Selasa, 30 Desember 2014

TIDAK KUAT DIEMBUS ANGIN AC

     Seorang kawan pernah ketawa heran, ketika mengetahui sambalbawang kurang suka (baca : tahan) terkena embusan pendingin udara (AC). Sambalbawang sendiri pun heran. Apa mau dikata, tiupan dingin dari mesin ini sering membuat kelabakan, padahal yang lain justru tersenyum damai.
     Barangkali sambalbawang mewarisi DNA dari ibu, yang juga tidak kuat menahan dingin AC. Kondisi ini sudah teramati sejak kecil. Selama ini, tidak terjadi sesuatu. Sampai pada satu pengalaman tahun lalu.
     Situasinya adalah berada di dalam pesawat, selama empat jam, menuju Shanhai, China. Dua jam berlalu dengan penuh perjuangan. Selimut sudah dibenamkan ke badan, penutup kepala, kaus kaki dan kaus tangan terpasang sempurna, jaket menempel badan. Bahkan kaos sampai dobel selapis.
    Namun tetap jua tidak kuasa mengusir hawa dingin yang merasuk kulit, menembus daging, dan menyapa tulang sampai ke sumsumnya. Sel-sel otak serasa mulai membeku. Mata serasa kering.  
     Ujung jari nampak mengerut, tengkorak kepala serasa menciut, kepala mulai berdenging dan pusing. Perlahan, badan serasa mati rasa. Bolak-balik terpaksa ke bilik kamar mandi yang ukurannya, karena hanya itulah tempat terhangat di dalam kabin pesawat.    
    Sampai tujuan, turun pesawat, tubuh terasa ringan. Seakan menerapkan "Langkah Sutera", jurus andalan Master Lone, tokoh protagonis di komik kungfu Tiger Wong. Selang beberapa saat, dunia serasa membaik. 
    Pengalaman lainnya berurusan dengan AC, yakni saat menumpang mobil travel alias "taksi gelap" trayek Balikpapan-Samarinda. Jika keripik Maicih yang terpedas adalah level 10, maka dinginnya AC di mobil ini ya sepertinya level 10. Atau level 9. 
    Tak tahan dingin, sambalbawang membuka jendela, dan langsung kena semprot penumpang lain. Alhasil sampai Samarinda, badan sudah meriang, tengkorak kepala seakan menciut, dan mata berkunang-kunang.
    Apakah masalah selesai jika naik mobil sendiri? Saya dan saudara bojo juga sering cepat-cepatan. Maksudnya istri cepat-cepat menghidupkan AC jika mulai berkeringat. Sedangkan saya cepat-cepat mematikan AC jika merasa hawa di dalam mobil sudah lumayan sejuk. 
     Sebenarnya, embusan AC tidak jadi soal jika desirannya pelan, sepoi, dan tidak terlalu menusuk. Sederhananya, embusan AC cukup bersuhu 25 derajat celcius dan kekuatan embusan cukup seperempat dari embusan level nomor 1 di mobil. Idealnya lagi, lubang AC di mobil ditaruh di deket kaca belakang. Bingung, kan?
     Tapi, tidak kuat tersiram angin AC bukan berarti fatal. Karena itu pula, saya masih bisa enjoy mengerjakan banyak hal walau keringat bercucuran. Bahkan, terpapar sengatan mentari selama berjam-jam, saya masih sehat. Masih bisa dadah-dadah. 
    Berdiri di lapangan saat matahari tepat menerpa ubun-ubun, sejauh ini aman-aman saja. Ketika yang lain mulai mengomel kepanasan, saya masih anteng. Ketika yang lain mulai kipas-kipas, saya masih juga anteng. Dan ketika tiba-tiba AC berhembus, saya malah pusing. Saya mah gitu orangnya...
    Tapi tunggu dulu, kalau dingin alami yang bukan AC, daya tahan tubuh saya tidak terlalu buruk. Masih bisa. “Itu karena ada sirkulasi udara. Jadi ada angin keluar, ada angin yang masuk,” begitu kata seorang kawan, menjelaskan. Masuk logika, masuk.
     Pernah seseorang pernah bertanya. Saya disuruh memilih. Mau piknik ke luar negeri secara gratis tapi saat musim dingin, atau piknik ke dalam negeri. Sembari ketawa saya menjawab cepat, “Piknik di dalam negeri, lah,". 

BACA JUGA ARTIKEL LAIN :
MENGAPA HARUS NGEBLOG
   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar