Senin, 19 September 2016

NGGAK MAU BIKIN TEH ENAK, BIKIN SIRUP SAJA, SANA

Entah mengapa, belakangan ini, atau tepatnya empat tahun terakhir, saya anti minum es teh di warung. Bukan lagi soal tehnya beraroma vanila, tetapi lebih ke si penjual yang nggak mau denger permintaan konsumen.

Saya, sebagai konsumen, sebetulnya berhak menentukan "rasa", ketika sudah ngomong "tehnya panas, manis, kental", dan sudah diiyakan si penjual. Dalam hal ini, saya sudah menghilangkan keinginan citarasa "sepet".

Komposisi teh yang sejati, ya empat unsur tadi. Jika ingin sempurna, ya tehnya beraroma melati. Nasgitelpet, panas-legi-kentel-sepet. Rumus bakunya gitu. Dan, saya sudah lumayan berdamai ketika mau menerima teh rasa vanila-jika itu yang terhidang.

Namun, teh yang dihidangkan di warung, 90 persen sepertinya "asal teh". Lebih ke air segelas yang kecemplungan secara tidak ikhlas oleh teh celup. Bahkan kalau boleh berpendapat, teh celup bikinan saya, pun, masih jauh lebih enak.

Oke, jika penjual memilih minuman sebagai "tambang uang", daripada makanan. Namun tidak bisa donk teh dihidangkan asal-asalan. Bahkan, "sembarang" teh pun, masih masuk akal, bagi saya, daripada "sembarang" cara bikin teh.

Alasannya, semua teh bisa dibikin enak. Menjadi tidak enak jika cara bikinnya salah. Airnya kebanyakan, takaran tehnya kelewat pelit, airnya sudah nggak segar, diseduh tidak dalam kondisi mendidih, terlalu lama disimpan,

Diperparah lagi kalau takaran gulanya, kelewatan. Maksud saya, untuk ukuran saya yang terbiasa minum teh manis saja, tarakarannya tetap kelewatan. Kebangetan. Kebayang, kan? Teh yang nikmat memang manis, tapi ingat, itu setelah ada faktor "nas-tel-pet"nya, yang terpenuhi. Kalau hanya manis doang, ya tidak enak. Apalagi jika satu teh celup untuk empat gelas.

Jika syarat teh enak diabaikan, teh akan terasa ambyar. Celakanya lagi, salah satu "benteng" terakhir penjual teh di Balikpapan, yakni warung angkringan, nyaris tidak ada yang menganggap teh itu minuman penting.

"Teh (rasa ambyar) seperti ini saja, laku. Ngapain repot bikin teh yang repot," sepertinya itu pikiran banyak penjual dari tingkat warung, restoran, hingga angkringan. "Mbikin teh itu, ya repot," begitu kata salah satu pedagang angkringan yang syukurlah, masih resah jika teh bikinannya gagal-dan tidak berani menyajikan teh asal ke saya.

Karena teh seperti "candu", maka, jika makan di warung, saya tetap membeli minuman teh. Tapi teh botol, atau teh dalam kemasan kotak. Setidaknya, keduanya, baik teh botol maupun teh yang dikemas kotak itu, rasanya masih lebih serius daripada teh yang "asal teh" itu.

Kalau mau rasa teh yang enak, ya mesti mau repot. Sedikit repot, tepatnya. Mau tahu kerepotan lain? Teh itu nggak enak jika diwadahi gelas plastik, maupn diaduk memakai sendok plastik. Nah, jadi, kalau mau mudah, ya bikin minuman sirup saja. Atau bikin es batu. Ho, oh, kan?



Tidak ada komentar:

Posting Komentar