Semingguan ini, "kelangkaan" elpiji ukuran 3 kg menyeruak di seantero Kota Balikpapan. Isu "kelangkaan" yang kesekian, tepatnya. Tidak lagi cukup menarik. Bukan karena saya ndak makai elpiji "melon" itu, tapi karena kondisi riil yang ada.
Mengapa saya beri tanda kutipan untuk kelangkaan, ya karena saya yakin itu nggak langka. Fenomena, ciee, kondisi ini kan persis BBM subsidi. Ada orang tidak mampu yang nggak bisa dapat barang subsidi, sebaliknya banyak orang mampu memburu barang subsidi.
Saya lebih suka mengistilahkan mereka sebagai "pengemis" subsidi. Empat tahun lalu, saya "menemukan" satu rumah yang punya stok elpiji melon sampai 4-5 biji. Ada juga rumah yang punya elpiji 12 kg, tapi cadangannya elpiji melon 2 tabung.
Lalu ada warung tempel yang nyetok 10 tabung melon di dapurnya. Saya mikir, warung kecil aja bisa nyimpen segitu, apalagi warung gede. Lagi, ada juga temen cerita kalau ada toko yang elpiji melonya masih ada. "Majangnya sih dikit. Tapi elpijinya ada terus...."
Seorang pengantre elpiji melon, pernah saya lihat datang membawa motor sport. Ndak nampak dia orang yang butuh disubsidi, meski dia bilang elpiji melon untuk dirinya. "Lha karena murah, saya beli,...".. Eaaa..
Nah, lho. Gemana penjelasan terkait itu. Yaaa persis kondisi BBM subsidi. Tidak ada aturan tegas sejak awal, tak ada yang mengawasi serius, akhirnya sebagian warga terombang-ambing ketidakpastian stok.
Kalau sudah begini, tak ada yang mau disalahkan, kan? Ya iyalah, Tapi saya mau disalahkan, atas nama generasi saya. Maafkanlah kami generasi penerus. Karena kami pengemis subsidi, mungkin kalian yang nanti kena getahnya.
BACA JUGA ARTIKEL LAIN :
BLOGER BALIKPAPAN RAYAKAN HARI BLOGER NASIONAL 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar