militan menyuarakan empat pilar? Apakah ada pengawasan ke para anggota MPR, terkait postingan mereka di medsos dan pergerakannya di alam nyata?
Saya akhirnya punya kesempatan bertanya, waktu
gathering akhir pekan lalu itu. Kepala
Biro Humas MPR Siti Fauziah yang menjawab.
“Seperti kata pepatah, dalam hati tidak bisa diukur. MPR
berusaha keras menanamkan nilai-nilai luhur. Apakah semua anggota MPR tidak ada
yang nyeleneh, kita (MPR) juga tidak bisa menjamin. Kita tetap memantau
kegiatan (anggota) dan konten-kontennya (medsos), namun tidak semua kita buka
kontennya. Tapi (pertanyaan) ini masukan yang baik,” kata Siti.
Sebuah jawaban yang belum memuaskan. Meski di sisi lain Siti menekankan bahwa MPR sudah
berkomitpen penuh. MPR punya banyak aktivitas, khususnya di ranah dunia nyata,
untuk menyosialisasikan keempat pilar tersebut. Antara lain lomba cerdas cermat, acara
seni budaya, hingga acara ngobrol bareng
netizen seperti di Balikpapan. Acara gathering bareng netizen di daerah-daerah ini
misalnya sudah diawali tahun 2015.
MPR, menurut Siti, ingin warganet juga menyampaikan Empat Pilar tersebut di jagad maya. Meski hanya satu kata dalam postingan, jika itu bisa
dilakukan tiap hari, sudah bagus. Para pegiat medsos termasuk bloger dan netizen punya peran penting.
Ketua Balikpapan Blogger Community Bambang Herlandi juga menekankan, masyarakat perlu melihat MPR mengawasi internal anggota MPR, dan apa postingan mereka di medsos. Sementara Kepala Bagian PDSI Sekretariat Jenderal MPR Slamet berharap mendapat banyak masukan dari warganet.
Ketua Balikpapan Blogger Community Bambang Herlandi juga menekankan, masyarakat perlu melihat MPR mengawasi internal anggota MPR, dan apa postingan mereka di medsos. Sementara Kepala Bagian PDSI Sekretariat Jenderal MPR Slamet berharap mendapat banyak masukan dari warganet.
Sebagian pegiat medsos, termasuk bloger, sudah menggaungkan
semangat Empat Pilar itu dengan istilah yang lebih banyak memakai “Pancasila
dan NKRI harga mati”. Sebagian juga aktif membagikan tautan berita yang
bernuansakan Pancasila dan NKRI harga mati itu. Bahkan “melayani” duel argumen.
Mereka-mereka ini yang ikut melecut semangat
Menjaga Pancasila, NKRI, UUD Negara Republik Indonesia, dan
Bhineka Tunggal Ika harus dilakukan di ranah maya dan nyata. Tidak cukup juga
di ranah maya. Jadi, sambalbawang pun terus menanti MPR untuk “militan” menggaungkan
empat pilar.
Kalau nanti-nanti ada lagi insiden intoleran dan radikal, atau
yang semacamnya, MPR juga pasti akan bersuara lantang, kan? Jangan juga hanya
di ranah maya. Jangan malu-malu atau diam-diam. MPR pasti akan terus menggaungkan kempat pilar itu, sama seperti saya.